(Stream "13" by LANY for a Better Reading Experience)
________________________________________________
Sepertinya memang aku tidak begitu bersahabat dengan pendidikan tahun baru ini. Bayangkan saja, aku nyaris telat lagi! Ya, walaupun belum telat sih. Tapi tetap saja! Aku menjadi orang terakhir yang masuk ke dalam lapangan sekolah pagi itu. “Ayo, Neng buruan.” Pak Satpam saja sampai harus meneriakki diriku dan bahkan mendorong kecil punggungku agar terselamatkan masuk. Yang benar saja!
Aku melempar tasku acuh tak acuh pada atas meja. Jam sudah menunjukkan pukul 6.45, tapi syukurlah belum ada guru yang mendatangi kelas kami. Mungkin guru itu sedang mengantuk. Atau bahkan ketiduran. Atau malah malas mengajar? Tidak apa-apa, Bu. Kami juga malas.
Segerombolan anak laki-laki sedang menggila di bagian depan kelas. Mencoret-coret gambar-gambar terlarang pada papan tulis yang bersih tak bercacat itu, lompat-lompat kegirangan karena baru saja memenangkan satu perlombaan dalam game online nya, atau ada juga yang sekedar duduk bengong seolah tak bernyawa.
Sabina mantap menggelengkan kepalanya karena keheranan level tinggi melihat laki-laki tersebut. “Childish.”
“Hey, itu pada ngapain itu?” Suara melengking Bu Saras sukses mengejutkan seluruh kurcaci yang sedang bermain-main ria di depan itu. Kacamata nya yang menyerupai mata kucing itu ia turunkan dan melirik setiap murid, lalu kembali menatap lurus, “maaf, saya telat. Ada masalah yang saya perlu selesaikan.” Ia meletakkan setumpuk buku nya beserta dengan kertas-kertas materi yang khusus ia print dari internet sebagai informasi tambahan.
“Baris yuk, guys!” teriak Sherina dengan nada yang ia sengajakan riang agar suasana kelas tidak begitu menakutkan. Sherina ini perlu kuakui otaknya sangat cepat tanggap. Ia mudah membaca situasi dan mampu juga meningkatkan mood yang ada supaya suasana menjadi sedikit cair.
Dalam sekejap, semua murid kelasku termasuk aku dan Sabina sudah berbaris di depan kelas. Suasana sekolah sudah tidak berisik sama sekali, karena murid kelas lain sudah memulai pelajaran. Bu Saras juga menghimbau Sherina, yang memimpin barisan agar tidak memerintah begitu keras. Selesai melakukan “gerakan-gerakan” berbaris, kami satu per satu memberi salam pada Bu Saras dan masuk ke dalam kelas.
***
“Vic, liat kearah jam 10 deh.” bisik Sabina seperti sedang mengamati sesuatu. Atau dia malah memang sedang mengamati sesuatu? “Karel ganteng banget ya.”
Aku menengok ke arahnya, “Karel? Siapa?” Aku bertanya karena seingatku tidak ada anak bernama Karel di angkatanku.
“Itu lu liat dong arah jam 10.” ujarnya masih menatap dalam seseorang yang kuduga bernama Karel itu. Sejak kapan Sabina terpikat oleh pesona laki-laki? Seumur hidupku bersahabat dengannya, tidak pernah sekali-kali ia membicarakan laki-laki padaku. Ya, sekedar laki-laki yang hanya bisa dilihat di layar ponsel saja, tidak akan pernah bisa bertemu tatap muka.
Aku menengok arah jam 10, dan disitu ada segerombolan laki-laki yang sedang duduk di pinggir lapangan sembari mengobrol bersama. Mereka semua mengenakan baju seragam olahraga dan sedikit berkeringat. Tampaknya mereka memang sehabis pelajaran olahraga. “Yang mana sih Karel? Itu ada banyak orang.” Aku mengerutkan keningku karena tak kunjung mendapati seorang cowok bernama Karel itu.
“Yang duduk di sebelah kacamata tuh. Yang lagi pegang aqua dingin.” Sabina menunjuk-unjuk cowok yang ia maksud itu.
“Oh…ya, ganteng lah lumayan.”
“Iya, kan!” Bertepatan dengan jawaban Sabina, cowok itu menatap kami. “Anjrit, Vic!” Sabina langsung mengumpat di belakang punggungku, sementara aku stay cool karena tidak ada yang perlu dibuat malu menurutku. “Dia liat gue gilaaaaaaa.” jerit Sabina setelah kami meninggalkan tempat tadi kami mengangumi Karel.
Aku menyedot hydro-coco-ku dengan sikap acuh tak acuh sementara Sabina belum sembuh dari serangan jantungnya yang disebabkan oleh laki-laki itu. Ia memegang pundakku, atau lebih tepatnya menekan pundakku dengan napas yang ngos-ngosan. “Dilihat cowok kok kayak abis lari tujuh keliling. Biasa aja kaliiii.” sindirku.
Sabina menghela napas, “Victoria…kalau yang natap gue itu Kevin tuh anak kelas yang freak nya tingkat akut, gue juga geli. Tapi, kali ini Karel, woy! Gila kali gak baper.”
“Jadi? Naksir nih ceritanya?” celetukku langsung ke inti nya.
“I guess?” Sabina memutar bola matanya. “Ya…mungkin kali?”