***
Look into my eyes. I'm pounding & shy with a smile. Don't you say goodbye, just I want to embrace our wishes
Generations of Exile Tribe
Never let you go
***
Clara memandang teman dihadapannya dengan tatapan heran. Lihat saja, bukannya menghabiskan seporsi nasi goreng putih spesial yang sudah susah payah direkomendasikannya sebagai makanan paling most wanted di SMA Nusantara, Ana hanya mengaduk-aduknya dengan sendok. Bahkan beberapa kali menghembuskan nafas panjang sambil menopang dagu.
"Na?"
Dia masih tidak sadar dan masih melakukan aktivitas yang sama.
"Na?"
Kali ini nada suara Clara agak meninggi. Tapi si empunya nama tetap tidak menggubris kata-katanya. Ada apa dengan otak anak ini?
"Argh, kesel!"
Baru saja sendok yang berisi nasi goreng itu berhasil masuk ke dalam mulutnya, Clara harus dibuat terkejut karena Ana tiba-tiba saja berteriak.
"Lo kenapa sih, Na?" tanya Clara setelah berhasil mengunyah makanan di dalam mulutnya. "Udah mah bengong, sekarang bilang kesel lagi."
Ana mendongak ke arahnya. Tetap saja wajah itu tidak menunjukkan perubahan.
"Sebel harus berantem sama Kak Ivan."
Dan Clara hampir saja tertawa mendengar apa yang Ana katakan. Seingatnya kemarin Ana lah yang bersikeras tidak akan berbicara pada kakaknya yang tampan, tapi sekarang temannya ini seakan menyesali kata-kata yang terlontar kemarin.
"Nyesel nih marahan sama Kak Ivan?"
Kepala Ana mengangguk pelan.
"Iya, sepi aja gitu rasanya. Biasanya kan dibawelin dia." Lalu suapan pertamanya dimulai. Wajah Ana tiba-tiba berubah kegirangan.
"Lah enak ternyata."
"Dari tadi kali. Makanya makanan tuh dimakan bukan digantungin," sindir Clara sambil meminum es kelapanya. Ana hanya bisa terkekeh pelan dan melanjutkan kegiatan mengisi perutnya yang memang tak disadari sudah menuntut makanan yang terhidang di atas meja.
Isi kepalanya kemudian memutar kejadian kemarin siang seperti potongan-potongan film di bioskop. Dimana ia berusaha mengintip kejadian di dalam ruangan Pak Satria yang ternyata adalah guru BK dan pembina klub basket.
"Kampret lo ngikut-ngikut."
Tiba-tiba suara kakaknya menggema dengan kencang. Disusul dengan suara lainnya yang tidak kalah tingginya.
Ricky mendecak kesal.
"Lo setan niru isi otak gue."
"Nyari perkara lagi hah!" tantang Ivan.
"Halah dua kali di hajar lo nggak mempan."
"Ivan! Ricky! Kalian bisa lihat posisi kalian sekarang ada dimana?"
Suara Pak Satria tidak kalah menggema ketika menghardik dua orang yang duduk di depannya. Ana hanya berusaha mengintip dengan takut-takut apalagi sesekali mata Pak Satria melirik ke arahnya dengan sorot mata yang tajam. Apalagi ia mendengar sendiri jika cowok yang berdiri di tengah mengatakan permasalahan ini berakar padanya. Yang benar saja?
Clara yang berdiri di sampingnya bahkan sampai merunduk, takut posisinya diketahui. Tentu jantung keduanya berdetak tidak karuan dan seakan hendak copot. Terutama Ana yang baru pertama kali melihat Pak Satria marah seperti itu.