The Kingdom of Parandore

G. Cha
Chapter #33

Pernyataan

Satu bulan kemudian.

Arken mengajak Alexa berjalan-jalan di sekitar istana. Keadaan Parandore sudah lebih baik dari yang sebelumnya. Masyarakat juga bekerja dan melakukan aktivitas lain seperti sedia kala. Kemudian mereka berdua menuju ke kandang kuda, Alexa membantu penjaga kuda memberikan makan pada kuda-kuda. Ia membelai kuda-kudanya itu. Kandang kuda terlihat sedikit lebih lengang, beberapa kuda mati dalam pertempuran, meski begitu Rosepell dan yang lainnya terlihat senang sekali ketika Alexa dan Arken datang ke sana.

Setelah itu mereka berdua berjalan lagi ke halaman belakang, menuju makam Yang Mulia Ratu Hileda. Alexa dengan khidmat meletakkan seikat mawar merah di atas makam ibunya, dan di sampingnya, monumen harpa untuk Axella. Ia mengusap harpa itu, dan meletakkan mawar putih di atasnya. Ia berdiri kembali di samping Arken, menggandeng tangannya, mencoba mengingat bagaimana sosok ibunya.

Ratu Hileda, wanita kurus yang selalu terlihat rapuh. Alexa mewarisi rambut ibunya yang coklat berombak. Tapi semua pun tahu, bagaimana sosok Ratu Hileda, ia adalah wanita yang tegas dan pendapatnya selalu menjadi pertimbangan raja. Selama bertahun-tahun ia dengan setia mendampingi raja. Lalu ia teringat bagaimana dulu Axella, gadis riang yang selalu mencoba membuat masakan enak untuknya, dan seorang gadis yang penuh rasa penasaran.

“Semoga kalian beristirahat dengan tenang.”

Mereka berdua berdo'a sebentar untuk jiwa Ratu Hileda dan Axella. Lalu Arken menarik tangan Alexa,

“Ayo ikut aku!”

“Ke mana?”

“Ke suatu tempat yang lama tak kita datangi.”

*****

Mereka berdua menaiki Knight. Menuruni perbukitan, melewati taman-taman dan anak Sungai Clavair. Dengan cepat mereka melaju menuju kastel sekolah. Kastel sedang sepi karena masih dalam masa libur panjang. Gerbang juga dikunci, tapi mereka tidak kehilangan akal. Arken melompat ke dinding barat kastel yang lebih rendah dan membantu Alexa untuk naik.

Mereka berjalan ke ruang bawah tanah. Entah berapa lama mereka tak mengunjungi tempat ini. Akhirnya mereka tiba di depan pintu besi. Arken membukanya, tapi kali ini Alexa juga membantunya, membuat tangan mereka beradu di satu pegangan.

Dciiiiiit...

Pintu terbuka, udara pengap berembus keluar. Alexa menutup hidungnya dan Arken mengibas-ngibaskan tangannya untuk menghalau udara pengap yang telah terkunci lama itu.

Arken menyalakan penerangan. Masih sama seperti dulu. Hanya saja sedikit berdebu. Arken membersihkan kursi, dan langsung mempersilakan Alexa duduk. Ia menurut, tapi ia juga menarik Arken duduk di sebelahnya.

Mereka duduk berdua memandang jendela kecil yang mengahadap ladang. Matahari mulai turun,

“Sama seperti dulu...” Alexa menarik napas, "indah.”

“Iya…”

“Seandainya Axella juga bisa melihat keindahan ini…”

“Kurasa ia berada di tempat yang lebih indah dari ini Al.”

Alexa mengiyakan perkataan Arken, pada akhirnya semua akan mengalami masa itu, hanya saja bagaimana dan kapan yang menjadi rahasianya.

“Kau tahu Ar? Aku hampir saja menjatuhkan hatiku pada orang yang salah…” Alexa mencoba jujur.

“Apa maksudmu? Kau hampir… pada siapa?” Arken tercekat mendengarnya.

“Putra Paman Yaesha… Claizh. Kupikir dia orang yang baik. Tapi aku salah… “

“Kau sempat menyukainya?” Arken menyelidik dengan kecemburuannya.

“Sedikit…”

“Jangan memikirkannya lagi… kalau tidak, aku akan sedih.”

“…” Alexa tersenyum.

“Kenapa kau tersenyum?”

“Kau sedih atau cemburu?”

“Keduanya.” jawab Arken dengan serius, “Alexa...”

“Ya Ar?”

Arken mengeluarkan sebuah kotak dari sakunya. Kotak kayu itu menunjukkan semburat-semburat garis yang warnanya lebih tua, dan ia mengeluarkan sebuah benda kecil dari dalamnya.

“Maukah kau menjadi pendamping hidupku? Kini dan selamanya?”

Alexa terdiam beberapa saat, terharu. Ia tak menyangka seorang Arken Kazavroa akan menantikannya selama itu, setelah semua keraguan pada perasaannya sendiri. Setelah dengan egois dan serakahnya dia berminat pada dua pria sekaligus. Ia justru merasa tidak layak diperlakukan Arken dengan begitu romantisnya.

Arken masih menunggu jawaban Alexa. Alexa menarik napas panjang sambil memejamkan matanya. Alexa merasa sangat bersyukur, dan inilah saatnya ia harus mengambil sebuah keputusan.

Sebelumnya ia sudah berbicara pada ayahnya bahwa ia tidak ingin pernikahannya kelak merupakan hasil dari perjodohan politik, Raja Sanders menerima permintaan anaknya dengan lapang dada. Alexa menangis sambil tersenyum.

“Ya... tentu saja, iya. Aku bersedia Ar...”

Alexa menganggukan kepalanya berulang kali dengan sangat bahagia. Arken menyematkan cincin yang berkilauan itu di jari manis Alexa. Alexa merasakan dirinya begitu bahagia. Begitu pula Arken.

Kemudian mereka berciuman, diterangi cahaya senja dari lubang jendela. Jingga menyala, hangat menghinggapi kalbu.

Lihat selengkapnya