The Last Letter To You

Ayu fazira
Chapter #3

TLLTY 2

Aku tidak tahu apa yang kini kurasakan. Yang aku tahu, hidupku terasa lebih indah dan bersemangat saat melihatmu untuk yang kedua kali.

......

Surat pertama untukmu.

Teruntuk kamu, sang penyembuh luka.

Saat itu aku benar-benar tidak sadar atas apa yang aku lakukan. Karena di pikiranku hanya terisi kalimat 'aku ingin mati'. Setelah itu kamu datang tiba-tiba bagai malaikat dan menolongku di ambang pintu kematian.

Terima kasih.

Oh iya? Aku boleh jujur nggak? Awalnya hidupku monoton. Hanya belajar, selepas itu pergi bekerja. Bahkan untuk memiliki pacar saja tidak terpikirkan olehku. Apalagi merasakan rasanya dicintai dan mencintai seseorang. Tidak pernah.

Tapi sekarang, aku sudah merasakannya. Aku jatuh cinta pada pandangan pertama sama kamu. Jantungku berdetak kencang melihat tatapan tajammu. Pertamanya, aku kira itu cuma bentuk perasaan terbawa saat kamu menolongku. Setelahku biarkan berhari-hari tanpa kejelasan, wajahmu selalu terbayang dalam mimpiku. Tak mau pergi. Jantungku kembali berdetak kencang dari biasanya. Aku pikir, itu bukan perasaan terbawa. Melainkan tumbuh perasaan suka lalu cinta. Pada akhirnya, aku menyeruakkan pada dunia, bahwa aku mencintaimu.

Sekali lagi, terima kasih.

Love

Dari aku, si gadis beruntung.

Kinan mengulas senyum meratapi hasil tangannya semalam. Sudah lebih dari tiga kali, dia tak berhenti memandanginya. Seolah itu laki-laki bermata tajam yang menolongnya di rumah sakit. Kinan kembali melipat suratnya dan membungkusnya dengan amplop berwarna biru. Tidak lupa menempelkan stiker berbentuk hati di bagian kanan atas surat. Simbol yang menandakan bahwa seluruh hati Kinan telah direbut oleh laki-laki itu. Kinan berharap, waktu bisa mempertemukan mereka kembali dan saat waktunya tiba, Kinan akan memberikan surat cintanya.

Arloji kecil yang melingkari pergelangan tangan, dilirik sang pemiliknya, Kinan bangkit dari duduknya dan bergegas keluar dari ruang perpustakaan kampus.

Ya, Kinanta Aurelia adalah seorang mahasiswi baru di Universitas Brawali. Universitas Swasta terkenal di pusat Kota Jakarta. Dia mengambil jurusan Ekonomi Manajemen. Kinan bercita-cita menjadi seorang direktur. Maka dari itu, dia mengambil jurusan yang sesuai dengan passion-nya.

Suasana kampus pagi menjelang siang ini terlihat ramai, berbagai aktivitas pun tertangkap mata, mulai dari segerombolan mahasiswa berkumpul untuk membahas suatu kegiatan, ada yang bersiap pulang, atau hanya sekedar mengobrol di bawah pohon rindang.

Langkah kecil Kinan membawa dirinya ke salah satu bangku taman kampus yang terletak bertepatan dengan pintu masuk. Perempuan berpita merah itu, menggali sesuatu di dalam tas slempang miliknya dan mengeluarkan sebuah novel romantis kemudian fokus membaca. Selagi menunggu kedatangan seseorang.

"KINAN!" teriak seseorang dari kejauhan, berjalan mendekatinya.

Yang di panggil menolehkan kepala seraya tersenyum lembut. Kinan menutup novelnya, memasukkannya ke dalam tas. Dia bangkit dari duduknya.

Perempuan yang memanggilnya adalah Zerina, sahabatnya. Mereka bersahabat sejak Kinan duduk di bangku menengah pertama sampai sekarang. Kinan mensyukuri setidaknya masih ada yang mau berteman dengannya yang memiliki kisah hidup menyedihkan.

"Lo kok di sini? Emang nggak ada kelas lagi?" Zerina ikut melempar senyum.

"Enggak ada. Kamu sendiri abis ini ada kelas?"

Zerina mencebikkan bibirnya, sebal, "Astaga Kinan! Masih aja ya lo manggilnya kayak gitu! Gue geli tau! Gue berasa jadi pacar lo tau nggak!"

Kinan terkekeh pelan. Zerina paling anti di panggil kamu, "Lagian aku nggak terbiasa manggil kamu, dengan sebutan lo."

Perempuan berambut panjang sebahu itu memutar bola matanya malas, "Harus terbiasa! Gue nggak mau tau! Pokoknya sama gue jangan manggil gitu, kalau sama orang lain ya terserah lo! ya, ya?"

Kekehan dari arah Kinan mengakhiri aksi pertengkaran kecil mereka, "Iya! Iya! Bawel lo!"

"Kantin kampus kuy! Gue laper nih Nan," Zerina menepuk-nepuk perutnya yang rata, sambil memasang muka minta dikasihani.

"Biasa aja dong mbak mukanya, nggak ada uang receh nih," canda Kinan.

"Sialan lo! Yauda yuk," Zerina mengapit lengan Kinan. Mereka berjalan menuju kantin yang terletak di dalam gedung kampus, diikuti Kinan di sebelahnya.

Kinan dan Zerina memilih duduk di dekat pojokan, sebab malas jika harus mengambil posisi di tengah-tengah kantin yang jelas saja lebih dekat dengan penjual makanan. Lautan manusia membuat keduanya tak terlihat. Kinan justru senang.

"Pesan apa Nan? Biar gue yang beli," tawar Zerina pada sahabatnya.

"Gue jus jeruk aja deh."

"Oke! Lo tunggu bentar ya," setelah itu Zerina pergi membeli makanan, menyisakan Kinan seorang diri.

Pandangan Kinan menyapu area kantin yang ramai dipadati para mahasiswa-mahasiswi berbagai jurusan, hanya saja cara membedakannya adalah warna jasnya. Untuk jurusan Ekonomi, jas warna kuning, Psikologi warna hitam, Matematika warna merah, Akuntansi warna hijau dan masih banyak lagi. Kinan tidak tau jelas warna apa saja. Intinya, Kinan sekarang memakai jas warna kuning, sebab dia mahasiswi jurusan Ekonomi, sama seperti Zerina. Kelasnya pun sama.

Maniknya memendar dan berhenti tepat di sudut kantin, di sana ada tiga orang laki-laki tampan, salah satu diantaranya, menarik seluruh pusat perhatian Kinan. Seorang laki-laki tampan berkemeja hitam, lebih tampan dari kedua temannya yang lain, menjadi pusat menarik bagi Kinan saat ini.

Sebab, kedua temannya asyik bercanda dan tertawa, justru laki-laki itu memilih diam dengan wajah datarnya, sesekali dia menganggukkan kepala untuk menanggapi guyonan temannya.

Entah kenapa, jantung Kinan berdebar tak karuan. Sosok itu sangat tidak asing untuk Kinan kenali. Seperti pernah berjumpa, tapi tidak tahu di mana. Lamunannya buyar ketika Zerina datang membawa nampan berisi pesanan mereka dan meletakkannya di atas meja.

"Na, gue mau nanyak deh," Kinan memelankan suaranya. Takut kedengaran orang lain.

Zerina duduk, fokusnya pada Kinan, "Apaan sih?"

"Lo tau nggak, nama laki-laki yang di sudut kantin itu?" Kinan mengarahkan jari telunjuknya ke arah objek.

Perempuan berambut sebahu itu memutar kepalanya, mengikuti arah tangan Kinan, "Yang mana? Kan ada tiga tuh ya,"

"Yang kemeja hitam."

"Oh, si Agra. Kenapa emang?" selidik Zerina, "Terpesona lo ya? atau jangan-jangan lo suka dia?"

Sekali lagi Kinan memperhatikan lekat-lekat wajah si tampan. Semua memori di kepalanya seakan terkumpul kembali. Menyatu layaknya luka yang awalnya menganga, kembali merapat dan pulih seutuhnya.

Itu kan laki-laki yang nolongin aku?iya, nggak salah lagi. Kinan membatin.

Tak terelakkan, semburat merah tercetak jelas di wajah cantiknya, "Enggak. Gue nanyak aja."

"Nggak usah bohong ke gue. Gue tau lo suka. Selama ini, lo kan nggak pernah dekat sama cowok mana pun. Dan untuk yang pertama kalinya gue liat muka lo bersemu gitu. Beneran lo suka kan?"

Kinan salah tingkah. Dia mengigit bibir bagian bawah, menahan luapan bahagia, "Gimana ya jelasinnya? Lo masih ingat cerita gue yang beberapa hari lalu? Yang gue di tolongin sama laki-laki tampan tapi ekspresinya datar abis? Nah, ternyata dia itu orangnya. Gue baru ingat sekarang."

"Sumpah lo?!" tak sengaja Zerina berteriak kuat. Mengundang tanya para penduduk kantin. Mereka jadi memandang ke arah dirinya dan Zerina.

"Aduh! Jangan keras-keras dong Na. Diliatin orang-orang tuh," Kinan menutup wajahnya dengan buku binder miliknya. Tak mau jadi pusat perhatian.

Zerina langsung menutup mulutnya, "Ups! Maaf. Ya lo sih, ngasih tau gue sesuatu hal yang mencengangkan. Wajar gue syok."

Lihat selengkapnya