The Last Future

Lyn Celine
Chapter #3

Bab 2

8 tahun kemudian…

Sepuntung rokok kembali di matikan di asbak, bergabung bersama putung-puntung yang lain. Kepulan asap tebal kembali keluar dari bibir Aleta.

Dia memeriksa kotak rokoknya, mengambil sebatang rokok putih, menyelipkannya ke bibir. Aleta melihat jam di dinding, sekarang pukul 4 sore, 2 jam lagi Galvin akan datang.

Aleta membakar ujung rokok mintnya dan dengan sekali tarik asap kembali mengepul di sela-sela bibir mungil berlipstik peachnya.

Dia berjalan ke salah satu kamar di rumahnya dan mendapati putrinya sedang tertidur pulas.

Masih aman terkendali, pikir Aleta.

Dia lalu kembali ke dapur dan menyiapkan makanan kesukaan Galvin, jangan di ragukan soal masak memasak, Aleta bisa bikin orang jatuh cinta padanya dengan mencicipi makanannya.

Aleta tertawa kecil begitu satu jam berlalu dan makanannya sudah jadi.

Tiba-tiba pembantu sekaligus pengasuh anaknya berlari menghampiri Aleta di dapur. “Bu Aleta, pak Galvin udah ad…” bisikan marta langsung terhenti bersamaan dengan suara langkah sepatu terdengar tepat di belakang Aleta.

Sialan! Umpat perempuan itu dalam hati.

Dia berbalik dan mendapati Galvin memicingkan matanya sambil merebut sebatang rokok menyalah di tangannya.

Marta sudah menghilang tidak kuat melihat cekcok kedua orang itu lagi.

“Gue dah bilang apa… stop ngerokok, Ta, ada galenka di rumah dia masih kecil,” hardik Galvin sambil meremas rokok Aleta dengan telapak tangannya.

“Galvin…” tegur Aleta sambil mencoba membuka tangan laki-laki itu. “Lo gila ya, segitunya matiin rokok,” pekik Aleta ngeri saat melihat ongokan rokok di tangan Galvin.

Laki-laki itu berbalik mengambil tisu membersihkan tangannya, Aleta bahkan tidak melihat dia menahan nyeri, aleta baru tau telapak tangan galvin ternyata batu.

“Udah beberapa kali kan gue bilang, gue gak suka liat lo kayak gini,” ujar Galvin kesal.

 “Oke, oke.” Akhirnya Aleta mengalah, untuk buat Galvin diam.

“Lo tau rokok itu gak baik buat tubuh krempeng lo ini,” nasehat Galvin sambil menunjuk dada kurus Aleta.

Itu membuat Aleta sebal karena mulut Galvin masih terus berkoar.

“Iya, iya pak dokter, baru datang berisik amat sih,” protes Aleta kesal.

Galvin diam sesaat, tapi dia tersenyum.

Aleta masih cemberut seperti tadi, Galvin tau Aleta sebal karena dia baru saja menghancurkan kebahagiaan kecilnya.

Kali ini senyum Galvin berubah menjadi tawa kecil. Galvin mengacak poni Aleta dengan gemas, membuat Aleta terlonjak kaget.

Ckckck… Apa-apaan sih Galvin ini! Ujar Aleta dalam hati.

Lihat selengkapnya