The Last Letter To You

Ayu fazira
Chapter #6

TLLTY 5

Kamu lebih dingin daripada sebongkah es. Kamu tak tersentuh layaknya kita tak pernah bertemu. Dan kamulah, satu-satunya lelaki yang membuat pikiranku kacau tak menentu.

......

Surat kedua untukmu.

Teruntuk Agra, sang pengacau hati dan pikiran.

Kamu itu cuek.

Kamu itu datar.

Kamu itu susah untukku gapai.

Kecuekanmu, melemahkan pikiranku. Wajah datarmu, mengacaukan hatiku. Pada akhirnya, akan sulit untukku, menarik seluruh perhatianmu.

Tapi tak apa. Aku menyukai segala hal yang ada pada dirimu. Semua menyangkut tentangmu. Meski diriku akan menanggung sakitnya diabaikan, bagiku tak masalah. Asal kau membiarkanku jatuh cinta kepadamu. Jika kau melarangku untuk tak menyukaimu, aku hanya perlu menulikan kedua telingaku saja. Agar kau mengerti bahwa aku tak ingin berhenti suka.

Love

Dari aku, si gadis penggilamu

Sudah kali ketiga Kinan membaca serentetan kalimat di secarik kertas putih hasil tulisannya, untuk dia berikan pada lelaki tampan bernama Agrata Razzan.

Ingatannya kembali jatuh saat adegan dimana dia bersikap kurang ajar dengan mengambil kunci motor Agra secara tiba-tiba, tapi tak jauh kurang ajar dari Agra yang meninggalkannya di emperan toko, sendirian. Tidak mempunyai rasa kasihan sekali terhadap perempuan. Walau di akhir, Kinan pulang menaiki taksi dan sampai rumah dengan selamat, meski waktu di perjalanan sebuah motor mengikuti laju taksi yang dia naiki. Syukur saja tak berlangsung lama. Namun, tetap saja Kinan masih kesal pada Agra. Dan juga tak lama, karena Kinan sudah tidak kesal lagi.

Perlahan senyum manis milik Kinan mengembang penuh, memperhatikan sekali lagi isi surat cinta darinya, khusus dia buat penuh rasa cinta. Memilih begadang sampai tengah malam hanya agar surat itu benar-benar layak dia persembahkan pada Agra.

Kembali melipat kertas itu dan memasukkannya ke dalam amplop berwarna merah lengkap dengan stiker love tertempel sempurna di bagian kanan atas beserta namanya terpampang jelas di sana, lalu membawa langkahnya ke tempat di mana Agra berada.

Saat ini, Kinan berada di kampus. Gedung kampus Agra dengannya, sama. Hanya beda lantai saja. Kinan di lantai satu sedangkan Agra di lantai tiga.

Kekuatan tekad mengumpulkan keberaniannya, Kinan yakin, Agra pasti menerimanya. Bersedia membaca isi suratnya sampai selesai. Bersedia memberikan senyum atas kejujuran dari perasaannya. Maka dari itu, hal berbau negatif dia enyahkan jauh-jauh dari pikirannya.

Sosok laki-laki yang sejak tadi malam memenuhi sebagian ruang di kepalanya, muncul dari arah perpustakaan, berjalan santai ke dekat taman kampus, duduk di salah satu bangku yang tersedia sambil membawa buku tebal bersampul hijau di tangannya.

Senyum di wajah Kinan pun semakin tak terkendalikan lagi. Hatinya berdesir kala memandang wajah dingin namun tampan. Jantungnya berdebar saat mata tajam itu bertemu dengan mata teduhnya.

"Boleh gabung?" Kinan bertanya saat dirinya sampai di hadapan Agra. Meminta izin duduk di samping lelaki itu. Walau tidak ada larangan sekalipun, rasanya tidak sopan. Seperti mengganggu.

Entah karna Agra malas menghentikan kegiatan membacanya, entah karna tak minat mengangkat sedikit saja kepalanya, atau berpura-pura tidak mendengar, Kinan tak tahu. Yang jelas Agra bergeming.

"Yaudah, aku anggap aja kamu ngebolehin," Alhasil, Kinan menjawab sendiri. Meski setelah itu juga tidak ada suara dari arah Agra.

"Kamu lagi baca apa, Agra? Serius banget," Diliriknya Agra sekilas. Ekpresinya masih sama saat pertama kali Kinan melihatnya, dingin.

"Jawab dong. Aku berasa ngomong sama patung tau gak," bibir Kinan memberengut kesal. Nyatanya, diabaikan sangat miris.

Diam. Fokusnya tetap pada buku di tangannya. Sama sekali tak menghiraukan ocehan perempuan asing tepat di sebelahnya.

Agra tak suka jika kegiatan bacanya di ganggu. Agra tak suka mendengar suara perempuan itu. Agra tak suka kehadiran orang lain saat dirinya bersantai dengan keadaan menenangkan ini.

"Kamu hari ini nggak ada kelas lagi Gra?"

Tidak ada respon.

"Agra, kamu dengar aku ngomong kan?"

"Enggak ada yang nyuruh lo duduk di sini," suara datar Agra terdengar dari sekian lama berdiam. Matanya tak bergerak dari pandangan. Cukup membuat Kinan tersenyum singkat.

"Memang nggak ada. Ini keinginan aku sendiri buat nyamperin kamu," Kinan meremas jari tangannya, gugup, "Kamu nggak suka kehadiran aku ya?"

Lihat selengkapnya