Sore itu, Raizel, dan juga Aira duduk di sofa yang ada di gazebo di halaman belakang rumah keluarga Bradley. Manakala Arion sedang berada di ruang kerja Fabian, ayah Celine.
Angin bertiup dengan sepoi, membawa sedikit ketenangan. Celine meniti langkahnya menuju gazebo tersebut dengan baki berisi satu teko berisi ice lemon tea, empat buah gelas, dan juga empat potong cake cokelat yang nampak menyelerakan.
Gadis itu juga lantas menghidangkan cake-cake tersebut di depan masing-masing orang. Manakala Aira menuangkan isi teko ke dalam masing-masing gelas.
"Mungkin pertanyaanku ini agak tidak sopan ... tapi, apakah makanan manusia ini bisa mengenyangkan perutmu?" tanya Aira ragu-ragu. Sebentar tadi, ia mendapati kenyataan bahwa Arion dan Raizel adalah kaum vampir. Dan jika melihat vampir pada film-film maupun drama, mereka hanya menghisap darah untuk bertahan hidup.
Raizel mengangguk. "Tentu saja. Kami memakan makanan manusia hanya untuk mengenyangkan perut, tapi kami tetap harus menghisap darah untuk mengisi energi kami," jawab Raizel.
"Lalu, Rai ... apakah kau ... menghisap darah manusia?" tanyanya lagi.
Raizel tersenyum tipis sebelum menjawab. "Tidak. Baik aku maupun Arion, kami hanya menghisap darah hewan. Tapi ... jika keadaannya mendesak, mau tidak mau kami harus menghisap darah manusia."
"Keadaan mendesak? Keadaan seperti apa yang bisa dikategorikan mendesak?"
"Seperti... jika kami sedang bertarung dan telah kehilangan banyak tenaga, maka kami harus menghisap darah manusia, karena darah manusia sebenarnya membuat kami jauh lebih kuat daripada darah hewan."
Aira menganggukkan kepala. Sungguh dunia ini penuh dengan hal yang tidak terduga. Tak pernah dia bayangkan, dia akan berteman dengan seorang fairymaid, dan juga dua orang vampire.
"Jadi, Aira ... sejak kapan kau tahu bahwa aku bukanlah manusia?" Celine yang sedari tadi mendengarkan percakapan keduanya, akhirnya bersuara. "Kau juga langsung meminta pertolongan Raizel dan Arion. Berarti kau juga tahu bahwa mereka juga bukan manusia, kan?"
***
Sementara itu, di ruang kerja Fabian, Arion sedang duduk di hadapan ayahnya Celine sembari menyeruput kopinya. Ia telah memberi tahu kejadian hari ini kepada Fabian.
"Terimakasih, Arion. Aku tak tahu harus mengandalkan siapa jika tak ada kau. Dan juga sahabatmu itu. Kalian telah bersusah payah dalam menolong Celine." Lelaki itu tersenyum hangat.
"Sudah kewajibanku melindungi Celine, Ayah mertua. Dan kurasa kita juga bisa mengandalkan Raizel untuk kedepannya."
Fabian mengangguk. "Jadi, apakah kita akan melaksanakan rencanamu?"
Arion terdiam sejenak sebelum bersuara. "Iya, Ayah. Kurasa tempat terbaiknya untuk saat ini adalah di sisiku. Ulang tahunnya akan tiba dalam beberapa hari lagi, dan baunya akan semakin kuat. Sementara lingkungan ini penuh dengan manusia, kita tak tahu makhluk apa yang akan datang nanti. Dan juga perlindungan yang kuberikan untuk rumah ini semakin memudar. Terlalu berbahaya bagi banyak orang jika Celine tinggal di sini. Dia pasti akan aman bersamaku."
Fabian memandang Arion, meresapi setiap kata demi kata dari mulut lelaki berambut merah tersebut. "Apa kau bisa memastikan hal itu? Yang terpenting bagiku adalah keselamatannya."
"Anda bisa memegang janjiku, Ayah. Aku akan memastikan bahwa putri Ayah akan baik-baik saja selama bersamaku."
Fabian mengangguk pasrah. "Baiklah. Aku akan mendiskusikannya dengan istriku dulu. Tapi, aku punya satu permintaan."