The Last Episode

queenara valerie
Chapter #7

he treasures her like heaven

(Stream "How Can I Love the Heartbreak, You're the One I Love" by AKMU for a Better Reading Experience)

____________________________________________________

Victoria

Satu per satu temanku kini punya “seseorang”, bahkan Sabina dengan Karel pun semakin kesini semakin jelas. Well, status mereka memang gak jelas, tapi mereka jelas sudah saling jujur pada perasaan masing-masing. Lihat saja sekarang, dua sejoli itu sedang memakan es lilin di pinggir taman berdua meninggalkanku seorang diri. Kalau kalian berpikir mengapa aku tidak hang out bersama Max, itu karena dia seringkali menghabiskan waktu istirahatnya bersama dengan teman-teman band nya di ruang musik. Bulan depan ada festival tutup tahun yang sudah menjadi kebiasaan sekolah setiap akhir tahun ajaran dan band nya Max jadi salah satu pengisi acara tersebut.

Dan kini, menurutku aku lah yang paling menyedihkan dari semua orang. Aku sedang memperhatikan Sabina dan Karel yang saling bertukar tawa di ujung sana. Aku juga sedang memakan es lilin sih, tapi sendiri! Itulah akar permasalahannya. Joy sedang entah kemana, pokoknya aku tidak menemukan dirinya di kelas. Sedangkan Pam masih sedang dalam kelas Matematika. Seharusnya jam pelajaran Matemetika itu sebelum istirahat lalu lanjut lagi setelah istirahat selesai, tapi Pak Beni memilih untuk menyambung jam yang terpisah itu, sehingga ketika istirahat kami selesai, Pam baru akan memulai jam istirahatnya.

“Hoi!” Seorang laki-laki menghampiriku dan duduk di sebelahku. Tebak siapa? Matt. Arrrrgh. My day couldn’t get any better. “Gue WA semalem bukannya dijawab?”

Aku memutar bola mataku, ribet tahu gak ikut campur urusan orang begini, “lagian lu chat nya subuh, ya gue mau tidur lah!” Aku melirik Matt singkat. Dan dia malah cekikikan gak jelas. “Apa sih?”

“Gak usah bohong deh. Orang last seen nya bertepatan dengan jam gue chat lo, juga!” Yah, ketahuan bohong…

“Aduuuuh, ya udah, deh.” Aku menoleh pada dirinya. “Kenapa sih lo emangnya sama Joy?!” tanyaku dengan nada gusar. Matt kembali cekikikan, ah, sudahlah, aku sudah tidak niat. “Forget it.” Aku beranjak berdiri dan hendak kembali ke kelas kalau saja kaki nya itu tidak menjegal langkahku. Aku sengaja memasang wajah kesal padanya yang masih ketawa-ketiwi gak jelas.

“Iya, yaudah. Gue cerita nih.” Aku mundur selangkah. “Duduk buruan.” ujarnya sembari menepuk-nepuk kursi. Matt melipat kedua tangannya dan menumpu nya diatas dengkul kakinya yang membuat dirinya sedikit membungkuk. “Gue tuh banyak les, Ria.” Ria? Seingatku yang panggilku dengan “Ria” hanya kedua orangtuaku? “Gue panggil lo Ria aja ya. Aneh kalo Vic rasanya.” Oh, oke. Aneh katanya.

“Bukannya gak mau bales chatnya Joy. Tapi habis sekolah tuh gue pasti les,” ujar Matt tulus. Ia tidak membela dirinya. Kata-katanya mengalir tenang, tapi tulus. “Tapi,” ia menegakkan tubuhnya dan menatapku singkat sebelum akhirnya menatap lurus kembali, “gue ngerti lah cewek…pengennya kan diperhatiin.”

“Seberapa banyak sih emangnya les lo?” tanyaku heran. “Lagian kenapa gak bilang aja sama Joy kalau lu ada banyak les?” Di umur-umur kami yang baru saja memasuki bangku SMP, aku percaya tidak hanya Matt yang punya banyak les. Aku pun begitu. Meskipun aku terkadang masih bisa bersantai sepulang sekolah, aku tetap akan les pada malam hari nya, atau bahkan sebelum sampai ke rumah. Setidaknya dalam satu hari, ada satu les yang harus kujalani. Apalagi semenjak menginjak kelas 1 SMP ini, ada beberapa pelajaran baru seperti Fisika dan Biologi yang memerlukan perhatian fokus karena di tingkat SD kami tidak begitu mendalami kedua pelajaran tersebut. Jadi, masuk akal saja kalau Matt bilang dia memiliki banyak les.

“Dapetin cewek kayak Joy susah,” ujarnya yang langsung disambut oleh ketawa kami berdua. Matt sendiri bahkan cringe dengan kata-katanya barusan.

“Euwww…” ledekku sungguh jijik. “Gimana ya, Matt…di satu sisi gue ngerti kita itu banyak les, tapi di sisi lain pun, gue ngerti gimana rasanya gak dibales berjam-jam.” Ini bukan omong kosong. Aku sungguh mengerti kondisi kedua pihak ini. Sama-sama tidak mengenakkan.

At this rate, I really don’t want to lose her, yet I can’t figure out any way for us,” ada rasa serba salah dalam nada bicaranya. “Gue bingung harus apa, Ri. Les gue gak mungkin berhenti cuman karena gue harus bales chat Joy. Sedangkan, I treasure Joy like heaven.” Love blinds this boy.

Lihat selengkapnya