The Last Dinner

Hari Basuki
Chapter #8

Belanga

Rumah makan BELANGA letaknya memang terpencil, agak jauh dari keramaian. Lapangan parkir yang tersedia tidak terlalu luas, hanya memuat beberapa mobil. Hal yang disengaja karena rumah makan ini hanya menyediakan beberapa meja saja untuk tamu yang datang menikmati menu makanan yang disediakan. Rumah makan yang berkonsep private, dengan dinding yang di cat merah marun dan dihiasi foto-foto Danang dan Tania beserta teman-teman mereka. Benda-benda dari bermacam daerah yang dipajang di sudut-sudut tertentu. Benda-benda yang dikumpulkan Danang ketika ia melakukan perjalanan ke daerah terpencil.

Sore ini Danang, sang pemilik sedang melayani tamunya. Seorang berkebangsaan asing yang wajahnya sering muncul dalam acara tentang penjelajahan di salah satu saluran televisi berbayar. Satu hal yang unik, di dinding rumah makan terpampang foto si orang asing diantara foto-foto lainya. Sebuah foto lama yang menggambarkan si orang asing dan Danang saat sedang duduk bersama dengan anak-anak suku Kubu di pedalaman hutan Sumatra.

Danang menghidangkan segelas es puter di meja saat si orang asing baru saja menyelesaikan suapan terakhirnya. Mata si orang asing berbinar.

“Ini salah satu yang aku sukai tentang kamu, selalu tahu apa yang saya inginkan”

Danang hanya tersenyum lalu menarik kursi dan duduk di hadapan si orang asing tanpa sungkan.

“John, bagaimana perjalan mu ke Kalimantan kemarin?” Danang membuka percakapan.

Exciting! Seharusnya kamu ikut. Aku menemukan species hewan baru. Sejenis katak seukuran buku jari yang belum pernah dikenal sebelumnya!” si orang asing yang dipanggil John menjawab dengan penuh antusias.

Itu belum seberapa, masih species lain hidup di sana menunggu untuk ditemuka, pikir Danang.

“Selamat. Berarti tidak lama lagi namamu akan dijadikan nama katak sebesar buku jari.”

John tergelak mendengar gurauan Danang. Mereka terus berbincang dengan akrab.

Menjelajahi alam adalah kegemaran Danang sejak remaja. Sejak mengikuti kelompok pecinta alam di sekolah, dia seakan menemukan dunianya. Di alam bebas, ia belajar banyak hal. Alam mengajarkannya tentang keharmonisan. Semisal seekor musang yang memakan buah dari sebatang pohon akan membantu si pohon menyebarkan biji benihnya ke tempat-tempat yang jauh lewat kotoran Musang yang terbuang. Tidak ada yang dirugikan dalam kejadian itu. Musang mendapatkan makanan dan sang pohon akan terus berkembang, menyebar ke seluruh hutan.

Seiring waktu kegiatannya di alam bebas membuat dirinya di kenal oleh beberapa peneliti negara ini. Ia sering diminta menjadi leader saat mereka melakukan penelitian lapangan di pedalaman hutan liar. Tempat yang jarang dikunjungi atau bahkan sama sekali belum tersentuh tangan manusia.

Tugas seorang leader tidaklah mudah, ia harus bertanggung jawab atas keselamatan seluruh anggota rombongan. Membawa mereka ke tempat yang sesuai dengan tujuan penelitian mereka. Perlu pengalaman dan pengetahuan yang luas untuk menjadi leader yang baik di samping keberanian menghadapi segala ancaman di alam liar yang sering kali tidak terduga. Persyaratan yang jarang dimiliki banyak orang. Dan Danang adalah salah satu dari sedikit orang yang memenuhi semua persyaratan itu.

Tidak jarang beberapa peneliti dari luar negeri juga ikut dalam rombongan yang dipimpinnya. Salah satu diantara mereka adalah John, si sosok orang asing yang kini ada di hadapannya. Ia selalu menyempatkan diri berkunjung ke Belanga jika sedang berkunjung ke Indonesia. Masakan dan pembicaraan dengan Danang terlalu mengasyikan untuk dilewatkan begitu saja.

“Nang, kenapa dunia penjelajahan kamu tinggalkan? Bukan kah kamu menyukai kegiatan di alam liar?”

Tiba-tiba saja John mengajukan pertanyaan. Pertanyaan dari banyak peneliti lain yang pernah memakai jasa Danang sebagai leader mereka.

Lihat selengkapnya