The Kingdom of Parandore

G. Cha
Chapter #20

Mistrange

Alexa dan kawan-kawannya yang menuju Mistrange sampai pada perbatasan wilayah, dan mendapati suasana jadi sedikit mencekam. Tanaman-tanaman terlihat basah, layu, udara lembap dan jarak pandang terbatas oleh gelapnya rimbunan pohon-pohon dan kabut.

Kuda-kuda yang mereka naiki mengikik dan menerjang-nerjang seakan tak ingin menjejakkan kakinya di tanah para monster. Hewan berkaki empat itu berusaha berderap menjauh. Mereka bertiga berusaha menenangkan kuda masing-masing, hingga akhirnya bisa turun dari pelana. Alexa menepuk-nepuk sisi tubuh Rosepell dengan lembut untuk membuatnya lebih tenang.

“Jadi, mulai dari sini kita berjalan kaki.” gerundel Saveriaz, ternyata hewan tunggangan mereka benar-benar menolak masuk.

Alexa dan Arken mengangguk resah, membawa barang sendiri-sendiri, dan mulai berjalan kaki, membiarkan kuda-kuda itu berlari menjauh meninggalkan mereka.

Jalan bertanah yang lembap harus mereka pijaki. Arken dan Saveriaz membuatkan obor dari batang kayu yang ujungnya dililiti kain dan sudah diberikan minyak. Sesaat setelah kaki membawa mereka masuk melewati gerbang besi rendah yang sudah sangat berkarat dan keropos, mereka mendengar burung-burung gagak berputar-berkoar di atas mereka, mempersiapkan diri untuk menyantap daging dari kematian yang datang. Alexa memegangi tengkuknya, merinding, ia berjalan di tengah-tengah Arken dan Saveriaz.

Mereka berjalan beriringan dan waspada. Hari mulai pagi. Meski sinar matahari tidak bisa sepenuhnya menembus kabut, setidaknya mereka tahu kalau hari sudah lebih terang. Tidak ada cuitan bunyi burung lain kecuali si pemakan bangkai dan belasan gagak yang masih terus berputar di atas mereka. Api obor mereka tertiup-tiup angin basah, Alexa merapatkan pakaian, di dalam pikirannya hanya berkutat pada bagaimana keadaan Axella saat ini.

“Ini tempat yang benar-benar mengerikan…” ujar Alexa lirih.

“Ya, percaya tak percaya wilayah ini masuk dalam kekuasaan ayahmu.” Arken menimpali.

"..." Alexa sedikit meringis. Mistrange memang sesuram dan semengerikan rumornya.

*****

Tiba-tiba dari balik pepohonan ada dua Cheeltusk menyerang mereka. Sosok monster cebol dengan taring panjang, besar dan kekuningan. Monster itu telanjang dengan kulit yang tidak rata seperti tumpukan batu.

Cheeltusk pertama menjambaki rambut Alexa dengan jari panjangnya dan berusaha menggigitnya, Alexa berusaha menyingkirkan makhluk itu, tapi tangan yang lain dari Cheeltusk tersebut mencengkeramnya semakin erat. Mereka berdua jatuh di tanah bersamaan.

Arken menarik jauh makhluk itu dari Alexa dan menikamnya dengan belati, tepat di jantung. Cheeltusk buruk rupa itu meraung-raung dan menggeliat, suaranya seperti bayi yang mengerikan, ia masih berusaha menjangkau kaki Alexa, dan akhirnya Alexa menendangnya dengan sangat keras, membuat makhluk itu terguling ke belakang. Cheeltusk yang terluka itu menggeliat semakin tak terkendali dan kemudian dengan tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi tanah kering.

"Astaga!"

Makhluk yang satunya menerjang lengan Arken dan menggigitnya, daging lengan Arken terkoyak. Saveriaz dan Alexa berusaha menarik, dan menusuk jantung Cheeltusk dengan susah payah karena monster yang satu itu terus saja menggeliat dan meronta, mungkin karena ia tidak ingin berakhir seperti temannya. Saveriaz mengeluarkan pedang, tapi ternyata itu justru tidak efektif, karena Arken dan Cheeltusk itu bergerak berputar-putar, saling serang.

Saveriaz menyimpan pedangnya lagi, dan ia kembali memegang belati. Alexa menarik makhluk itu dengan paksa dan menendangnya menjauh, tepat saat itu akhirnya Saveriaz berhasil juga menusukkan belati ke jantung Cheeltusk ke dua.

“Arken...! Lukamu parah sekali!”

“Aku tidak apa-apa Alexa.” Arken terpuruk.

“Apanya yang tidak apa-apa?! Kau harus segera diobati.” Alexa membuka tasnya.

Sial!!!

Obat-obatannya berada di tas Axella. Di dalam tas Alexa hanya ada sebotol kecil cairan penghilang rasa sakit, seharusnya ini bisa digunakan untuk keadaan terdesak. Tapi kalau Arken meminumnya sekarang, mungkin ia akan kesulitan berjalan. Padahal tempat itu bukanlah tempat yang cocok untuk beristirahat walaupun sejenak. Mereka masih dekat dengan gerbang berkarat tadi.

Saveriaz membawakan tas Arken, dan Alexa memperban lukanya dengan sobekan ujung bajunya. Arken meringis kesakitan menahan lengannya yang terkoyak.

“Maaf Arken… tolong tahanlah. Kita akan segera menemukan tempat untukmu.” kata Alexa.

“Te… nang saja, ini ti…dak terlalu parah.”

"Diamlah." tegur Alexa pelan.

"..." Arken menurut.

“Kalau tidak segera diobati dan dijahit lukamu bisa membusuk Ar.”

Arken tersenyum muram. Mereka kemudian menelusuri jalan penuh semak-semak yang hangus terbakar dengan udara yang masih tetap lembap.

*****

Di ujung jalan sebelum persimpangan mereka melihat gubuk tua dengan penerangan di dalamnya. Gubuk yang cukup manusiawi. Mereka sudah mendengar, ada beberapa orang, penyihir, atau makhluk yang cukup baik di Mistrange. Dengan ragu mereka mengetuk pintu rumah itu, berharap penghuninya adalah sesuatu yang baik dan memiliki obat-obatan yang dibutuhkan Arken. Saveriaz bersiaga.

Mereka menunggu sebentar dan kemudian pintu terbuka, terlihat seorang wanita cantik dengan pakaian berwarna coklat panjang dan rambut perak terurai, memandang heran pada orang-orang di depan pintunya.

“Kalian siapa?” tanyanya dengan lembut.

“Kami memerlukan bantuanmu.” ujar Alexa buru-buru.

Wanita itu terdiam sejenak. Mengamati.

“Silakan masuk! Aku tak pernah menerima tamu sebelumnya. Apa yang terjadi pada kalian?”

“Kami diserang Cheeltusk.” Saveriaz menjawab masih sambil mengawasi sekitar.

“Ah! Begitu? Kemarilah…“ ajak wanita itu.

Alexa mendudukan Arken di ranjang.

“Apa yang kalian lakukan di Mistrange? Jarang sekali manusia dari desa lain seperti kalian berada di Mistrange.”

“Kami sedang mencari seorang teman.”

“Teman? Di Mistrange?” Wanita itu menatap aneh.

“Saudariku… diculik.” Alexa menjawab singkat-singkat.

“Ah, perkenalkan, aku Kauerdle Feiss.” si wanita berambut perak memperkenalkan diri.

“Aku Saveriaz, ini Alexa, dan yang terluka itu Arken…”

Lihat selengkapnya