The Last Episode

queenara valerie
Chapter #16

satu per satu 'jatuh'

Stream "Interaksi" by Tulus for a Better Reading Experience

______________________________________

Kini, ketakutan kita semua jadi kenyataan. Levronka benar-benar termakan gombalan palsu nya Kris. Seakan tidak kenal Kris, dia yakin betul kalau cowok itu naksir betulan dengan dirinya. "Lev, jujur aja ya, bukannya mau bikin lo sedih apa gimana...tapi, ya..." Sabina melirik diriku, tidak enak ingin menyampaikan pendapatnya. Aku membalas tatapannya dan menganggukkan kepalaku singkat. "Lo tau lah Kris kayak gimana orangnya...senggol sana senggol sini." Sabina melanjutkan.

Joy melipat tangannya diatas meja. "Dia gak beneran suka sih, menurut gue." ujar Joy terang-terangan sambil menyedot minumannya.

Pamela ikut membuang napas. "Hehe, sama, gue juga merasanya gitu, Lev."

Namun, alih-alih merasa marah atau sedih, cewek itu malah cuek-cuek bebek. Alias omongan kita semua dianggap angin lalu. Ia menopang kepalanya diatas kepalan tangannya, membuang napas kasar serta tersenyum, berkata, "tapi, gue gak pernah seseneng ini, guys."

Oke. Kini kita semua saling pandang-pandangan. "Namanya lagi naksir sama orang juga pasti seneng, Lev. Dan gue sih support-support aja ya, kalau orangnya bukan Kris atau kalau Kris beneran suka. Lah, ini tuh enggak, Lev." Aku mencoba menyadarkan dirinya. Walau, mungkin kalau jadi Levronka, ini semua tentu aja gak gampang.


Tibalah hari dimana pemotretan akan dijalankan. Aku, Riana, Kris, dan Farel berada di satu ruangan dengan green screen yang dijadikan ruangan tetap untuk melakukan pemotretan. Kami mengurus dan mengorganisir segala pose yang nantinya akan dilakukan pada para murid. Kami juga sudah menyediakan beberapa pakaian atau properti-properti yang sekiranya bisa membuat foto kelihatan lebih menarik.

Sementara itu, sisanya berada di ruangan video untuk merekam video kesan dan pesan dari beberapa murid dan guru. Sesekali selama sesi pemotretan mereka datang ke ruangan foto sekedar untuk mengecek dan saling lihat apa yang kami sedang lakukan. Matt juga yang merupakan tukang dokumentasi, banyak menghabiskan waktu di ruangan foto.

Kami pun para panitia suka berpose ria sebagai dokumentasi untuk video behind the scene nanti. Gak jarang juga, mataku mendapati Levronka yang sengaja berdiri di sebelah Kris ketika Matt tanpa aba-aba mengarahkan kamera nya pada cowok itu. Dan seakan belom puas dengan upaya nya yang sudah berhasil, Kris masih bisa pula merangkul Levronka.

Aku menepuk jidatku sambil dalam hati berkata, "bisa kacau ini..."

"Gue nggak ngerti apa yang akan terjadi semisal Levronka found out kalo Kris cuman main-main." Sabina menggeleng-geleng kepala sembari memperhatikan mereka dengan was-was.

“Makanya, mana setiap Lev ngeluarin HP mau selfie bareng kita, Kris selalu ngerangkul-rangkul dia lagi,” Joy tiba-tiba sudah ada di sebelah kami berdua. “Lev gampang baper, aduh.” 

“Eh, sumpah iya, gue juga sadar.” Kami bertiga sontak menengok menyadari Farel sudah ada di belakang kami bertiga. Ia memegangi gulungan kertas rundown sembari menepuk-nepukkannya pada telapak tangannya. "Levronka kentara banget."

Aku reflek memukul bahu Farel singkat. "Bilangin, tuh, temen lo, makanya. Jangan buaya-buaya amat napa?" Aku memutar bola mataku.

"Yeee...napa jadi salah gue?" Farel melipat tangannya di depan dada. "Kris tabiatnya emang begitu. Dia tau dia ganteng, dia keren, makanya begitu deh. Tebar pesona."

"Kata gue, lo juga stop sih gangguin Pamel." Mata Joy lurus ke depan ketika dia mengatakan ini. Yang diajak ngomong, sontak menoleh dengan kerutan di dahi dan Joy membalas tatapannya sekarang. "Stop gangguin dia. Lo juga gak beneran suka, kan?" ujarnya galak.

"Gangguin gimana?" Farel berkacak pinggang. Dahinya masih berkerut.

"Ya, flirting-flirting sama dia lah!" Joy ngegas. Farel membuka mulutnya. Menutupnya kembali. Membuka. Menutupnya lagi. "Apa? Mau ngelak?" Joy menaikkan kedua alisnya.

Farel menghadap kedepan kini. "Ya, kalau emang beneran ada rasa gimana sih?"

"Hah?" Kini aku mendekatkan telingaku ke wajahnya. "Ada rasa beneran, kata lo?" Aku ikut melipat tanganku di depan dada. Sudah gila, kali dia.

"Jadi lo beneran ada rasa, Rel?" Suara Joy melembut.

"Sekarang sih belom tau." Yaelah, belom tau, udah langsung klaim udah ada rasa aja. Dasar labil! "Tapi, ya, niat gue jelas beda sama Kris."

"Kalau ada rasa beneran, gue sama sekali nggak ngelarang." Joy menutup mulutnya sebentar, "tapi, kalau nggak. Lo lebih baik stop." Joy keluar ruangan foto, meninggalkan kami.

Temen lo gak jelas, Vic. Kini, giliran aku yang kena semprot sama cowok keriting ini. Gak jelas gimana? Kau emang flirting terus sama Pamel! Semprotku balik gak terima. Jelas-jelas, setiap harinya di grup chat kami, Farel selalu menggoda Pamela.

Kimak kau, orang enggak ya! Aku mah nggak kek si Kris itu! Logat Bataknya keluar. Hei, mau kayak Kris kek siapa kek, namanya flirting ya flirting aja! Gak ada bedanya. Dia berdecak. Aku kok mau suka sama orang aja salah? Dia setengah menyindir. Gak salah, kalau kau benar suka. Kau aja masih gak yakin suka apa enggak! Gak usah lah, kau, ngedeketi orang yang belum kau suka.


Jam menunjukkan pukul tiga siang. Selesai foto per grup dari kelas masing-masing, kami juga akan mengambil foto per kelas beserta dengan wali kelas. "Ayo, kelas 9A dulu foto!" Joy mengarahkan toa ke depan mulutnya, "anak-anak kelas 9A harap kumpul di lapangan sekarang dong! Sekarang!" teriaknya dua kali lebih kencang dari yang sebelumnya. Namun, seperti biasa yang namanya ngumpulin orang itu gak pernah gampang. Murid-murid kelas 9A tanpa terkecuali. Mereka nggak muncul-muncul di lapangan, sementara Bu Dirasi yang merupakan wali kelas 9A sudah berdiri dibawah matahari yang terik ini.

Joy hendak berteriak sekali lagi, ketika Farel mengambil alih toa yang ada di tangannya dan berteriak, "WOY ANAK-ANAK 9A, KELUAR LO SEMUA! MAU FOTO KAGA? PANAS, TAU!" Matt lalu mengembalikan toa itu pada Joy, dan melipat tangannya di depan dada seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

Baru deh, setelah Farel meneriakkan panggilannya, murid-murid dari kelas pertama ini keluar, dan langsung berjalan ke tengah lapangan membuat barisan. "Oke, 1,2,3...cekrek...sekali lagi!" Si Forografer alias Matt mengeluarkan jari telunjuknya, "sekali lagi ayo, 1,2,3...oke." Dia mengangkat kepalanya dari kamera, dan menyuruh mereka semua melakukan gaya bebas. Serentak mereka membuat huruf 'A' di tangan mereka masing-masing dan Matt sekali lagi menjepret.

Kelas pertama selesai, disusul dengan tiga kelas sisanya. Sampai akhirnya kami para panitia menjadi yang terakhir untuk diambil fotonya. Membuat video 'it's a wrap' yang sudah ditunggu-tunggu, serta membereskan seluruh kelas dan memastikan tidak ada yang tertinggal.

Dengan tubuh yang sudah sempurna lelah, kami berjalan ke arah parkiran sekolah seperti biasa. Hari sudah mulai oranye. Aku menyenderkan tubuhku di kursi berbentuk batu. Menatap langit yang begitu cantik hari ini. Ah, mother nature, you always give me the best one in my most tired day. Kami belum berniat pulang. Hanya ingin melepas kelelahan di tempat ini yang walau adalah parkiran namun dipenuhi dengan berbagai pohon dan tempat duduk batu kecil.

Tadi semuanya lancar kan? Joy sembari menatap kearah langit bertanya dengan suara kecil dan lemah. Lelah sudah. Kami mengangguk. Aman kok.

Hening. Kami berdiam-diaman. Benar kata orang, mengurus manusia itu lebih melelahkan dibanding mengurus barang. Hal tersebut benar-benar terbukti seharian ini. Banyak orang yang nggak mau diatur, yang lupa bawa pakaian nya, atau sesederhana yang terus meminta retake foto sampai sesi dia sendiri memakan waktu selama setengah jam.

Mobil jemputan Levronka tidak lama datang. Ia bangun dari duduknya. "Kris, jadi mau makan nanti malem?" tanyanya di depan kita semua. Kris tidak langsung menjawab. Ia berjalan menghampiri cewek itu. Mengacak-acak rambutnya, sementara kita berdelapan yang duduk di belakangnya saling tatap geli.

Kris mengangguk. Aku jemput ya nanti malem. Dan mobil Levronka melaju pergi.

Lo kesambet apa? Ngapain sih, manis-manisin anak orang kalau gak beneran suka? Joy gusar sekali dengan cowok satu itu.

"Kenapa sih, Joy?" Kerutan di dahi Kris muncul ketika ia kembali memendaratkan bokongnya di bebatuan ini.

Lihat selengkapnya