The Last Episode

queenara valerie
Chapter #6

"I feel in love"

(Stream "We Find Love" by Daniel Caesar for a Better Reading Experience)

___________________________________________________

Victoria

Malam itu, ketika aku baru saja selesai makan malam, aku membuka aplikasi Twitter-ku. Melihat berbagai keluh kesah dan curhatan hidup beberapa orang di Twitter memang selalu menyenangkan. Dan aku sendiri pun sebetulnya sering sekali men-tweet hal-hal yang kerap kali terjadi dalam hidupku. Entah tentang sekolah, penyanyi favoritku, keluarga, buku favorit, sampai celotehan-celotehan tak guna pun kadang aku tulis dalam akun Twitter ku ini.

“Dia tahu darimana sih?” aku men-tweet. Kata-kataku itu langsung mengundang banyak respon dari teman-temanku. Sebenarnya pertanyaan itu aku tujukan untuk Max yang tadi siang memberikanku segelas air hangat. Maksudku, bagaimana dia bisa tahu bahwa aku memiliki masalah hidung? Aku rasa suara nafasku tidak sebesar itu sampai bisa didengar?

Joy langsung mengomentari, “kalo nge-tweet yang jelas boleh kali…”

Kakakku, Rebeca juga langsung bertanya, “ambigu amat sih lo, Vic.” Ditambah dengan emoji bete. Aku terus men-scroll balas-balasan temanku yang lucu juga kalau dibaca. Ada yang ikut penasaran, tapi tidak sedikit juga yang malah bete seperti Kak Rebeca. Tapi, tiba-tiba sebuah notifikasi dari WhatsApp tiba-tiba muncul. Dari Max. “Itu di Twitter nanyain gue?”

Aku langsung bangkit dari tidur-tiduranku. Bukannya kaget atau gimana, aku lebih ke malu. Max jadi tahu kalau diam-diam aku memikirkan aksi nya tadi siang. Tapi, ya sudahlah, mau apa lagi? Aku langsung membalas chatnya itu. “Peka amat…gue jadi malu.” balasku terus terang.

“Mau ketemuan?” jawabnya kembali. Membuat jantungku berpacu tak keruan. Astaga, memang tidak ada adrenalin seindah jatuh cinta.

“Dimana?” Aku langsung membuka lemari bajuku saking tak sabar bertemu dengannya.

“Rumah lo daerah mana? Biar gue cari kafe nya gak yang jauh-jauh dari situ.” tulisnya pengertian.

“Hmm…m blok mau gak?” Aku melanjutkan, “dari rumah gue gak begitu jauh.”

“Oke, blok m boleh. Disitu banyak eskrim enak.”

Aku langsung mencari baju dalam lemari. Dalam pikiranku nanti, pakaian Max pasti akan fashionable, jadi aku tidak boleh kalah. Aku harus berpenampilan yang oke juga. Aku memakai celana gantung berwarna coklat muda yang satu setelan dengan outer katun dengan warna yang sama. Lalu, dalam outer tersebut kupakai tank top berwarna hijau tua. Aku bercermin dan hanya satu yang kurang. Aku tidak mempunyai sepatu yang cocok dengan pakaianku kali ini. Aku memutar otak, sembari turun ke lantai bawah untuk melihat koleksi sepatu keluargaku dalam rak.

Ada satu yang cocok. Sepatu AirJordan Kakakku yang berwarna hijau tua, persis seperti warna bajuku. “Ko, Dave!” teriakku pada kakak laki-lakiku.

“Kenapa, Vic?” jawabnya dari atas tanpa menongolkan diri sedikitpun. 

“Pinjem AirJordan ijo lo ya!”

Lalu dia keluar. Tentu saja. Siapa yang tidak akan was-was ketika sepatu mahalnya dipinjam. “Mau kemana lo?”

“M bloc.” ujarku singkat dan dia langsung turun kebawah, mengamati pakaianku dari atas hingga bawah.

“Sama siapa?” tanyanya posesif. Biasa, kakak laki-laki.

“Temen. Namanya Max.” Dan sebelum ia akan bertanya, aku sudah menjawab, “iya, dia cowok. Tapi, kita gak pacaran, cuman gue suka aja sama dia.”

Lihat selengkapnya