— 2017.
Lapangan basket terlihat sepi tanpa Abimanyu bahkan ketika ada yang bermain di sana. Di mata Aesha, Abimanyu-lah pemain basket terbaik di sekolah ini. Namun, hari ini batang hidung lelaki muda itu tak muncul barang sedikitpun di hadapannya. Aesha pun mulai khawatir.
“Aesha? Gue kira lo udah pulang,” ujar Rajen yang keluar dari arah ruang ganti baju. Rajen membawa bola basket dan melemparkannya ke rekan satu tim. “Nyariin Abi? Gak ada di sini. Dia udah gak kesini selama tiga hari,” jelas Rajen.
“Kalo boleh tahu kenapa ya?” tanya Aesha, “Soalnya gue chat gak dibales-bales,”
“Ya ditelepon atuh neng. Masih zaman emang pacaran chatting-an doang?” balas Rajen. Aesha hanya diam tak menjawab apapun. Rajen pun terbelalak. “Jangan bilang … lo sama Abi HTS-an?!” serunya heboh.
Aesha mendecak sebal. “Ish! Rajen kenapa sih keras-keras ngomongnya?” protes Aesha.
“Tapi, beneran, lo gak pacaran sama Abi?”
“Emang kenapa sih?!” seru Aesha dengan emosi. Rajen pun tertawa membuat Aesha semakin emosi.
“Abi masih cupu ternyata,” gumam Rajen sambil menggelengkan kepalanya. “Udah sana, cari aja di kelas atau di bu Rumpi. Kalau gak ketemu, telpon aja.”
“Iya makasih sarannya,” jawab Aesha dengan ketus.
“Suka tapi gengsi. Gengsi kok dipelihara,” kata Rajen dengan tertawa puas. Aesha pun memukul lengannya.
“Gue doain hari ini tim lu kalah!” seru Aesha dengan kencang dan mengundang protes dari teman satu tim Rajen. Aesha pun segera keluar dari lapangan basket.
Aesha telah mencari ke kelas, ke kantin, bahkan ke tempat yang mungkin akan dikunjungi oleh Abimanyu, namun hasilnya tetap nihil. Ia pun panik karena ponsel Abimanyu tidak aktif sehingga teleponnya tidak dijawab. Aesha berlari dari lorong ke lorong, tangga ke tangga, dan sepenjuru sekolah. Lalu, ia menemukan Abimanyu duduk di halte bus. Entah kemana motor yang ia banggakan itu.
Ia terduduk lemas tanpa harapan di sana, tubuhnya bersandar dan matanya terpejam. Ia tidak memakai earphone, mungkin ponselnya mati. Air wajahnya terlihat frustasi. Aesha mendekati Abimanyu dengan diam dan pelan.
“Abi?” panggilnya dengan pelan. Itulah pertama kali Aesha tidak menunjukkan senyumannya saat memanggil nama Abimanyu. Wajah Aesha terlihat cemas dan lega di waktu yang bersamaan.
Abimanyu membuka matanya perlahan dan air mukanya berubah lega setelah melihat Aesha berdiri di hadapannya. Ia duduk tegap dan tersenyum tipis. “Aesha,” panggilnya sebagai balasan.
“Kamu kenapa?” tanya Aesha dengan khawatir. Dengan begitu, Abimanyu menceritakan keluh kesahnya di halte bus itu tanpa ragu sekalipun. Ia sangat percaya Aesha mampu memahami dirinya.
Beberapa bulan lagi Abimanyu dan Aesha akan memasuki masa kuliah. Maka dari itu, mereka sedang sibuk-sibuknya mencari bakat dan minat, jurusan, dan universitas yang mereka impikan. Mereka juga sangat berusaha untuk menaikkan dan mempertahankan nilai akhir supaya dapat masuk ke universitas tanpa tes. Namun, rupanya Abimanyu mengalami kesulitan. Apa yang ia mau bertentangan dengan keinginan ayahnya. Abimanyu bingung harus bertindak seperti apa.
“Abi, impianmu itu enggak salah. Gak ada yang salah sama sekali dengan itu,” ujar Aesha, “Aku gak punya cara supaya orangtuamu bisa paham dengan apa yang kamu mau, tapi apa sebaiknya kamu bicarakan baik-baik? Coba kamu jelaskan kenapa kamu memilih jurusan itu, apa manfaat ke depannya, dan prospek kerjanya bagaimana. Mungkin itu akan membantu orangtuamu untuk mengerti,” jelas Aesha dengan sangat ramah dan lembut. Entah mengapa, hati Abimanyu menjadi sedikit lebih tenang bahkan sebelum ia coba saran dari Aesha. Saran yang gadis itu beri mungkin takkan berhasil, tapi yang terpenting adalah Abimanyu merasa tenang untuk sementara dan rasa semangatnya perlahan kembali. Karena itu pula, rasa cinta Abimanyu kepada Aesha bertambah besar.
“Aesha, senyumlah,” ujar Abimanyu. Aesha berdeham karena kebingungan. “Tersenyumlah untukku,” sambungnya. Aesha pun tersenyum dengan sangat manis dan hangat. Membuat hati Abimanyu berdegup lebih kencang dari biasanya, membuat Abimanyu candu akan senyuman gadis itu. “Jangan pernah berhenti tersenyum. Aku suka senyuman itu,” kata Abimanyu dengan senyuman.
Lalu, kemudian Abimanyu mengungkapkan perasaannya yang jelas untuk pertama kalinya kepada Aesha.
“Saya suka kamu, Aesha,” ucap Abimanyu dengan lancar namun tangan gemetar.