Malam semakin larut, tak ada lagi hiruk piruk dunia, tak ada lagi aungan kendaraan. Yang ada hanya kesunyian, sepi, dan mungkin damai(?). Lampu rumah-rumah pun sudah banyak yang padam, mungkin sang empunya sudah tertidur pulas, merangkak menjelajahi dunia mimpinya, mencari kenyamanan, dan mencari ketenangan.
Namun berbeda dengan gadis bersurai hitam panjang itu, duduk di dekat jendela kamarnya, iris matanya tak lepas dari langit malam yang sangat pekat. Bukan bintang yang ia lihat, bukan pula bulan yang menarik atensinya. Sebab kedua benda langit itu tak nampak di malam ini, bersembunyi malu dibalik awan yang sangat hitam. Gadis itu menatap lekat bulir-bulir hujan yang jatuh kebawah -yang katanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi-.
Ya, malam ini tumpahan air dari langit tak kunjung reda. Malah semakin malam akan semakin deras, seakan-akan rintik demi rintik itu tidak ingin meninggalkan bumi.
Mungkin hujan sedang menghibur bumi yang sudah sangat lama tidak ia sambangi. Mungkin juga hujan ingin memberitahu bumi bahwa bumi masih menjadi tempatnya untuk pulang. Atau, hujan hanya ingin menumpahkan segala hal yang tak perlu digenggam lagi.
Malam dan Hujan. Bukankah kombinasi yang sangat cocok untuk membuat suasana yang damai dan nyaman? Atau membuat suasana yang menyedihkan?.
Kurasa, suasana ini cocok untuk kedua-duanya.
Gadis itu tersenyum kecut, lalu menunduk menatap genangan air yang dihasilkan dari bulir-bulir hujan. Bukan menatap sepenuhnya, melainkan dia sedang melamun.
Untuk beberapa saat hanya suara rintik hujan yang seakan menjadi alunan musik indah malam ini.
"Bodoh" cacinya entah kepada siapa. Ekpresinya tidak kesal, tidak juga terlihat sinis.