The Last September

lrahmaniat
Chapter #3

One Step

-The Last September-

"AIRA..." teriak salah satu siswa di koridor lantai satu yang berhasil menghentikan langkah Aira.

"apa?" tanya Aira datar

"lo di panggil Bu Aisyah di ruang guru." kata orang itu setelah menormalkan nafasnya yang terengah-engah karena berlari.

Aira mengangguk "ok, Terimaksih" datarnya, lalu setelah itu diapun berlalu menuju ruang guru.

-The Last September-

Kalian tau hal yang paling dibenci siswa teladan saat berada di sekolah? Ya. Nilai menurun, penambahan point pelanggaran dan guru tidak mengajar. Dan saat ini opsi terakhir terjadi di dalam kelas X-2, seisi kelas ramai dan berantakan. Saat-saat ini yang mereka lakukan hanya Bergosip, Berdandan, Menjahili teman, bahkan ada juga yang masih berkutat dengan Buku tebalnya.

Terkadang mereka seperti menonton konser idol kpop, sangat Ramai. Dan gadis bersurai hitam legam panjang yang duduk di dekat jendela itu hanya diam, karena sebenarnya dia sangat benci kebisingan. Sesekali dia membaca buku yang ada di atas mejanya itu.

Namun sedetik kemudian, senyumnya merekah di wajahnya. Hal itu tak luput dari penglihatan Dhea yang duduk di sebelah kiri gadis itu. Gadis bersurai sebahu itu mengernyit heran atas kelakuan sahabatnya itu.

nih anak lama-lama jadi gak waras deh, batin Dhea.

"lo kenapa sih ra, tadi wajahnya lo datar kayak aspal depan rumah yang baru diperbaiki, lah sekarang jadi senyum-senyum gak jelas gitu. lo kerasukan setan sekolah ya?" selidik Dhea yang malah bergidik sendiri memikirkan apa yang dia ucapkan.

"hush sembarangan aja lo ngomong. gue tuh lagi seneng Dhe."

"seneng kenapa? lo itu seneng karena mau jadi perwakilan sekolah kita untuk lomba olimpiade Fisika Se Provinsi gitu? ya ampun ra, gitu aja seneng. lo kan udah biasa ngikut lomba-lomba kayak gitu." ucap Dhea tak habis pikir jika memang begitu adanya.

Aira menatap Dhea dengan senyuman yang tambah melebar "bukan itu Dhe, tapi karena orang yang juga akan ikut lomba olimpiade kayak gue yang bikin gue seneng."

"Orang yang ikut lomba olimpiade juga? siapa?" tanya Dhea penasaran.

Aira tersenyum kembali.

tok tok tok....

Aira mengetuk pintu ruang guru, "Assalamualaikum" salamnya. setelah salamnya dibalas, diapun berjalan ke arah tempat Bu Aisyah-guru Fisika sekolahnya duduk.

Sesekali badannya menunduk saat melewati guru-guru sembari melempar senyuman kepada guru-guru yang ada di ruangan itu. maklum saja, kini waktu istirahat pertama sedang berlangsung. Jadi tak heran jika guru banyak memenuhi ruangan guru, ada bebarapa yang keluar menuju kantin untuk makan atau sekedar membeli minuman, ada juga guru yang akan menyuruh siswa-sisiwinya untuk membelikan makanan dan minimun.

Sebenarnya, saat ini Aira sangat kesal karena waktu istirahatnya tersita karena disuruh menghadap Bu Aisyah. Menjadi pertanyaan juga bagi dirinya mengapa dia dipanggil guru fisikanya itu padahal jika diingat-ingat dia tidak mempunyai kesalahan apapun.

"Ibu mencari saya? ada apa bu?" to the point Aira ketika sampai di depan meja Bu Aisyah.

Bu Aisyah tersenyum tipis "Bulan depan ada olimpiade, dan ibu ingin kamu mewakili sekolah kita untuk pelajaran Fisika." ucap Bu Aisyah yang juga langsung pada intinya.

"kenapa Aira bu? kan banyak siswa yang pintar melebihi kepintaran Aira." tanya Aira heran.

Bukan Aira tidak mau menjadi perwakilan sekolahnya, apalagi untuk olimpiade Fisika. Dia malah sangat senang. Tapi pasalnya banyak siswa yang pintar bahkan jika dibandingkan dengan Aira, Aira kebanting banget. kalah jauh broo. tapi ini, kenapa harus Aira? Aira tahu sejak SMP, Aira selalu ikut lomba olimpiade seperti ini, khususnya pelajaran Fisika karena Aira sangat menyukai pelajaran itu. Ketika 90% siswa sangat membenci Fisika, tapi Aira sangat mencintainya. menurut Aira pelajaran Fisika itu mudah karena selalu kita temui di sekitar kita.

Aira sangat suka pelajaran menghitung, seperti Fisika dan Matematika karena bagi Aira pelajaran menghitung itu sudah sangat jelas hanya menggunakan Rumus dan hasilnyapun tidak berubah-ubah(berubah kalau kalian salah ngitung, gitu aja), lain halnya dengan pelajaran Kimia dan Biologi yang kebanyakan menggunakan kata, logika serta menalar dan itu membuatnya pusing. Aira sangat sulit menghafal dan Menalar. Mungkin karena otak kirinya lebih aktif daripada otak kanannya.

ok kembali pada obrolan guru dan sang murid.

"lalu siapa? " bukannya menjawab pertanyaan Aira, Bu Aisyah malah bertanya kembali.

Aira menghela nafas panjang "ada Tya kelas X-1, Reno X-2, terus ada Daffa X-3. terus siapa lagi ya Aira tidak terlalu kenal sama yang lain bu." ucapnya lirih ketika mengucapkan kalimat terakhir.

Bu Aisyah tersenyum pada Aira "Aira dengerin Ibu ya, si Tya dia akan mewakili di Biologi, Reno di bidang Matematika, terus kandidat-kandidat yang pintar juga sudah mewakili pelelajaran yang lain seperti Geografi, Sejarah, Sosiologi. dan ini tinggal Fisika, hanya kamu yang cocok untuk mewakili sekolah kita dalam bidang Fisika." jelas panjang lebar Bu Aisyah.

"Daffa bu? masih ada Daffa." ucap Aira cepat.

"Daffa akan mewakili di bidang Kimia, iyakan Daf?" jawab Bu Aisyah yang diakhiri pertanyaan kepada siswa yang sedari tadi tanpa Aira sadari sudah berada di depan meja sebelah kiri meja Bu Aisyah. Dan itu berarti Orang itu ada di samping Aira.

Aira menoleh ke samping, tubuhnya mematung saat melihat Daffa yang sangat dekat dengannya dan menatapnya juga. Hingga ucapan yang keluar dari mulut Daffa menyadarkan Dunianya.

"Iya bu, saya menjadi perwakilan sekolah untuk mengikuti olimpiade Kimia." jawab Daffa sambil tersenyum kepada Aira.

Melihat senyuman sekilas itu, Airapun mengerjap-ngerjapkan matanya. Entah kenapa Jantungnya berdebar melihat senyuman itu.

aishh, nih jantung norak banget sih, batin Aira sambil menunduk menyembunyakan semburat merah di pipinya.

"tuh kan, jadi ibu gak mau tau kamu harus mau jadi perwakilan sekolah kita dalam olimpiade Fisika. lagipula ibu juga gak sembarang memilih kamu untuk ikut olimpiade ini. karena dilihat dari 2 bulan ibu mengajar kamu, ibu tahu kamu sangat pintar dalam pelajaran fisika. " tutur Bu Aisyah.

Aira menghela nafas panjang "baik bu, saya mau." akhirnya mengalah.

Bu Aisyah tersenyum mendengar jawaban Aira.

Lihat selengkapnya