Sampailah kabar kepada Raja Arthur bahwa Ryence, Raja Wales Utara, akan berperang melawan Raja Leodegrance dari Camelgard. Begitu mendengar kabar ini, Raja Arthur berang, sebab dia menyayangi Leodegrance dan membenci Ryence. Maka, berangkatlah dia bersama Raja Ban dan Bors, serta dua puluh ribu prajurit, untuk mendatangi Camelgard dan menyelamatkan Leodegrance; mereka membantai sepuluh ribu prajurit Ryence dan membuat sang Raja Wales Utara terpaksa lari menyelamatkan diri. Kemudian, Raja Leodegrance menggelar pesta besar bagi ketiga raja penyelamatnya, dan menggelar bagi mereka segala macam sukacita dan kesenangan yang dapat dibayangkan. Pada perayaan itulah Raja Arthur melihat Guinevere, putri Leodegrance, untuk kali pertama, dan akan dikisahkan kemudian bahwa Arthur akhirnya memperistri Guinevere.
Kemudian, Raja Ban dan Raja Bors pulang ke negeri mereka, yang sedang dilanda kesusahan akibat ulah Raja Claudas. Raja Arthur ingin ikut dengan mereka, tetapi mereka menolaknya, “Jangan, kau tidak perlu ikut kali ini, karena kau masih punya banyak tugas di tanahmu sendiri. Kami, dengan harta yang kau berikan untuk kami, dapat menyewa banyak kesatria hebat, dan dengan rahmat Tuhan, semoga kami sanggup bertahan dari kebengisan Raja Claudas. Jikalau kami membutuhkan bantuan, kami pasti meminta pertolonganmu. Sebaliknya, kalau kau membutuhkan pertolongan, panggillah kami, dan kami akan segera membantu. Kami bersumpah demi raga kami sendiri.”
Setelah kedua raja itu pergi, Raja Arthur bergerak ke Caerleon. Ke kota itulah Belisent, istri Raja Lot, sekaligus saudari seibu Raja Arthur, datang sebagai pembawa pesan; tapi sesungguhnya wanita itu datang untuk mengamati kekuatan Raja Arthur. Bersama Belisent, datang pula serombongan bangsawan pendamping, serta keempat putranya—Gawain, Gaheris, Agravaine, dan Gareth. Akan tetapi, saat Belisent melihat Raja Arthur dan kemuliaannya, juga betapa mengagumkan seluruh kesatria dan abdi-abdinya, dia tidak jadi memata-matai sang adik, dan malah membongkar siasat suaminya dalam melawan kekuasaan Arthur. Sang Raja, yang tidak tahu bahwa Belisent adalah saudaranya seibu, merayu wanita itu; karena sangat mencintai Belisent, sekaligus terpesona oleh kecantikannya, dia menahan sang wanita selama beberapa lama di Caerleon. Oleh sebab itu, Raja Lot, suami Belisent, semakin memusuhi Raja Arthur, dan membencinya dengan penuh kesumat.
Pada masa itu, Raja Arthur pernah mendapat sebuah mimpi yang mengherankan dan membuatnya gundah gulana. Dalam mimpinya, seluruh negeri diserang oleh banyak griffin dan naga, yang membakar dan membantai rakyat di mana-mana; sang raja sendiri bertarung untuk menumpas makhluk-makhluk itu, dan karenanya, dia terluka parah hingga nyaris tewas; tapi pada akhirnya dia berhasil mengalahkan dan membantai semua makhluk itu. Saat terjaga, hati dan pikiran Raja Arthur terasa amat berat karena memikirkan arti mimpinya. Namun, karena mimpi itu tidak juga dapat dipahami maknanya, guna mengenyahkan seluruh beban pikiran, Raja Arthur mempersiapkan diri bersama sekelompok kesatria pendampingnya untuk berburu.
Begitu tiba di hutan, sang raja melihat seekor rusa jantan besar di hadapannya, dan dia memacu kudanya mengejar rusa itu. Dia terus mengejar rusa tersebut hingga kudanya kehabisan napas, terjerembap, dan mati. Karena rusa jantan itu lolos, dan kudanya sudah mati, Raja Arthur duduk di dekat sebuah mata air, dan kembali terhanyut dalam permenungan. Tatkala duduk seorang diri di sana, dia seakan-akan mendengar suara banyak anjing pemburu; sepertinya anjing-anjing itu tiga puluh pasang banyaknya, dan ketika mengangkat kepala, sang raja melihat sesosok makhluk teraneh yang pernah disaksikannya, tengah berjalan ke arahnya. Kepala makhluk itu seperti ular, tubuhnya seperti macan tutul, ekornya seperti singa, tetapi kakinya seperti rusa jantan. Suara makhluk itu keluar dari dalam perutnya, bunyinya tak ubahnya tiga puluh pasang anjing yang menyalak. Saat makhluk itu minum, ia tidak bersuara, tapi kini, setelah selesai minum, ia berjalan dengan suara yang lebih keras lagi.
Sang raja terpukau menyaksikan semua itu, tapi karena amat kelelahan, dia pun terlelap. Tidak lama berselang, dia dibangunkan oleh seorang kesatria yang sedang berjalan kaki. Sang kesatria berkata, “Wahai Kesatria yang melamun dan terkantuk-kantuk, katakan kepadaku, apa kau melihat seekor makhluk aneh lewat di dekat sini?”
“Ya, aku melihatnya,” jawab Raja Arthur, “tapi sekarang dia sudah berjalan sekurangnya dua mil jauhnya dari sini. Apa yang hendak kau perbuat terhadap makhluk itu?”
Sang kesatria menjawab, “Aku telah mengejar makhluk itu sejak lama, kudaku sudah mati, dan aku sungguh ingin mendapatkan kuda baru untuk mengejar makhluk itu.”
Pada saat yang sama, seorang abdi istana datang membawakan kuda baru untuk Raja Arthur, dan ketika sang kesatria melihatnya, dia memohon dengan sangat agar kuda itu diberikan kepadanya. “Karena sudah dua belas bulan aku berusaha menekuni pencarian ini,” tuturnya, “dan aku harus berhasil, atau aku akan terus berusaha sampai titik darah penghabisan.”
Kesatria yang mengejar si Binatang Menyalak adalah Raja Pellinore, tapi dia dan Raja Arthur tidak saling mengenal.
“Kesatria,” kata Raja Arthur, “urungkanlah pencarianmu, dan biarkan aku melakukannya. Aku akan mengejar makhluk itu selama dua belas bulan ke depan.”
“Ah, kau bodoh,” kata sang kesatria. “Keinginanmu siasia, karena pencarian ini hanya dapat dituntaskan oleh diriku seorang, atau sanak terdekatku.”
Setelah berkata demikian, Raja Pellinore segera mendekati kuda Raja Arthur, dan naik ke atas pelananya sambil berseru, “Terima kasih banyak, kuda ini sekarang milikku!”
Raja Arthur menanggapi, “Kau boleh mengambil paksa kudaku, aku tidak keberatan, tapi aku tidak akan tenang sebelum kita membuktikan siapa di antara kita yang lebih mahir bertarung di atas kuda.”
“Carilah aku di tempat ini kapan pun kau mau,” jawab sang kesatria. “Di dekat mata air inilah kau akan menemukan aku.” Setelah itu, dia meninggalkan sang raja.
Raja Arthur lantas duduk dan merenung dalam-dalam, kemudian disuruhnya abdi istana untuk mengambil seekor kuda lagi secepat mungkin. Setelah sang raja ditinggal seorang diri di sana, Merlin muncul dalam rupa seorang anak berusia empat belas tahun. Dia menyapa sang raja, dan bertanya mengapa dia sangat murung dan gundah.
“Tentu saja aku sangat murung dan gundah,” jawab Arthur. “Di sini aku menyaksikan pemandangan teraneh yang belum pernah kulihat sebelumnya.”
“Aku tahu soal itu, aku tahu semua yang kau ketahui,” tanggap Merlin. “Dan aku juga tahu isi pikiranmu. Tapi kau sangat bodoh karena bersusah hati, kekhawatiranmu tidak akan mengubah keadaan. Aku juga tahu siapa dirimu, aku tahu siapa ayah dan ibumu.”
“Kau bohong,” jawab Raja Arthur. “Mana mungkin kau tahu? Usiamu belum cukup panjang.”
“Memang,” kata Merlin. “Tapi, dibandingkan dengan semua manusia yang masih hidup saat ini, aku lebih tahu ten-tang kisah kelahiranmu.”
“Aku tidak percaya,” Raja Arthur menyahut jengkel kepada anak itu.
Merlin pun pergi, lalu kembali dalam wujud seorang pria tua berusia delapan puluh tahun. Raja Arthur gembira melihat kemunculannya, sebab pria tua itu terlihat bijaksana dan baik budi. Pria tua itu bertanya, “Mengapa kau begitu sedih?”
“Karena bermacam-macam alasan,” jawab Arthur. “Saya menyaksikan peristiwa-peristiwa ganjil hari ini, dan barusan ada seorang anak yang menyampaikan kepada saya hal-hal yang mustahil diketahui anak sebayanya.”
“Ya,” tanggap sang pria tua. “Anak itu mengatakan yang sebenarnya, dan dia akan menyampaikan lebih banyak lagi
seandainya kau mengizinkannya. Tapi, akan kuberi tahu kau mengapa kau bersusah hati: kau baru saja melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan Tuhan, dan dalam hatimu kau menyadarinya, meskipun tidak seorang pun tahu.”
“Siapa kau?” tanya Raja Arthur, wajahnya langsung memucat. “Mengapa kau bisa berkata-kata seperti ini?”
“Saya Merlin,” jawab sang pria tua, “dan anak yang Tuan jumpai tadi, itu juga saya.”
“Ah,” tanggap Raja Arthur. “Kau lelaki yang ajaib sekaligus pantas ditakuti. Aku ingin bertanya kepadamu, dan bercerita tentang hari ini.”
Tatkala mereka berbincang, datanglah kuda-kuda Raja Arthur. Sang raja naik ke pelananya, sementara Merlin menaiki kuda lainnya. Mereka bersama-sama berkuda ke Caerleon, dan di kota itu, Merlin meramalkan kematian Raja Arthur serta kematiannya sendiri.