***
Maju itu pantang mundur. Kalau tidak mencoba mana mungkin dapatkan hal yang kamu mau?
***
Suasana kelas ini begitu mencekam. Tidak ada satu orangpun yang berani berbicara keras-keras. Sejak Bu Gita sang guru Biologi keluar kelas, keadaan kelas ini kembali seperti sebelumnya.
Seluruh pasang mata menatap awas jika tiba-tiba Ricky mengamuk. Tidak hanya penghapus papan tulis yang bisa melayang, vas bunga dengan bunga mawar di meja guru pun bisa hancur.
"Do, diem aja nih dia," bisik Kevin ke arah Aldo.
Aldo ikut berbisik pula, "Biarin aja, kalo ngamuk kena kita ntar."
"Tapi horror kalo begini," lanjutnya lagi. "kan gue nggak mau mati muda. Nikah aja belom apalagi kawin."
"Kawin doang isi kepala lo. Kaga bakalan, aman pokoknya. Paling jadi kambing guling lo."
"Buset," kata Kevin dengan suara kencang. Seluruh mata tertuju padanya termasuk Ricky yang duduk disebelahnya.
Sorot mata itu kian tajam. Dengan susah payah Kevin mencoba menelan ludah. Mungkin sebelumnya ia memiliki sembilan nyawa, sekarang hanya tersisa satu setengahnya saja.
Flashback pada kejadian tadi siang, hampir seluruh penghuni sekolah ini melihat kejadian itu. Dimana Ricky dibuat kesal oleh Ivan yang ternyata adalah Kakaknya Ana. Seteleh insiden itu, Ivan langsung menarik paksa Ana keluar dari kantin meninggalkan Ricky yang dilanda kebingungan.
Oh, God. Ini adalah hal yang tidak pernah sampai terpikirkan oleh Ricky. Jujur saja semua orang tahu jika hubungan mereka tidak baik meskipun mereka ada di Tim Basket SMA Nusantara, ekskul yang sama. Tapi Ana adiknya Ivan? Persetan dengan semua ini.
"Shit," umpatnya.
Ricky mengacak-acak rambutnya sendiri. Lalu ia bangkit dan kakinya dengan sengaja menendang tempat sampah yang ada di sudut kelas. Semua terkejut dan hampir melompat dari tempat duduk mereka. Kemudian Ricky berjalan keluar kelas tanpa bicara sepatah kata.
Seluruh penghuni kelas menghela napas panjang. Perasaan mereka menjadi lega meskipun tempat sampah yang malang itu menjadi korban. Setidaknya bukan mereka yang jadi korban amukan Ricky, apalagi Aldo dan Kevin.
"Alhamdulillah ya Allah," kata Kevin yang kemudian segera sujud syukur beberapa kali.
Aldo sampai melongo melihat kelakuan salah satu temannya ini.
"Ini bukan acara bagi-bagi duit Kevin. Ah elah."
Beberapa siswi yang berpapasan dengannya, tidak bisa menahan betapa perasaan mereka. Sorot mata Ricky yang dingin saat sedang kesal sangat cool.
"Duh mas, kok ganteng amat sih"
"Ricky, nengok dong sini."
Matanya melirik beberapa dari mereka dengan sinis. Rasanya, tubuh para siswi itu melemas seketika.
"Kyaaa..... Ricky nengok ke gue."
"Kagak, ke gue itu."
"Salah semua. Ricky lihatnya ke gue."
Dan begitulah suara-suara histeris yang meributkan dirinya.
The Cold Eyes, itu adalah salah satu julukan Ricky di sekolah. Karena selain cool, sorot mata itu mengingatkan pada Vampire dalam seri Twilight. Dingin, kelam dan sulit didekati. Apalagi warna mata Ricky adalah abu-abu. Jika cowok ini salah satu bagian dari Vampire, para gadis-gadis sudah dengan senang hati memberikan darahnya.
Dan, Siapa sangka ia bertemu lagi dengan Ana.
Gadis ini baru saja keluar dari kamar mandi perempuan dan hampir menubruknya. Ana memekik pelan dan terkejut ketika melihat siapa yang ada dihadapannya.
Mata bulatnya melebar dengan sempurna. Mulut Ana terbuka sedikit hendak bicara, tapi dia urungkan. Gerakannya kikuk, Ricky tidak mau bergeser dari tempatnya sekarang.
Mengingat sekarang sedang jam pelajaran, disana tidak banyak siswa maupun siswi yang berlalu lalang. Ana memikirkan pelajarannya dan harus segera mungkin pergi dari sini.
"Bo-boleh aku lewat kak?"
Ricky tidak menjawab.
Astaga, Ana tidak suka keadaan seperti ini. Dengan agak takut, Ana mencoba melihat pada Ricky. Kedua mata abu-abu itu ternyata sejak tadi melihat padanya. Sorot matanya dingin. Jantung Ana berdegup cepat, antara takut dan malu. Ricky terlalu menatap intens dirinya.
"Kalo aku bilang nggak gimana?"