Takdir hidupku memang terlalu pahit. Aku terus berjalan tanpa ada satu orang pun yang menghiraukannya
......
Tamparan keras mendarat dengan mulus di pipi kanan Kinan sehingga tubuh mungilnya terhempas ke atas sofa. Penampilannya malam ini tampak acak-acakan. Rambut tergerainya, berantakan.
Sekarang, dia sedang berada di tempat kerjaannya yang kedua. Sebuah klub ternama yang terletak di pusat Kota Jakarta. Seperti yang sudah Kinan katakan, bahwa setiap malam, dari jam delapan malam sampai menjelang subuh, Kinan bekerja di sana sebagai pelayan Bar. Setiap hari, sampai Kinan hanya punya waktu tiga jam untuk mengistirahatkan diri. Selepas itu, bangun lalu berangkat kuliah. Begitu seterusnya.
Kinan meringis, memegangi pipinya yang menghasilkan bercak memerah. Ada rasa ketakutan di kedua bola mata coklatnya, melihat kemurkaan pria berjas hitam dihadapannya. Pria berjas hitam yang kerap di sapa Tuan Brown itu, pemilik salah satu klub ternama sekaligus pemilik rumah judi yang namanya sudah terkenal di kalangan para pengusaha kaya.
Di dalam ruangan serba hitam dengan penerangan minim, Brown menatap tajam perempuan di depannya. Darah dalam tubuh kekarnya hampir saja mendidih, jika saja dia tidak mengingat status perempuan itu sebagai anak angkat dan budak kesuksesannya.
"DASAR TIDAK BERGUNA!" bentakan keras menyapu pendengaran Kinan. Dia menutup matanya, takut menatap mata Tuan Brown yang menyalang.
"KAU SUDAH MEMBUAT TUAN MAX, HAMPIR MENCABUT SEBAGIAN SAHAM MILIKNYA DI KLUB INI! APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN KINAN?! JAWAB!"
"A-aku ha-hanya menendang kemaluannya," Kinan takut-takut mengeluarkan suaranya. Aura Tuan Brown, begitu mengerikan. Dia tak bisa berkutik.
Meski Tuan Brown Papa angkat Kinan. Kinan sama sekali tidak diperbolehkan memanggilnya dengan sebutan 'Papa'. Kinan sendiri tidak mengerti, kenapa.
Jawaban Kinan, sukses membuat mata elang itu semakin berkobar api, "APA KAU SUDAH GILA?! KENAPA KAU MENENDANGNYA, BODOH?!"
Pria setengah baya yang saat ini berdiri menjulang tinggi di depan Kinan, hendak kembali menampar sisi pipi Kinan lainnya. Namun, tangan kekarnya tertahan di udara. Sebagian hatinya memberontak untuk tidak menyiksa perempuan lemah itu malam ini. Kalau tidak, Kinan tidak akan bisa bekerja besok. Uang jutaan rupiahnya, tidak akan bisa dia dapatkan kalau tak ada Kinan.
"Dia ingin menyewaku dan aku menolak kemauannya itu! Dia semakin memaksaku Tuan! Max ingin melecehkanku!" Kinan memberanikan diri, meninggikan suaranya, meski dia tahu akan berakibat fatal.
Wajah Brown merah padam. Kemarahannya semakin membludak. Lolos sudah. Dia menampar pipi Kinan satunya lagi, kuat. Membuat tubuh mungil itu kembali terhempas, "KENAPA KAU TIDAK MENURUTI SAJA KEMAUANNYA?! DENGAN BEGITU AKU AKAN SEMAKIN KAYA!"
Kinan menggeleng kuat, menahan isakan yang sebentar lagi akan keluar, "Tolong Tuan, jangan menyuruhku untuk melakukan itu! Kau boleh menjadikan aku pelayan di tempat terkutuk ini, tapi tolong jangan suruh aku untuk melakukan hal terhina itu! Aku tidak mau!"
Suara gemeletak gigi Brown mengalun jelas di telinga Kinan. Kinan meneguk ludah susah payah. Seluruh tubuhnya merinding, "Kau sudah berani menentangku?!" pertanyaan Tuan Brown, lagi-lagi membuat tenggorokan Kinan terasa kering.
Brown berjalan satu langkah, mendekati Kinan. Tangan kokohnya menjambak rambut Kinan agak kencang. Tidak perduli jika korbannya adalah perempuan. Yang terpenting, dia ingin menuntaskan permasalahan ini dan keluar dari ruangan itu secepatnya.
"Sakit, Tuan! Tolong lepaskan!" Kinan berusaha melepaskan tangan Brown dari atas kepalanya. Rasa nyeri menjalar sampai ke ubun-ubun, "Maafkan aku Tuan Brown. Maafkan aku." mohonnya dengan lirih.
"Kau tidak ingat siapa dirimu, heh?!" Tuan Brown mengeluarkan seringainya, "Kau dengar baik-baik Kinan! Jangan pernah menentang kemauanku! Seperti kejadian beberapa tahun silam, kau lupa jika aku yang menolongmu dari para mafia-mafia itu! Kalau saja aku tidak berbaik hati saat itu, kau sudah di bunuh hidup-hidup Kinan! Aku yakin kau tak akan bisa melupakan kejadian tragis itu! Jadi jangan membuat ulah Kinan atau kau akan tau akibatnya!" Brown semakin menarik rambut Kinan, kuat.
"Iya, Tuan. Aku berjanji. Tolong lepaskan. Ini sangat sakit tuan," Kinan memohon dengan suara penuh luka. Bahkan lukanya sudah menjalar ke hati dan rongga dadanya hingga menyiptakan sesak yang luar biasa, sakitnya.
Tanpa bisa dicegah lagi, air mata Kinan menerobos keluar, badannya bergetar hebat. Pasrah akan nasibnya malam ini. Rasa sakit menjalari kepalanya, terasa nyut-nyutan, sebab Tuan Brown menjambaknya beringas, tanpa toleransi.
"Berterima kasih padaku, karena aku, hidupmu selamat! Bahkan hidupmu sekarang, jauh lebih baik semenjak aku mengangkatmu sebagai seorang anak dan mempekerjakanmu di sini! Dan siapa sangka, kehadiranmu justru membuatku semakin kaya raya," tawa licik tuan Brown menggema di sepenjuru ruangan. Tertawa di atas penderitaannya.
"Semua pengusaha berlomba-lomba ingin memberikanku banyak uang, menawarkan kerja sama perusahaan padaku. Jadi, jangan melakukan hal bodoh itu lagi pada salah satu pengusaha kaya itu! Kalau kau tidak ingin aku menyiksamu lebih dari ini!" ujar pria itu, memperingati.
"A-aku ja-janji Tuan Brown. Tolong lepaskan tanganmu. Kepalaku sangat sakit," Kinan memohon di sela tangisnya.
Sebelum melepaskannya, Brown mendekatkan bibirnya ke telinga Kinan. Membisikkan sesuatu yang membuat Kinan tidak dapat berkutik lagi.