Kabar perceraian musisi Ahmad Dhani dan Maia Estianti sedang heboh dibicarakan.
Seorang gadis bernama Rini baru saja memenangkan sebuah ajang pencarian bakat.
Tahun ini terjadi perubahan krusial dalam dunia hiburan. Anakanak yang beranjak remaja meninggalkan kebiasaan menonton kartun pada Minggu pagi karena sebuah acara bernama Inbox menjanjikan hiburan yang dinilai fresh untuk mereka penyuka musik pop.
Di Jakarta, selain kemeriahan Gelora Bung Karno yang menjadi tuan rumah perhelatan Piala Asia, situasi politik mengalami peningkatan setelah untuk pertama kalinya diadakan pemilihan gubernur melalui pencoblosan yang demoktratis.
Ini bukan tentang Jakarta dan segala macam hiruk pikuk karena aku tinggal di Kota Jogja yang tenang— kurasa. Bagiku, Jogja adalah miniatur surga. Bersama keindahan kota dan ramah-tamah penghuninya. Segalanya terasa lebih mudah di sini.
Hal yang terasa paling mengusik Jogja secara umum hanyalah mengenai munculnya ponsel merek Hi-tech yang mempunyai fitur televisi analog dengan dukungan antena kecil yang bisa dilepas atau tentang merebaknya warnet (warung internet) yang selalu penuh dengan dua tipe orang, yaitu pemain “Ayo Dance” atau pencari jodoh via Yahoo Messenger dan Mig33!
Jika membahas Jogja, mana mungkin menolak membicarakan romantisme yang mentradisi?
“Hei, kamu memutar musik terlalu keras!” Kudengar suara Zahra di ujung telepon, “Ganti dengan lagu Sheila on 7 atau matikan saja!”
Sebenarnya, dia tak perlu repot-repot menghabiskan pulsa untuk marah seperti itu. Zahra bisa mengeluarkan sedikit kepala ke jendela lalu berteriak.
“Hei, matikan sekarang!”
Aku baru meletakkan HP, tapi Zahra lagi-lagi menelepon lagi.
“Iya-iya, akan kuganti Sheila on 7.”
Aku klik “Pemuja Rahasia”, kemudian mengambil buku Bahasa Inggris dari ransel di samping meja PC. Aku berniat mempelajari Present Tense. Belum satu paragraf kubaca, ponsel berbunyi lagi, “Zahra?”
“Jamal, kamu ingin mengajakku berkelahi? Cepat keluar sekarang!”