The Last Karta

Samuel Fetz
Chapter #17

MYRA II

Para infected berbondong-bondong berlarian ke arah Freed yang sudah siap bertempur. Infected yang sepertinya sudah haus akan darah segar dan daging manusia yang jumlahnya beberapa lusin mengerang sambil berlari.

“Greegedheeek …!” Suara pagar terbuka.

“Freed! Masuk cepat!” teriak Lilly dari samping pagar, tanganya masih menggenggan handle pagar yang juga terbuat dari besi dan dilapisi dengan karet sebagai handspat-nya.

Tidak membuang waktu Freed langsung berbalik arah ke rumahnya. Freed berlari dengan langkah lebar. Tidak membutuhkan tiga detik untuk sampai ke dalam pagar.

“Greegedhek … blam!” Pagar sudah tertutup kembali dengan Freed yang sudah ada didalam pagar.

“Kamu gila? Tidak mungkin kamu melawan sendiri!” ucap Lilly jengkel atas kebodohan Freed didepan matanya.

“Hah … hah … hah …,” nafas Freed masih tersengal-sengal. Ia melihat dari dalam pagar, infected yang memenuhi jalan depan rumahnya, beberapa tangan mereka masuk ke sela-sela pagar hendak meraih Freed.

“Lihat! Apa kira-kita kamu bisa selamat?” Tanya Lilly dengan nada yang masih jengkel.

“Ayo masuk!” timpal Freed tanpa menjawab pertanyaan Lilly.

***

“Myra … sini dek!” kata Lilly ramah.

“Ya … tante,” jawab Myra canggung.

“Bantu aku cuci piring, mau?” tanya Lilly sambil menganggukan kepalanya manja.

“Oh … dengan senang hati tante,” jawab Myra dengan senyuman.

Mereka berdua cuci piring, Jessie lalu beranjak mandi karena memang hari menjelang sore. Freed merokok sambil menghitung logistik yang tersisa.

“Sepertinya tiga hari lagi habis nih,” gumam Freed. Namun Freed tidak menyesal apa yang sudah dia lakukan untuk Pak Bram dan Ibu Beatrix.

“Myra tolong bawakan teko besi dengan motif blirik ya, bawakan ke meja depan perapian. ini aku sudah bawakan cangkirnya,” ucap Lilly sambil menunjukan empat cangkir yang juga terbuat dari bahan yang sama dan motif yang sama dengan tekonya.

“Freed … Jessie mana ya?” tanya Lilly kepada Freed.

“Tadi mau pamit mandi sih katanya,” jawab Freed.

“Oke … aku lihat dulu keatas,” tukas Lilly sambil berjalan ke tangga untuk ke lantai dua memastikan jessie. Empat cangkir sudah ada di meja oval dekat perapian. Ya … sekarang empat.

“Om ini teko …,” kata Myra lebih canggung.

“Taruh aja dimeja,” timpal Freed tanpa peduli.

“Maaf …,” ucap Myra sambil menunduk. Kemudian ia berjalan perlahan menuju tempat yang dimaksud Freed.

Sesaat Myra hendak meletakan teko.

“Duduk!” Suara Freed tegas. Jantung Myra dag … dig … dug …. Myra pun duduk dengan menundukan kepala.

Lihat selengkapnya