The Last Dinner

Hari Basuki
Chapter #11

Memilih Atau Dipilih

Danang mengemudi bagai kesetanan di jalanan yang sepi. Tidak pernah ada dalam pikirannya jika Kaniya adalah seorang pembunuh. Kinaya yang di kenalnya saat di tepi pantai adalah seorang perempuan yang menyenangkan. Masih lekat dalam ingatannya kekesalan dan kebingungan perempuan itu saat melihat mengetahui roda mobilnya kempis. Saat mereka bersama dalam mobilnya, mendengarkan lagu bersama, lagu kenangannya dengan Tania. Langkah kecil Kaniya yang berlari terburu-buru ketika sadar belum mengucapkan terima kasih padanya. Bagi Danang, Kaniya adalah sosok perempuan yang lucu, teman baik yang seakan sudah lama di kenalnya.

Saat melewati kelokan, tiba-tiba saja cahaya terang menyorot matanya, membuat Danang tersadar dari lamunan. Cahaya terang yang berasal dari mobil yang tiba-tiba saja berhadapan dengannya. Suara klakson yang lebih mirip dengan jeritan hewan terdengar keras, menembus kabin mobilnya.

Ya Tuhan. Secara reflek Danang membanting setir hingga membuat mobil hilang kendali, meliuk di jalanan yang sepi. Guncangan keras terasa saat mobilnya melalui bahu jalan sebelum akhirnya berhenti karena bannya terperosok di parit.

Nyaris saja, Danang bergumam.

Keringat dingin mengalir di dahinya saat ingat betapa dia tadi hampir mengalami kecelakaan. Danang memindahkan persneling mobilnya ke gigi mundur dan menginjak pedal mobilnya dalam-dalam. Suara dencitan ban terdengar keras saat gagal menggigit jalan yang berlumpur.

Danang cepat turun dari mobilnya.

Brengsek! Danang memaki saat tahu bannya terperosok dalam di parit yang berlumpur .

Ia lalu mencoba mengeluarkan mobilnya dari parit. Suara dengusan napasnya terdengar jelas di jalanan yang sunyi saat ia menggunakan seluruh tenaga mendorong. Tapi mobil tetap diam, tidak bergerak.

Percuma, tidak ada waktu lagi. Aku harus pergi dari sini. Pikir Danang.

Saat bersamaan dari kejauhan terlihat lampu sepeda motor menyala, makin lama makin besar tanda motor itu mendekat.

Kebetulan, aku bisa minta bantuan, pikirnya.

Danang bergegas ke pinggir jalan dan melambaikan tangannya ke arah datanganya sepeda motor. Sebuah sepeda motor yang dinaiki dua orang pemuda mendekat dan berhenti di dekatnya.

“Ada apa, bung?” tanya si pengemudi.

Danang merasakan aroma menyengat alkohol keluar dari mulutnya.

“Tolong antar saya ke kantor polisi terdekat. Mobil saya kecelakaan, terperosok di parit.” Kata Danang memohon.

Kedua orang itu hanya saling pandang. Danang dapat menduga.

Uang, mereka pasti ingin bayaran.

“Saya akan bayar kalian.” Kata Danang membujuk.

Seketika itu juga mereka tersenyum, lalu turun dari motor mendekati Danang.

“Kami akan bantu, tapi bayar di depan.”

 Tanpa berpikir panjang Danang mengeluarkan uang dari dompetnya. Mendadak salah seorang dari pemuda itu merebut dompet Danang.

“Apa maksud kalian!” Danang terkejut dan lebih terkejut lagi saat mereka mengeluarkan pisau dan menodongkannya ke Danang. Wajah mereka seketika itu juga berubah garang, seperti anjing yang melihat seekor kucing memasuki wilayahnya.

Salah seorang dari mereka menempelkan pisaunya ke dada Danang sementara yang satunya segera mengosongkan isi saku Danang, mengambil apa saja yang berharga.

 “Jangan macam-macam kalau masih sayang nyawa!”

“Ambil yang kalian mau, tapi tolong antarkan saya.” Danang kembali meminta.

Sebuah pukulan menghantam perut Danang.

“Jika masih bicara lagi, pisau ini nanti yang akan menghantam perutmu!” ancam pemuda yang baru saja memukul Danang.

Sepasang lampu mobil menyorot terang di kejauhan dan dengan cepat membesar tanda mendekat. Danang terkejut mengenali lampu yang berasal dari mobil hatchback Kinaya.

Ia sudah datang. Kata Danang dalam hati.

Tidak perlu waktu lama, mobil itu sudah berhenti di dekat mereka.

“Cepat kalian lari!” tanpa sadar Danang memperingatkan kedua pemuda yang merampoknya.

“Diam!” Hardik pemuda yang menodong Danang. ia cepat berganti posisi, berlindung di balik Danang dengan pisaunya ditempelkan ke leher tawanannya.

Pemuda lainnya dengan pisau terhunus bersiap menyerang siapapun yang turun dari mobil yang baru mendekat itu. Kedua pemuda itu terkejut saat Kinaya yang cantik turun dari mobil, datang mendekati mereka dengan tenang.

Terlambat, Danang berkata dalam hati saat melihat Kinaya turun dari mobilnya.

Di bawah sorot lampu mobil, Kinaya menilai situasi. Matanya menyapu keadaan sekelilingnya. Mobil Danang yang terperosok di parit, motor tidak terawat yang diparkir sembarangan serta bau menyengat alkohol berasal dari dua pemuda asing berpisau yang tidak dikenalnya. Salah satunya berlindung di balik Danang. 

Dia sedang dirampok, pikir Kinaya.

Kedua pemuda yang tadinya terlihat tegang kini terlihat lega. Mereka senang karena sekarang datang perempuan cantik menghampiri mereka.

“Lepaskan dia.” Tiba-tiba Kinaya berkata sambil dagunya bergerak ke arah Danang. Kata yang mengandung perintah.

Kedua pemuda itu tertawa, mereka merasa lucu mendengar kata-kata yang keluar dari mulut perempuan secantik Kinaya.

“Nona, lebih baik anda masuk kembali ke mobil. Sebentar lagi kami..”

Pemuda itu tidak melanjutkan omongannya karena nyawanya dijemput peluru yang berasal dari pistol berperedam yang tiba-tiba saja sudah berada di genggaman tangan Kinaya. Tubuh pemuda itu jatuh seperti pohon pisang yang di tebang dengan lubang di kepalanya.

“Ya Tuhan!” Danang terkejut. Ia tidak menyangka kalau Kinaya bisa membunuh segampang itu. Ini adalah kejadian pembunuhan pertama di depan matanya. Entah kenapa kejadian ini terasa berebeda dengan yang sering dilihatnya di adegan film.

“Sial!” Pemuda yang menawan Danang memaki pendek. Ketakutan terbayang jelas di wajahnya. Tidak pernah terlintas dalam pikirannya kalau wanita cantik yang ada di depan matanya saat ini akan membunuh temannya dengan segampang itu. Kegarangan yang tadinya terlihat jelas mendadak hilang seketika, entah terbang kemana bersamaan dengan cairan panas yang keluar dari tubuh dan membasahi celananya.

Laras pistol di tangan Kinaya kini terarah kepada si pemuda.

Pemuda itu mengumpulkan sisa keberaniannya, menekan pisau makin dalam ke leher Danang.

“Jangan macam-macam kalau tidak ingin dia mati!” Kata pemuda itu sambil berusaha menciutkan dirinya di balik Danang.

Kinaya terdiam sebentar, mencari celah di tubuh Danang untuk menembak orang yang sembunyi di belakangnya. Nihil.

“Oke, kamu boleh pergi.” Kata Kinaya sambil menggoyang laras pistolnya.

Pemuda itu tetap bersembunyi, tidak berani keluar dari balik tubuh Danang yang dijadikannya tempat berlindung.

“Cepat! Sebelum aku berubah pikiran!” Kinaya berkata mengancam.

Tanpa pikir panjang, pemuda itu bergegas meninggalkan Danang, menaiki motornya. Dengan sekali kayuh ia menghidupkan mesir motor dan dengan cepat pergi dari situ.

Selamat, pemuda itu bernapas lega. Tapi belum jauh ia meninggalkan lokasi, Ia merasan panas yang membakar di dadanya. Pemuda itu sempat melihat pakaiannya memerah oleh darahnya sendiri sebelum jatuh dari motor karena nyawanya sudah pergi.

Lihat selengkapnya