***
Menunggu seseorang yang tepat tentu tidak mudah. Tetapi ketika sudah menemukannya, tak mungkin akan kau lepas bukan?
Ricky
***
"Wah!"
Ia menatap gadis di sebelahnya yang sejak tadi tidak bisa menyembunyikan perasaan yang membuncah di hati. Pahatan manis di bibir itu membuatnya juga tidak bisa berhenti menyunggingkan seulas senyum tipis. Sudah berkali-kali satu kalimat itu diucapkan berulang, tapi Ia sama sekali tidak merasa jengah.
Kaki gadis ini seakan tidak ada lelahnya. Setelah melihat aquarium penuh dengan ikan berwarna orange bergaris putih yang pernah di filmkan oleh salah satu rumah produksi terbesar di dunia, Dia berlari kecil menuju aquarium lainnya yang berisi kuda laut. Tentu Ia mengikuti bagaikan seekor kucing kecil yang mengejar induknya.
"Wah, kuda laut," kata Ana sambil mengetuk pelan kaca aquarium di depannya. Berharap makhluk mungil itu menghampiri jarinya. Namun yang terjadi adalah sebaliknya. Kuda laut itu menjauh.
Desahan pelan terdengar jelas di telinganya. Ana kecewa. Lihat, bibirnya menunjukkan ekspresi ketidaksukaannya.
"Awas ya kamu," geram Ana pada kuda laut yang menjauh darinya. "Malah kabur, huh!"
Ricky terkekeh sebentar yang langsung di sambut dengan lirikan Ana.
"Apa?"
"Enggak. Lucu aja," jawabnya sambil tertawa pelan. Sedetik kemudian Ia mengaduh. Ana baru saja mencubit lengan tangannya.
"Duh, sakit Na," pekiknya pelan.
Ana menjulurkan lidahnya.
"Biarin, salah sendiri malah ketawa," cibirnya.
Gadis ini kemudian berlari ke salah satu aquarium yang tersebar hingga langit-langit, membentuk sebuah terowongan fantastis di penuhi makhluk-makhluk indah ciptaan Tuhan.
Kedua mata bulat Ana berbinar-binar, melihat aneka ragam biota laut yang berenang kesana kemari mengikuti arus air. Ia menatap gerak-gerik Ana dengan heran. Seingatnya, kemarin gadis ini tidak mau mengikuti yang dikatakannya.
Bahkan beberapa saat lalu, Ia mengingat betapa alotnya meyakinkan Ana untuk pulang bersamanya. Belum lagi menunggu sejenak untuk mendapatkan izin dari Papa Ana.
"Um, Papa. Ana pulang sama teman ya. Kebetulan ada tugas jadi nanti diantar supirnya ke rumah," ucap Ana sambil memohon di line telpon.
Gadis ini kelihatan bingung harus berbohong pada Papanya sendiri. Kadang tangannya bertautan di roknya ataupun menggaruk kepalanya yang tentu tidak terasa gatal.
"Clara pa," ucapnya lagi dengan cepat. Ricky berpikir pasti Papa Ana menanyakan dengan siapa Dia pergi.
Kemudian suara Ana berubah lebih ceria.
"Makasih Papa. Ana sayaaaaaang Papa," Ana berucap dengan sangat manis. Terakhir Dia memberikan sebuah ciuman di ponselnya dan menyudahi percakapan itu. Membuat dirinya mengerjap beberapa kali.
"Kenapa?" tanya Ana yang menatap heran padanya. Sebelah tangannya memasukkan ponsel ke dalam coatnya.
Belum sempat Ia menjawab pertanyaan itu, gadis ini sudah menyela.
"Ini sebagai permintaan maaf dari Ana selain plester kemarin. Jadi jangan salah paham."
"Ricky, ayo sini kok malah bengong disitu? Ana tinggaling lho!" panggil Ana yang sudah menjauh dari posisinya berdiri. Gadis ini seakan melupakan jika dirinya berada di tengah keramaian. Suara yang memanggil dirinya cukup keras hingga banyak orang yang menoleh karenanya.
Tanpa sadar, Ia tertawa kecil. Selain karena sudah ketiga kalinya gadis ini memanggil namanya, Ana juga benar-benar berbeda dengan mantan-mantanya
"Ye, kok malah ketawa sih?" omel Ana sambil berkacak pinggang. Pengunjung yang berlalu lalang tidak bisa menahan senyum dan tawa mereka.
Ricky segera berlari kecil dan sampai tepat di hadapan Ana. Sebelah tangannya lalu menyentuh pelan rambut, membuat gadis di depannya ini agak tersipu.
"Kalo ngomel, kamu lucu deh, serius," pujinya yang langsung disambut lirikan sinis.