(Stream "Dilemma" by Nelly, Kelly Rowland for a Better Reading Experience)
____________________________________________________
Aku bangun pagi dengan perasaan teramat segar! Mandi lama-lama. Memutar lagu RnB keras-keras. Berjoget-joget ria memutar kamar. Morning routine-ku tidak pernah se-asik ini. Setengah jam kemudian aku mengenakan baju seragam sekolahku yang baru. Kemeja putih dan rok biru! Ya, ini pertama kali nya aku mengenakan rok biru. Aku berkaca sembari senyum-senyum malu. Sudah beranjak dewasa, pikirku.
Aku berjongkok di depan tas sekolahku yang ada di lantai. Memeriksa seluruh buku yang harus dibawa, dan yap! Semuanya sudah siap tersusun rapi di dalam. Aku langsung menggendong Jansport-ku itu. Dan menyemprotkan sun-block sekilas sebelum akhirnya mengenakan parfum sebagai sentuhan terakhir. Banyak orang bilang bahwa aku lebay, buat apa ke sekolah memakai parfum? Ujung-ujungnya juga nanti bau asem. Tapi, kali ini beda. Hari pertama menginjak SMP, tentu saja akan banyak murid baru, aku harus memberikan first impression yang bagus pada mereka bukan? Siapa tahu saja dengan aku memakai parfum, nanti ada yang naksir?
Aku turun ke bawah, melirik Papa yang sudah menyediakan segelas susu untukku. Entah mengapa, kali ini susu itu terlihat sangat menggoda. Ah, aku sudah gila. Sejak kapan segelas susu jadi sangat menarik untukku? Aku langsung meneguk segelas susu itu buru-buru, kemudian langsung membungkus kedua kakiku dengan kaus kaki.
“Ayo, Pa,” ajakku sembari memakai sepatu dan dalam sekejap kami berdua sudah ada di atas motor NMAX kesayangan Papaku. Aku kembali memasang earphoneku di kedua telingaku dan memutar playlist kesukaanku. Truk sampah yang selalu membuatku mengomel, pagi ini sama sekali tidak membuatku keberatan. Jarak rumah ke sekolah hanya sekitar 10 menit, maka dari itu kini aku sudah menginjakkan kaki pada gerbang sekolah.
Aku menatap sekolahku yang megah ini…kok ada yang aneh? Bukannya sekolah seharusnya berisik? Tapi, mengapa pagi ini sunyi senyap begini? Aku memutar otakku, mencari alasan. “Pagi…” Satpam sekolahku tiba-tiba sudah ada di sebelahku membuyarkan seluruh pikiranku.
“Pagi, Pak…ini yang lain pada kemana, Pak? Kok sunyi gini?” Aku mengutarakan kebingunganku.
Satpam itu tertawa ringan, “lihat sudah jam berapa ini, Neng…” ujarnya menunjuk jam dinding yang berada di dalam bilik Satpam tersebut. Dan…yaampun! Pantas saja sekolah sunyi begini. Ini sudah jam tujuh pas! Sementara sekolahku mulai pukul enam lewat empat puluh lima menit.
Aku memukul keningku. Yah, Tuhan. Masa aku pada hari pertama SMP harus telat? Sia-sia lah seluruh usahaku merias diri. “Sudah, gak pa-pa.” Pak Satpam menenangkan diriku. “Tuh, ada juga yang temanmu yang telat.” Ia menunjuk seorang murid duduk di depan kelas yang aku tahu itu bukan kelasku.
“Gak pa-pa. Udah, sana. Ketuk saja pintu nya, dan utarakanlah maafmu itu.” suruhnya sembari mendorong punggungku kecil.
“Yaudah, deh, makasih ya, Pak.” Aku akhirnya berjalan ke kelasku yang berada di paling ujung dan melakukan apa yang Pak Satpam itu suruh. Kuketuk pintu nya, dan berkata, “permisi…” Sontak semua anak yang berada di dalam kelas beserta dengan guru wali kelasku memandang ke arahku. Aku masuk ke dalam kelas, “maaf, Bu, aku telat.”
Guru wali kelasku menatapku dengan tatapan ramah. Ia masih muda, umurnya pasti belum menginjak 30 tahun. “Ini nih, satu anak yang missing menyisahkan satu tempat duduk itu kosong.” Dirinya melirik satu meja yang terletak di barisan paling depan bagian kanan. Aduh, aku paling benci duduk di barisan paling depan.
Seakan bisa membaca pikiranku, wali kelasku bertanya, “kenapa? Gak mau? Gak bisaaaa. Harus mau.” Tatapannya sungguh meledek, tapi asik untuk dilihat. Aku memutar bola mataku sembari tersenyum lega tidak kena marah sama sekali oleh dirinya. “Lain kali jangan telat…”
“Iyaaa.” sahutku sambil cengengesan.
“Oke, tadi kita baru renungan. Belum perkenalan sama sekali. Jadi, yuk kita perkenalan sekarang.” suruhnya dan ia langsung memulai dari perkenalan dirinya. “Nama Ibu Gista Hutapea. Ibu akan menjadi wali kelas kalian selama setahun ini dan ini tahun pertama Ibu menjadi seorang wali kelas. Jadi…bukan cuma Ibu yang akan membimbing kalian, tapi kalian pun juga akan membimbing Ibu.” Dari marganya dapat kusimpulkan bahwa ia orang Batak. “Ada yang mau tanya soal identitas Ibu?”
“Umur!” Beberapa anak bertanya dengan semangat.