Chapter 3
“Bu, ponselnya bunyi…” ujar Marta sambil menyodorkan ponsel Aleta yang tadi tertinggal di ranjang Galenka.
Aleta mengambilnya dan melihat siapa yang menelfon, tiba-tiba senyum Aleta makin lebar mendapati nama seseorang di layar ponselnya.
“Lenka bangun?” tanya Aleta sambil menggeser layar ponselnya mengangkat panggilan itu.
“Gak bu, dia masih tidur,” ucap Marta tanpa merasa heran, mereka sama-sama tau anak itu kalau sedang tidur pulas susah sekali di bangunin seperti sekarang.
Aleta lalu mengangguk dan mengode Marta agar kembali melihat Galenka, sementara dia berbicara di ponsel.
“Aleta Ardian, apa kabaarrr?” seru cewek itu di ujung sana.
Suaranya sangat familier sampai Aleta tidak bisa melupakannya.
“Aku baik-baik aja ping, elo gimana?” Aleta balas bertanya.
“Sama, gue juga baik-baik aja,” ujarnya. “Galenkanya sehat-sehatkan?” tanya Pingkan ingin tau.
Aleta mengangguk sendiri, “Iya, dia udah besar pas terakhir elo kemari loh… Gak kangen apa sama dia…” goda Aleta.
Dia lalu mendengar pingkan tertawa garing di ujung sana, “Kangen dong, gue udah sampe dari tadi siang by the way.”
Aleta membelalakan matanya, “What? Maksud lo?” aleta tampak bingung, “Kok lo gak bilang sih kalo lo udah balik dari kalimantan,” protes Aleta.
Pingkan teman baiknya selama sekolah itu semakin tergelak di ujung sana. “Biar suprice,” ucapnya.
Sejak empat tahun lalu pingkan menikah dengan pria pengusaha batu bara di Kalimantan jadi dia ikut suaminya kesana.
“Hm, jahat ya aunty. Kalo gitu ayo main ke rumah,” ajak Aleta semangat.
“Yup, itu tujuan gue telfon elo, tapi setelah itu lo ikut gue ya,” ujar pingkan.
“Kemana?”
“Jadi gini, gue baru aja dapat kabar dari temen-temen sekolah kita via grup di wa, kalo mereka ajak kita reunian,” ujar Pingkan.
Aleta mengernyitkan keningnya, “Reuni?” tanyanya memastikan.
“Iya, lo mau ikut kan?” tanya pingkan.
“Tapi gimana sama Galenka?” ujar Aleta bimbang.
“Tenang mereka gak tau kalo lo udah punya baby,” ucap pingkan diujung sana.
Aleta mengelus tengkuknya, “Bukan itu.”
Aleta tau pingkan pasti akan pikir karena masalah itu dia tidak mau bertemu teman-teman lama, tapi sekarang aleta sudah berubah pikiran, dia tidak akan lagi menyembunyikan statusnya sebagai seorang ibu.
Jadi, ceritanya dulu, Aleta memang sempat menyembunyikan kehamilannya dari semua orang, dia sengaja melakukan hal itu untuk memulai hidup yang baru, dan saat dia melahirkan Galenka hanya Galvin dan Pingkan yang tau soal itu, sampai detik ini tetap seperti itu.
Tapi jujur saja semakin lama, pikiran Aleta pun berubah; Galenka adalah hartanya, kebanggaannya, harusnya dia tidak akan malu dengan predikat ibu dari Galenka.
Aleta berdeham kuat, “Maksud gue gak pa pa kalo mereka tau gue udah punya anak. Tapi masalahnya gue gak bisa ninggalin Lenka gitu aja, Ping.”
Pingkan mendesah kuat diujung sana, “Sekali-sekali jalan dong buuu, jangan cuma diam di rumah, sekolah, kafe… rumah, sekolah, kafe…” protes Pingkan.
Aleta mengerutkan bibirnya, memikirkan sesuatu.
Terakhir kali Aleta pernah meninggalkan Galenka saat Galvin juga tidak ada, anak itu sadar kalau dia dan Galvin tidak ada di rumah jadi Galenka menangis tanpa henti, sampai Marta kewalahan dan begitu Galvin tau cowok itu marah besar, jadi saat itulah Aleta agak ngeri kalo ninggalin Galenka begitu aja disaat Galvin juga tidak di rumah.
“Ayolah… gue udah mau jalan kesana loh,” bujuk Pingkan. “…kan lenkanya bole di titipin ke baby sitternya,” tambah pingkan lagi.
Setelah beberapa saat berpikir akhirnya Aleta termakan umpan, dia menarik nafas dengan panjang dan menghembuskan dengan cepat.
Tapi nggak ada salahnya bersenang-senang sedikit, kan anak gue lagi tidur, pikir Aleta.
“Oke, gue ikut,” ucap Aleta akhirnya.
***
Aleta bersiap-siap sementara pingkan menuju kemari, sebenarnya dia bisa saja naik mobilnya tapi tidak salahnya menumpang.
Tepat setelah Aleta selesai memakai gaunnya, suara pingkan sudah terdengar di rumahnya.