***
I bid farewell, to those phantoms I met by chance. For this sky that glowing in red. For this overflown weakness. Place a single wheel of ephemeral flowers on my palm. Just like that, Grant my wishes. So I know the pain
Aimer
Akane Sasu (Glowing Red)
Belasan tahun yang lalu...
Kedua bola mata abu-abu itu tampak berbinar-binar saat melihat bunga Sakura yang mekar.
Mungkin selama ini ia berpikir hanya bisa bermimpi melihat bunga yang menjadi favorit makhluk cantik yang sejak tadi menggandeng tangannya ini. Tapi sekarang tidak, karena ini nyata.
Beberapa dari Sakura itu berterbangan dan menciptakan ilusi yang indah. Tangannya mencoba menangkap bunga-bunga itu, dan bunga cantik berwarna merah muda itu kini ada di tangannya. Wajahnya jadi semakin berseri-seri.
"Ricky suka?" tanya Wanita di sampingnya. Senyum manis tersungging di bibirnya.
Ia mengangguk patuh. "Kalo Mama suka, Ricky juga suka".
Kepolosan jawabannya membuat tangan Mama mengelus rambutnya dengan lembut. "Anak baik."
Mereka kembali berjalan menyusuri sepanjang jalan ini. Menikmati udara sore hari dengan sejuk di Tokyo. Banyak orang-orang yang juga bersantai disini melihat salah satu keindahan yang Tuhan ciptakan. Sakura memang cantik, secantik Mama.
Di dalam hatinya, Ricky bersyukur bisa pergi dengannya ke Jepang di musim semi ini sekalipun Ia tidak tahu jika ada alasan lain mengapa mereka bisa bepergian keluar negeri hanya berdua saja, tanpa Papa dan Kak Rini.
Tapi tidak menjadi masalah. Meskipun Ia kecil dan belum dewasa, Ia sudah berjanji akan melindungi Mamanya dengan sekuat tenaga. Ricky tetap menjadi pelindung nomor satu untuk wanita yang sudah memberikannya kehidupan.
Kepalanya menengadah, menatap wanita cantik di sebelahnya. Ia sempat melihat ada setetes air yang jatuh. Matanya mengerjap beberapa kali, apakah Mama menangis?
Ricky juga merasakan gengaman tangan Mama lebih menguat dari sebelumnya. Lalu langkah kaki mereka terhenti dan tiba-tiba saja Mama memeluknya dengan erat. Ricky merasakan getaran emosi disana. Benar saja Mama menangis.
"Ma, mama kenapa?" tanyanya khawatir. Tangan kecilnya mencoba memeluk Mama, untuk sekedar meredakan emosi Mama.
Tapi Mama tidak menjawab pertanyaannya dan terus memeluknya erat.
Orang-orang yang berlalu lalang disana memperhatikan mereka berdua. Bahkan ada nenek tua yang menghampiri Mama dan bertanya dengan bahasa yang tidak Ricky mengerti.
Mama menjawab pertanyaan nenek itu dan Ricky hanya bisa memperhatikan wajah Mama yang terlihat sedih. Tangan nenek itu menepuk-nepuk punggung Mama dan terus mengatakan Daijobu, Daijobu.
Kemudian Mama menatapnya. Sekalipun tangis itu sudah reda, kesedihan masih ada di wajah Mama.
"Kita harus kuat ya."
***
Tubuhnya tersentak dan terbangun dari tidur. Ricky menyadari, ternyata ia tertidur di taman belakang SMA Nusantara. Sedikit jauh dari gedung utama dan jarang dikunjungi siswa. Keadaan sudah sore, terlihat dari matahari yang sudah mulai turun ke ufuk barat.
Taman ini adalah tempatnya melarikan diri dari rutinitas pelajar. Kebetulan di jam pelajaran terakhir para Guru sedang rapat dan Ricky memilih untuk tidur di salah satu kursi disini. Di tengah taman ini ada Air Mancur yang kini sudah tidak berfungsi. Rencananya akan diperbaiki sih, tapi entah kapan.
Napasnya tersengal karena terkejut, Mama hadir ke mimpinya.
Tidak, Ia memimpikan hari itu. Hari dimana pertama kalinya menginjakkan kaki di Jepang dan melihat bunga merah muda kesukaan Mama, Cherry Blossom.
Ia menekuk sebelah kaki, dengan sebelah tangan juga memegangi kepalanya. Rasanya berat. Kenangan itu merupakan memori indah sekaligus menyedihkan. Karena ia tidak tahu apa yang terjadi dengan Mama.
Tapi dengan sangat bodohnya, Ia baru mengetahui apa yang terjadi ketika baru saja memasuki SMA dan Mama..
Sudah tiada.
Ricky menyesali keputusannya tidak ikut Mama ke airport. Seharusnya ia mencegah kepergian Mama untuk kembali tinggal di Jepang. Meskipun Ricky sudah memaksa, Mama lebih memilih tetap pergi tanpa memberitahu apa alasan sebenarnya.
Bahkan Papa dan Kak Rini pun diam. Membiarkan Mama pergi seorang diri. Ricky sempat marah ketika Mama sudah pergi dengan supir. Mengapa Papa dan Kakaknya seakan tidak peduli dengan Mama?