The Last Letter To You

Ayu fazira
Chapter #2

TLLTY 1

Pertemuan awal yang tak pernah kusangka. Kau datang bagai malaikat dan menolong ragaku yang sakit. Dalam sekejap aku sembuh.

......

Bau obat-obatan menyeruak masuk ke dalam penciuman Agra. Agra benci itu. Cukup kejadian 5 tahun lalu, membawa raganya menginjak tempat terkutuk ini. Nyatanya, seseorang telah mengajaknya masuk kembali. Agra tak bisa menolak. Mana bisa dia mengabaikan perempuan yang berusaha bunuh diri dengan menabrakkan diri di depan sebuah truk besar. Mana bisa Agra meninggalkan tubuh yang terkulai lemah di atas aspal dengan keadaan lumayan parah. Satu-satunya tujuan Agra ya, rumah sakit.

Lamunan Agra buyar saat Dokter dan beberapa perawat, keluar dari balik pintu bertuliskan 'Ruang ICU'. Lelaki berkaos hitam itu bangkit, menghampiri pria berjas yang saat ini memandangnya serius. Sepertinya kondisi perempuan tadi tak baik-baik saja. Pikiran itu yang bersarang di kepalanya sekarang.

"Gimana kondisinya dok?" pertanyaan itu dilontarkan Agra pertama kali.

"Kondisinya cukup parah. Pasien mengalami pendarahan akibat terlalu banyak mengeluarkan darah," jeda dokter seraya menghela napas, "Masalahnya, pasien mempunyai golongan darah AB dan kebetulan saja stok darah yang dibutuhkan pasien habis. Kami butuh darah itu secepatnya. Kalau tidak nyawa pasien tidak akan bisa tertolong."

"Ambil darah saya saja dok. Golongan darah saya AB," Agra langsung menawarkan diri. Agra tahu setelah darahnya di ambil nanti, tubuhnya akan ikut melemas. Tapi itu bukan menjadi alasan untuk Agra tak menyumbangkannya. Toh, bagaimana pun sesama manusia harus saling tolong-menolong.

Meskipun tipe Agra adalah tipe lelaki yang tak mau mencampuri urusan orang lain. Masalah nyawa, Agra rasa dia harus turun tangan.

"Apa anda yakin? Saya tidak punya banyak waktu lagi. Pasien harus segera diberi pertolongan," ucap dokter memastikan.

"Sudah Dok. Ambil darah saya. Yang terpenting perempuan itu bisa selamat," Agra berucap mantap. Meski wajahnya berekspresi datar.

Dokter mengangguk cepat, "Baiklah kalau begitu. Anda bisa ikut saya untuk pengambilan darah. Tapi sebelumnya anda harus di cek kesehatannya terlebih dahulu," Agra menyetujui dan mengikuti kemana dokter membawanya.

Kira-kira sekitar 20 menit, Agra keluar dengan raut wajah sedikit pucat. Wajar, darahnya di ambil lumayan banyak. Tak punya waktu lagi untuk mencari pendonor lain. Keadaan perempuan itu sudah genting. Kembali melangkah ke ruang ICU, Agra duduk di kursi tunggu yang ada di sana, sembari memijit pelipisnya akibat pusing mendera.

Satu hal yang Agra lupakan, yaitu Agni----kakaknya.

Agra menepuk dahinya pelan. Seharusnya dia menjemput kakaknya pulang ngantor. Dan ini sudah hampir satu jam Agra berada di sini. Menutup telinga rapat-rapat adalah hal yang harus Agra lakukan saat dirinya sampai di rumah nanti. Kalau sudah mengomel, telinga Agra seakan pecah. Suara Agni menggema di sepenjuru sudut rumah bila sedang marah.

Ting!!

Suara ponsel Agra berbunyi tanda pesan masuk. Dia merogoh ponsel dalam saku celananya dan melihat siapa si pengirim.

Benar saja.

Nama Agni terpampang jelas di layar ponselnya yang terbuka. Dengusan pun lolos dari bibirnya. Agni pasti akan mencercahnya habis-habisan.

Agni bawel

Heh adek sok dingin tapi ganteng! Kenapa lo nggak jemput-jemput gue?! Gue udah nungguin lo hampir satu jam di lobby kantor sendirian kayak orang jomblo! Padahal mah gue ada pacar! Kemana sih lo? Di rumah juga nggak ada lagi. Awas aja kalau lo udah sampe rumah, gue cincang abis anu lo! Sukurin! bye!

Lihat selengkapnya