“Mam, aku seperti mendengar suara Papa, apa aku salah dengar?” Jessie bertanya kepada ibunya dengan berbisik.
“Mama coba lihat keadaan, Jessie tetap disini, jangan takut Mama tidak akan meninggalkan Jessie sedirian,” tukas Lilly seraya menenangkan Jessie, namun tidak menjawab apa yang Jessie tanyakan.
Lilly mengendap-endap mendekati pintu kelas, ditengoknya keadaan luar kelas dengan cara memanjat kursi dan melihat sekeliling melalui lubang ventilasi yang berada di atas pintu. Pandangan Lilly yang terbatas menyimpulkan bahwa keadaan di luar sudah aman.
“Ayo sayang come on,” Lilly mengayunkan telapak tangan ke arah Jessie, memberikan kode untuk keluar dari kelas. Jessie pun beranjak mendekat ke arah Ibunya dengan tanpa suara.
“Sepertinya sudah aman, Mama tidak melihat apapun diluar, hanya lorong kosong. Sebaiknya kita kembali ke mobil dan kita segera pulang,” kata Lilly meyakinkan ke putrinya, bahwa rencananya sudah tersusun rapi dan anti gagal.
Lilly segera memindahkan kursi yang tadinya digunakan untuk mengganjal supaya lebih kuat menahan pintu. Setelah itu ia membuka pintu dengan sangat hati-hati supaya tidak menimbulkan suara sedikitpun. Pintu pun terbuka. Memang sudah tidak terlihat seorang pun diluar, yang Lilly tidak sadar adalah ada satu ekor infected dibalik pintu luar kelas yang masih tersisa.
“Ayo sayang,” kata Lilly mengajak putrinya untuk keluar, masih dalam posisi menggandeng Jessie. Baru beberapa langkah kakinya menginjakan lantai koridor, dari arah belakang ada sesuatu menarik tangan Jessie.
“Aaa …!” teriak Jessie. Sontak Lilly melihat kebelakang. Seekor infected dengan muka hancur dan kulit pipinya terkelupas menarik tangan Jessie dan mengarahkan mulutnya untuk menggigit tangan Jessie yang digenggamnya.
“Mama … tolong!” teriak Jessie kedua kalinya. Ketakuran hebat melanda Jessie.
Lilly bergegas mengambil alat pel yang ada digudang kecil yang ada disela-sela ruang kelas, dan dipukulkan ke arah infected, gagang pel yang terbuat dari kayu itu juga hamppir mengenai kepala Jessie.
“Plak!” suara gagang kayu itu mendarat dikepala infected, namun tidak merubah keadaan, hanya men-jeda infected yang hendak menggigit tangan Jessie. Lilly bingung bukan kepalang, jika sampai Jessie terluka, apa yang akan disampaikan kepada Freed?
Lilly pun nekat menendang muka infected, malah sekarang ujung sepatunya tergigit. Tangan Jessie pun dapat terlepas dari cengkraman infected yang hendak memangsanya. Kini kondisi berganti, jari kaki Lilly yang hampir putus jika ujung sepatunya terus-menerus digigit oleh infected. Mau tidak mau, suka tidak suka Lilly harus merelakan sepatu hush puppies kesayanganya demi keutuhan jari kakinya.
Lilly segera melepaskan tali sepatunya dan menarik kakinya dengan cepat, tanpa pikir panjang ia gandeng erat Jessie dan berlari dengan sepatu sebelah menuju ke mobil yang terparkir didepan lobby sekolah.
....
Disisi lain Freed masih berusaha menjauhkan para infected untuk menjauhi gedung sekolah dengan cara memancing mereka untuk terus mengejarnya. Tetapi keadaan berkehendak lain dari rencana Freed, dari dalam gang-gang sempit pun bermunculan infected dan beberapa diantaranya adalah orang yang Freed kenal baik yaitu Pak Yanto, yang sudah berubah menjadi makhluk kusam dengan mulut berlendir. Freed sempat terdiam karena melihat pak Yanto dengan keadaan seperti itu, namun lamunanya tersadar saat mendengar jeritan Jessie, karena beberapa infected di barisan paling belakang juga terpancing untuk kembali ke gedung sekolah. Freed mulai panik, ia melepaskan satu tembakan ke atas supaya infected yang hendak kembali ke gedung sekolah terpancing lagi untuk mengejarnya.
Bukan hanya infected yang barisan belakang kembali mengejarnya, tambahan gelombang para infected dari segala penjuru berduyun-duyun berdatangan, seperti ada bel sarapan pagi yang membuat mereka seraya berdatangan. Bukan hanya beberapa lusin, sekarang kondisi sudah mirip saat Freed berada di rumah sakit, hanya saja sekarang ada diruang terbuka.
Freed berlari seratus meter dan mencoba sebunyi di cekungan gang buntu tempat biasa orang-orang sekitar membuang barang-barang bekas. Namun aksinya masih terendus para infected, Freed sudah terpojok dan tidak ada tempat untuk melarikan diri.
Gelombang infected seperti mahasiswa yang sedang demo penolakan naiknya harga BBM meringsek masuk gang tempat Freed mencoba sembunyi. Freed sudah berpikir bahwa dia akan mati konyol ditempat ini, namun semesta berkehendak lain.