Aroma kematian terkadang dapat tercium dengan jelas. Apalagi di tempat sesuram gudang tua yang jarang dikunjungi. Itu yang dirasakan sosok lelaki yang terduduk terikat di lantai. Ia tahu benar karena saat ini dihadapannya berdiri Bagas Permana yang di kenal didunia hitam dengan Si Tikus. Julukan yang diberikan karena keahliannya menyelundupkan barang atau orang ke berbagai negara. Tidak peduli seketat apapun pengawasan di perbatasan antar negara, ia selalu dapat mencari celah untuk menembusnya, persis seperti seekor tikus.
Dengan kemeja dibalut jas yang dijahit rapi oleh penjahit ternama serta rambut klimis, Bagas lebih mirip pengusaha muda dan menarik perhatian setiap orang. Belum lagi sifatnya yang royal dan senyum yang menawan membuat Bagas dengan gampang menaklukan perempuan manapun yang menarik dirinya. Tidak peduli perempuan itu sudah bersuami atau memiliki pacar.
Tapi saat ini semua kesan itu lenyap. Bagas kini menjelma menjadi malaikat maut di mata sosok lelaki itu. Ia tahu kesalahan yang dibuatnya tidak terampunkan. Dengan parau ia memohon. “Tolong, jangan bunuh saya”
Bagas menempelkan jari di bibir sambil mendesis pelan, menyuruh orang itu diam. Ia lalu jalan mendekat sambil mengeluarkan pistol dari balik pinggang dan mengarahkan ke kepala lelaki itu. “Kamu tahu hukuman bagi pengkhianat?”
Lelaki itu menganggukan kepala dengan cepat. “Tahu Bos, tapi saya mohon-” Lelaki itu tidak melanjutkan omongannya, bersamaan dengan suara letupan pistol di tangan Bagas. Seketika itu juga dia tersungkur, tanpa sempat meregang nyawa.
Bagas memperhatikan tubuh lelaki yang tergeletak dihadapannya dengan heran. Aneh, pikirnya. Bagaimana orang masih berani berkhianat padanya. Padahal mereka sudah tahu akibatnya. Mati sebagai tebusannya.