THE LEA'KING

Widi Martha Magdalena
Chapter #8

8. Kembar Absurd

Taburan bintang bagaikan permadani yang menyelimuti dinginnya sang langit. Suara jangkrik saling bersahutan menambah syahdunya keheningan malam ini. Suasana seperti ini yang selalu Putri rindukan dari kampung halamannya.

Suasana seperti ini tidak bisa ia temukan di kota tempat ia mengais rejeki. Bukannya jangkrik yang ia temukan di tempat kosnya. Namun, kecoa,,, memang sih bentuk kedua hewan itu hampir sama. Tapi, tetap saja,,,, berbeda.

Bintang yang hadir untuk menyemarakkan langit malam pun tidak seheboh seperti di kampung halamannya ini. Yang absen di bentang langit hanya beberapa, itupun kalau cuaca malam tidak mendung.

Andai dunia kerjanya seindah langit di angkasa, dan semenenangkan suara jangkrik. Namun, yang ia temukan selama ini hanya kekuasaan yang menekan. Si kuat akan menekan si lemah sampai serendah-rendahnya.

Kenapa harus persaingan secara kotor yang mereka lakukan, jika dengan cara adil pun bisa ditempuh. Semua rasa keadilan tertutup di balik kokohnya tembok kekuasaan.

Putri berjanji pada dirinya sendiri, jika Allah membukakan jalan untuknya bisa mendapatkan kekuasaan. Ia akan berbuat adil, tanpa timpang memihak salah satu pihak. Karena, berada dalam posisi yang selalu dipersalahkan walau sebaik apapun yang kamu lakukan, itu sangatlah tidak enak. Seakan dunia tidak pernah memandangmu, walau sebenarnya keberadaanmu itu ada di tengah-tengah mereka.

"Nduk," panggilan dari suara bariton itu membawa angan Putri kembali ke alam sadarnya.

Putri menenegok ke belakang, ia mendapati sang ayah yang berdiri gagah sambil tersenyum hangat. Pria inilah sumber kekuatannya, orang yang mengajarkan Putri untuk menghadapi kerasnya dunia. Cinta pertamanya, pria yang tidak akan bisa tergantikan posisinya oleh pria manapun.

"Bapak,,," ucap Putri sambil memeluk tubuh kekar yang sudah mulai menua itu.

"Duduk sini," pinta sang ibu, Putri dan ayahnya menurut, mereka duduk di kursi teras.

"Kalau pulang mesti begitu, hanya bapak yang dipeluk-peluk. Ibu ki opo? Mung pritilan kwaci seng ajur.*" protes Sukma, pura-pura ngambek.

"Hahaha,,, ibu mah ngambek'an,," ujar Putri sambil memeluk tubuh ibunya. Tubuh yang telah rela mengandung dan melahirkannya. "Putri kasih bonus cium pipi deh." Putri mencium pipi ibunya, membuat sang ibu tertawa geli.

"Kamu memang paling bisa mengambil hati ibu dan bapak," ujar Rahman sambil membelai rambut panjang putrinya itu.

"Buk, pak,,, seandainya Putri gak kerja lagi di Garin mall bagaimana?" tanya Putri sambil menenggelamkan wajahnya pada bahu Sukma.

"Dari awal bapak tidak pernah meminta kamu untuk bekerja nduk," jawab Rahman, "biar bapak yang bekerja, kamu fokus aja sama kuliah kamu."

"Putri gak tega melihat bapak harus banting tulang demi Putri bisa kuliah."

"Itu sudah menjadi kewajiban bapak nduk."

Putri menggelengkan kepalanya, "Enggak pak, pengorbanan bapak buat Putri selama ini sudah cukup. Sekarang, gantian Putri yang berbakti pada ibu dan bapak."

"Kamu sudah menjadi anak berbakti nduk. Dari kecil sampai sekarang, kamu selalu manut (patuh) sama bapak dan ibu," ucap Rahman sambil tersenyum, "sekolah pun kamu selalu mendapat beasiswa karena prestasi kamu. Kamu adalah kebanggan kami nduk. Jadi, jangan pernah merasa terbeban, ceritakan pada kami apa yang terjadi sama kamu."

Mengalirlah semua cerita Putri. Mulai dari kejadian Cantika sampai kejadian ia dipecat.

"Setelah ini Putri akan mencari pekerjaan lagi pak."

"Jangan terlalu memaksakan diri nduk," ucap Rahman sambil mengusap rambut Putrinya. "Istirahat dulu di sini, kami juga merasa kangen sama kamu. Nikmati kenangan waktu kecil kamu di sini. Ado sama Udry nyariin kamu terus, si kembar itu kayak anak ayam kehilangan induknya kalau gak ada kamu."

Putri terkekeh, teringat dua sahabat kembarnya itu. Andro dan Audry adalah anak kembar tidak identik. Dari kecil mereka lebih sering dipanggil Ado dan Udry, panggilan kesayangan yang disematkan Putri. Dan panggilan itu menular pada semuanya, hingga sampai sekarang mereka masih dipanggil Ado dan Udry.

"Bukannya Ado kerja di Jogja ya pak?" tanya Putri.

Lihat selengkapnya