“Kruthuk … krucuk …,” irama nyanyian perut mulai terdengar. Terik matahari mulai memanas yang artinya sudah tengah hari. Ratusan infected mematung mengerumuni mini bus merah marun yang didalamya ada keluarga kecil Freed yang sedang bersembunyi.
“Mam … aku lapar,” bisik Jessie lirih.
Jessie memegangi perutnya sambil meringis menahan sakit perut karena lapar. Lilly tidak tega melihat putrinya, seketika teringat bekal yang pagi tadi ia nsiapkan untuk putrinya.
“Tadi pagi Mama siapkan bekal, apa kau masukan di tas?” timpal Lilly dengan berbisik juga.
Perlahan Jessi membuka tasnya, namun sewaktu menggambil kotak bekal yang berisi nasi dan eggroll, sendok dan garpunya.
“Kletring …!” suara sendok dan garpu yang beradu satu sama lain.para infected langsung merespon suara itu, mereka mulai menyerang. Mobil bergoyang-goyang karena dorongan mereka dan telapak tangan para infected menghiasi kaca jendela mobil.
Jessie makan siang dengan pemandangan yang membuatnya bergidik ngeri.
“Kita kabur sekarang, pegangan yang kuat,” bisik Freed mengarahkan.
Mesin mobil dinyalakan, dan para infected merespon lebih ganas. Freed tidak membuang waktu, dimasukan ke gigi satu lalu langsung tancap gas tanpa ampun. Para infected bergelimpungan, ada yang terlindas ban mobil hingga badanya terpotong jadi dua, beberapa juga tersangkut di ash roda depan akibatnya laju mobil tidak bisa melaju dengan sempurna.
Mobil melaju 50 km/jam, di ikuti para infected yang terus mengejar.
***
“Dhar … dhar … dhar …!” suara tembakan senapan serbu menghiasi perbatasan kabupaten Sailendrakarta dan Tarunakarta.
“Wayan … awas dibelakang mu!” teriak seorang tentara dengan armor lengkap memperinggatkan kawanya yang juga sedang menembaki para infected.
“Krasshhhh …!” gigitan infected mendarat di leher bagian belakang Wayan, tentara yang sebelumnya di peringatkan kawanya.
“Aaarrhh … bangsat!” tentara yang bernama Agung itu mengerang sembari mengumpat kesakitan. Kondisi saat itu sangat chaos. Beberapa beberapa infected menikmati makan siang dengan menu daging tentara dan yang lainya meringsek masuk perbatasan yang di batasi oleh kawat berduri dan tank-tank tempur. Wayan yang tengah mencoba menyelamatkan diri, berlari sambil menahan luka leher belakangnya karena gigitan infcted yang baru saja menyerangnya.
Andrew, mengikuti langkah Wayan. Berjaga-jaga jika Wayan membutuhkan bantuan medis. Andrew adalah Perwira Tentara Nasional yang mengawali karir Perwira dari seorang dokter. Tidak jauh dari kakinya melangkah, ia melihat ada rumah yang hampir runtuh.
“Wayan … kita berlindung di rumah reyot itu saja!” Andrew mengarahkan.
Namun belum juga menjawab arahan Andrew, Wayan terjatuh lalu mengalami kejang hebat. Lalu sebelum Andrew mendekati untuk memeriksa keadaanya, Wayan berhenti dari kejangnya dan seperti mematung dalam kondisi terakhir kejangnya.