“Clak!” suara pematik api kompor gas. Di susul dengan suara pisau beradu dengan talenan. Pagi itu sunyi, terlalu sunyi untu sebuah pagi. Wortel dan daginng ayam sudah teriris dengan bentuk dadu. Setelah itu Lilly mengintip keluar jendela melalui lubang kecil diantara koran bekas yang menempel di kaca jendela. Terlihat jalan depan rumah Freed sepi, tidak ada infected satu pun.
Myra masih tertidur pulas disofa dekat perapian penghangat ruangan. Seperti orang yang sudah tidak tidur berhari-hari.
“Duk … duk … duk …,” suara kaki Freed menuruni tangga yang terbuat dari kayu jati lawas.
“Tuh anak masih tidur?” Tanya Freed kepada Lilly yang masih memantau keadaan sekitar.
“Sepertinya dia belum tidak tidur nyenyak beberapa hari,” jawab Lilly.
“Aku titip sup ayam didapur ya, kalau sudan harum tolong dimatikan apinya,” pinta Lilly. Lalu Lilly menaiki tangga menuju lantai dua untuk kekamar Jessie.
“Jessie masih tidur,” timpal Freed.
Freed menuju kedapur, dilihatnya panci sup dengan tutup kaca. Ia pun mengambil mangkuk kecil. Setelah kuah dirasa mendidih, ia buka tutup panci dan ia ambil kuah dan beberapa potong wortel di mangkuk yang ia bawa di tangan kirinya. Dan tidak lupa untuk mematikan api.
Freed duduk dikursi kayu tua yang ada didapur, ia meniup-niup mangkok kecil yang berisi sup.
“Sruulpph … ah … segar sekali, memang juara sup Lilly,” ucap Freed sambil menenggak habis kuah sup yang tersisa di mangkuk kecilnya.
Tak berselang lama ia ambil sebatang rokok dan menyalakan dengan api kompor. Freed membuka pintu rumah dan keluar ke halaman rumahnya untuk mencari udara segar.
“Jam sembilan pagi tetapi terasa jam enam pagi, tanpa suara kendaraan dan tanpa polusi,” gumam Freed sembari menikmati hisapan demi hisapan tembakau yang terbakar.
Pandanganya tertuju didepan mobil merahnya yg terparkir digarasi. Terlihat seperti batu yang dibungkus kertas. Ia mengambilnya dan membukanya. Didalam bungkusan memang batu, tetapi pada kertas tertulis;
”KALAU MAU MAMPUS GA USAH AJAK-AJAK, GA USAH BUAT GADUH!”
Freed Bingung siapa yang melemparkan bungkusan kertas ini. Ia terlihat celingak-celinguk. Awalnya dia berpikir pak Bram, tapi tidak mungkin. Tetangga depan rumahnya itu orang yang sangat humble dan tidak mungkin bisa berbuat sepengecut ini. Freed melihat pak Bram juga sedang merokok diteras rumahnya. Freed melemparkan senyum ke pak Bram. Tak disangka pak Bram membalas dengan acungan jempol dan jempolnya diarahkan kearah kanan pak Bram, yang berarti arah kiri Freed.
Freed paham maksud pak Bram, ia pun membalas dengan mengacungkan tiga jari seperti salam genre. Freed memantau keadaan jalan dengan kaca spion bekas yang di ikat kebambu yang biasanya untuk mengambil mangga. Terlihat infected berada di ujung jalan sedang mengerumuni sesuatu. Jumlah mereka tidak terlalu banyak sekitar dua puluh atau tiga puluhan yang terlihat. Freed membuang puntung rokoknya dan menginjak apinya. Lalu ia tempelkan kedua telapak tangan dan membungkuk, memberi kode kepada pak Bram bahwa dia mau masuk rumah. Pak Bram pun merespon dengan acungan jempol.
Freed tidak membuka pembicaraan tentang surat kaleng kepada Lilly. Jessie sudah berada diruang keluarga, ia sedang berbincang dan bercanda dengan Myra. Jessie memang anak yang mudah bergaul.