The Last Piece Of Puzzle

Mizan Publishing
Chapter #3

Rumah Koko

Selain Zahra, hanya ada tiga orang yang aku anggap sahabat: Koko, Seto, dan Handi. Koko adalah orang yang sering aku bonceng ke sekolah. Rumahnya selisih dua gang dari rumahku.

“Koko, ayo berangkat!” teriakku di depan rumahnya.

Koko hanya bicara jika ada sesuatu yang dianggapnya penting. Terkadang, aku merasa sedang mengantar patung dari rumah sampai sekolah.

Seseorang yang seperti semangka mendekati Koko. Seto. Sejak kelas I, Seto memang memilih sebangku dengan Koko. Pada mulanya, aku tidak mengerti apa yang ada di pikirannya, tapi setelah nilai ujiannya selalu bagus, aku mengerti kalau Seto tidak salah memilih teman sebangku.

Aku duduk bersama Handi. Dia selalu menjadi orang terakhir yang datang di antara kami berempat. Bukan karena pemalas, justru karena seorang pekerja keras. Setiap pukul empat sore sampai sepuluh malam, dia bekerja di Cofee Shop. Sebelum Handi duduk di samping kanan, dia akan menyalami kami satu per satu. Entah apa maksudnya dan setiap kali bertemu Handi tidak pernah bosan melakukannya.

 

Aku melihat Zahra yang duduk di bangku kedua dari depan. Dia benar-benar ingin memperbaiki nilai agar bisa masuk Universitas Gajah Mada jurusan Kedokteran. Memilih duduk dengan Reta, perempuan berkacamata, yang selalu menempati tiga besar se-jurusan IPA. Zahra tidak ada bedanya dengan Seto ....

Sepulang sekolah, kami berempat menuju rumah Koko. Tentu saja tanpa meminta persetujuan Koko. (Ayolah ..., dia tidak akan peduli!)

Ibu Koko sedang menyiram bunga. Di depan rumah ada ratusan bunga dan polybag berisi bibit tanaman. Orangtua Koko membuka toko bernama Toko Bunga Koko. Bisa-bisanya Koko diberi kehormatan dengan menjadikan namanya sebagai nama toko keluarga.

“Bi, kenapa diberi nama Toko Bunga Koko? Kenapa tidak Toko Bunga Bibi Suriah atau Toko Bunga Paman Bono? Atau Toko Bunga Siluman Kerbau?! Setidaknya itu lebih baik.”

Bibi Suriah tersenyum mendengar apa yang Seto tanyakan.

Paman Bono adalah nama suami Bibi Suriah, sedangkan siluman kerbau merupakan karakter fiksi yang dianggap kakak oleh Seto. Seto benar-benar aneh. Dia pernah mengatakan bahwa dirinya jelmaan Sun Gokong. Di pertengahan semester, dia mengangkatku menjadi Biksu Tong, Handi menjadi Wu Cing, juga Koko sebagai Kuda Putih (Tentu saja, dia tidak peduli) dan kami pun kali ini tidak peduli.

Sejak bersahabat, kami sering datang ke rumah Koko karena masakan Bibi Suriah sangat enak. Pernah saat makan bersama, Paman Bono bercerita tentang perjuangan meraih cinta istrinya.

Paman Bono muda memetik bunga di rumah seseorang yang tidak dikenal dengan maksud untuk menyatakan perasaan kepada Bibi Suriah. Pada saat bersamaan, ternyata rumah itu sedang disatroni maling. Karena ma-ling kepergok massa, paman tegang dan akhirnya ikut lari dikejar massa. Akhirnya, Paman Bono sempat dipukuli dan menginap di kantor polisi. Paman Bono bebas karena ayahnya yang seorang polisi dapat membuktikan Paman Bono tidak terlibat dalam aksi pencurian. Ya, Paman Bono mengaku hanya memetik bunga untuk pujaannya. Seto menyamakan cerita itu dengan kisah Pat Kai sebelum dihukum menjadi siluman babi: Kisah cinta Jenderal Tien Peng dan Adik Chang E. sehingga sejak saat itu, dia tidak pernah lagi mencari karakter Pat Kai.

Lihat selengkapnya