The Legend Of A Fairymaid

Anggia Nayanika
Chapter #2

Chapter 1 - Fairymaid

Lihat, gadis sok cantik itu terlambat! Pak Hans pasti akan marah karena Bapak tua itu paling tidak suka melihat ada seseorang yang terlambat.

Wah, meski sedang berlari seperti itu, ia masih kelihatan cantik ...

Oh, itukah Celine Bradley? Mahasiswi yang terkenal di universitas ini? Aku akan berusaha mendekatinya nanti. Rumor mengatakan bahwa ia adalah seorang pewaris hotel yang megah itu? Aku bisa menumpang kekayaan jika ia jadi kekasihku. Hehehe.

Gadis dengan rambut hitam lurus separas punggung yang sedang berlari itu mengernyitkan dahinya begitu suara pikiran yang terakhir terdengar di telinganya. Ia menoleh sesaat ke arah si pemilik suara terakhir, sedikit memperlambat langkahnya. Seorang lelaki jangkung berwajah tampan yang melihatnya dengan senyuman yang menggoda.

"Hai, Celine!" sapanya begitu mata mereka tanpa sengaja bertemu.

Celine yang mengetahui siapa gerangan yang memanggilnya, kembali mempercepat langkahnya. Ia hanya melambaikan tangan tanpa menoleh lagi ke arah pria itu.

Dasar sombong! Lihat saja, akan kutaklukkan dirimu biar kesombonganmu itu sirna!

Suara pikiran itu kembali terdengar, membuat Celine terkekeh sembari bergumam, "coba saja kalau kau bisa." Gadis dengan mata hazel itu kini telah sampai di depan pintu kelasnya. Ia menarik napas lega begitu melihat bahwa dosennya belum berada di kelas.

Segera ia duduk di sebelah salah satu sahabatnya, Bianca Grey.

"Cel! Untung saja Pak Hans belum datang, kalau beliau tahu kau terlambat, beliau pasti akan memberikanmu mimpi buruk!" Gadis dengan rambut cokelat ikal sebahu itu menatap Celine cemas bercampur kesal. Padahal sejak pukul tujuh ia telah menelepon Celine, gadis itu bahkan mengangkatnya dan mengatakan akan pergi mandi.

Celine mengatur napasnya yang tersengal. "Ban mobilku bocor tepat di depan hutan Blaine. Jadi aku terpaksa berlari karena Pak Jim tidak membawa ban serep dan tidak ada kendaraan lain yang lewat." Hutan Blaine adalah hutan pinus yang terhampar sepanjang tiga kilometer, tepat di sebelah Universitas Laboum, tempat dimana Celine berkuliah.

Gadis itu meliarkan pandangannya. "ke mana Aira? Apa dia tidak masuk lagi hari ini?" Matanya mencari kelibat sahabatnya yang lain, Aira Llyod. Gadis blonde dengan mata hitam legamnya itu sudah beberapa hari ini tidak masuk kelas. Bila ditanya, ia hanya mengatakan bahwa ada 'urusan keluarga'. Baik Celine maupun Bianca tidak bisa bertanya lebih jauh lagi karena Aira selalu mematikan ponselnya setelah mengucapkan kalimat tersebut.

Bianca hanya mengangguk lesu. "Iya. Urusan keluarga lagi ... tapi dia bilang besok dia akan masuk. Kuharap dia baik-baik saja. Kau tahu kan, dia anak yang selalu memendam isi hatinya."

Celine mengangguk setuju. Selama bersahabat sejak masuk SMP dengan keduanya, Celine juga menyadari bahwa Aira jarang sekali menyuarakan apa yang disuka maupun yang tak disukainya, meski dalam pikirannya sekalipun. Ia lebih sering mengikuti apa yang diinginkan oleh orang lain. "Jangan khawatir, besok kita bisa bertanya kepadanya pelan-pelan. Mungkin dia mau menceritakan masalahnya pada kita."

Lihat selengkapnya