***
"Aku tidak pernah mengerti apa yang dinamakan suka maupun cinta. Tapi... mengapa dadaku menjadi sesak saat ada di dekatmu?"
Please, tell me why.
***
"Kamu serius?"
Ana melirik sebentar padanya, tentu rona kemerahan itu masih nampak di kedua pipinya yang menggemaskan. Namun, tiba-tiba saja gadis ini tertawa kecil.
"Becanda," ucap Ana sambil terkekeh pelan, sebelah tangannya menutup mulutnya. "Lagipula kita kan belum kenal. Mana mungkin Ana langsung jatuh cinta."
Sungguh, seakan ada duri tajam yang menghujam hati dan tubuhnya. Beberapa saat lalu Ia merasa bahagia mendengar kata yang diucapkan oleh gadis di depannya ini. Tetapi dalam detik berikutnya, semua itu hanyalah omong kosong. Rasanya ia ingin mengacak-acak rambutnya karena frustasi.
"Tapi, aku langsung jatuh cinta sama kamu," protesnya yang disambut dengan tubuh Ana yang merasa terkejut. Ia membuat Ana menghadap kearahnya, menatap jauh ke dalam matanya. "Apa yang kulakukan ini belum cukup membuatmu percaya?" tanyanya dengan sungguh-sungguh.
"Belum," jawab Ana dengan penuh keyakinan.
Jawaban singkat itu membuat kedua tangannya melepaskan bahu Ana. Kecewa kah? Tentu saja.
Namun Ia berusaha menyembunyikan kekecewaannya. Kepalanya tertunduk lesu menatap lantai yang agak gelap karena minimnya cahaya. Mungkin memang terlalu cepat mengatakan perasaan yang dimilikinya. Tapi semua itu Ia lakukan karena tidak ingin kehilangan gadis ini. Rasa nyaman ada di dekatnya mengingatkan akan Almarhumah Mama.
"Ana memang merasa itu belum cukup."
Kepalanya menengadah, menatap wajah Ana yang masih melihat padanya sejak tadi.
"Mengapa?"
Gerak tubuh Ana kikuk, kemudian dia berbalik arah dan melihat ke arah birunya aquarium yang masih banyak ikan-ikan berenang kesana kemari dengan lincahnya. Kedua paus besar yang ada disana juga seakan bahagia dapat disaksikan makhluk yang menyaksikan tingkah mereka.
"Perasaan suka atau cinta, Ana sama sekali nggak tau mengenai hal itu," ucapnya yang sambil menautkan kedua jari telunjuk di depan dada. "Tapi, Ana makin nggak ngerti kenapa rasanya dada ini sesak kalo dekat Ricky."
Apa katanya tadi? Sesak?
"Kenapa gitu ya? Padahal kan Ana nggak punya asma apalagi sakit jantung."
Ana meliriknya dan kebingungan karena mendapati jika dirinya tersipu malu. Gadis ini pasti menyadari karena walaupun sebelah tangannya menutup wajah, tentu rona itu terlihat. Jujur saja, rasanya Ia ingin melompat kegirangan. Bagaimana tidak, Ana baru saja mengatakan hal yang paling membuatnya bahagia.
Tapi mendengar kepolosan dalam kata-kata yang diucapkan tadi, Ricky ingin tertawa keras. Asma atau sakit jantung katanya?
"Na, nggak apa kali. Kan cuman sesak," godanya sambil tersenyum jahil yang langsung disambut lirikan sinis Ana.
"Ana serius Ky!" katanya sebal. Dia membuang muka kearah lain. Ricky kembali tersenyum geli, lalu berjalan ke arah lain dan berdiri tepat di depan Ana yang tidak mau melihat ke arahnya. Dengan sengaja, Ia menjawil kedua pipi gadis ini dengan gemas. Membuatnya mendapat tatapan sinis.
"Kamu tuh, polos tapi gemesin banget," ledeknya sambil terkikik geli.
"Ih apa sih!" omel Ana yang semakin jengkel.
"Jangan ngambek ah. Ntar aku cium kamu disini kan pada ngiri," godanya yang membuat Ana semakin sebal dengan tingkahnya. Dia melotot dan memukul lengan tangannya.
"Ricky!"
"Stop Na. Sakit tau," katanya dengan memohon. Sebelah tangannya menarik tangan Ana dan menggenggamnya dengan erat. Telapak tangan itu terasa hangat, berbanding terbalik dengan telapak tangannya yang dingin. Ana tidak berusaha menarik tangannya dan membiarkan hal alamiah ini terjadi. Entah mengapa, ia pun sedikit merasakan jantungnya juga berdebar lebih cepat dari biasanya.
Meskipun selama ini kerap berganti pacar, ia tidak pernah menyukai mereka. Mengapa? Alasannya cukup sederhana. Tak ada satupun dari mereka yang benar-benar menarik perhatiannya. Cukup jahat memang, tapi beberapa dari gadis-gadis itu juga bermain di belakangnya dan menganggapnya seolah benda yang mudah di dapatkan. Lalu ketika ia ingin mengakhiri hubungan, mereka akan mengatakan bahwa ini adalah salahnya. Seperti Citra. Gadis terakhir yang ia putuskan secara sepihak.
Semua berubah kala ia melihat gadis di depannya ini di kantin sekolah. Ana lah gadis pertama yang sanggup menarik perhatiannya. Seakan dunianya berputar dan terperangkap di dalam orbit gadis ini. Udara pun menjadi lebih melegakan organ pernapasannya ketika Ana ada di sekitarnya.
"Yuk kita ke tempat lain," ajaknya seraya menarik pelan tangan Ana yang menurut dengan patuh. Ana memperhatikan tangannya yang digengam Ricky, kemudian beralih pada punggung cowok di depannya.
"Ky, tangan aku," sahutnya pelan.
Ricky tidak menoleh, malah menggengam tangannya dengan semakin erat. Seakan takut kehilangan.
"Ricky."
"Nggak akan aku lepas," jawab Ricky dengan cepat. "Nanti kamu jalan sendiri lagi terus Ricky ditinggal."