***
"Aku cemburu."
Ia duduk di tepi ranjang, dengan kedua tangan yang memegangi kepalanya. Sesaat yang lalu, Ivan mengatakan sebuah kata yang tentunya sangat mengejutkan. Baik untuk dirinya maupun untuk Ana.
Bahkan, untuk pertama kalinya ia memeluk Ana dengan dorongan perasaan yang amat kuat dan tak biasa, seakan takut kehilangan adiknya, untuk yang kedua kalinya. Tapi ia menyadari, itu bukan perasaan kakak yang tak rela adiknya di miliki orang lain, tetapi perasaan yang berbeda.
Tanpa sadar, tangannya pun mengacak-acak rambutnya karena frustasi.
"Apa yang aku pikirkan sih?" gumamnya pada diri sendiri.
Lalu kepalanya menoleh ke arah pintunya yang tertutup rapat karena telinganya menangkap suara pintu kamar Ana yang dibuka dan di susul dengan suara pintu ditutup dengan keras. Matanya agak nanar dan kemudian tertunduk lesu. Ana pasti berpikir yang tidak-tidak mengenai dirinya.
Suara dering ponsel mengalihkan perhatiannya sebentar. Dengan sebelah tangan, ia meraih ponsel yang tergeletak manis di ranjang. Saat ia membuka layarnya dengan fingerprint, matanya melihat pesan yang muncul dalam aplikasi whatsapp miliknya.
From : Dygta
Nyet, gimana seharian dirumah?
Dengan gerakan malas, ia mengetik beberapa kata.
To : Dygta
Berasa mampus. Puas lo?
Tidak lama pesan balasan dari Dygta sampai padanya.
From : Dygta
Wkwkwk
Nikmatin aje, kapan lagi tiga hari di rumah. Lagian kalap sih lo main hajar si onoh.
To : Dygta
Kampret lo popok Firaun!
From : Dygta
Dih, gue suami Cleopatra woy!
Ivan merebahkan tubuhnya di ranjang. Setelah melihat pesan balasan Dygta, ia tidak bersemangat untuk membalas pesan yang semakin absurd dan unfaedah.
Kini matanya menerawang menatap langit-langit kamarnya yang berwarna cokelat sangat muda hingga akhirnya Ivan terlelap dalam mimipi yang panjang.
Mimpi buruknya.
***
Matanya mengerjap beberapa kali menatap telapak tangannya yang berubah menjadi kecil. Kemudian kepalanya terangkat menatap cermin besar yang ada di hadapannya. Mulutnya terbuka dan membentuk huruf "o" yang sempurna. Ia terkejut karena tubuhnya mengecil, seakan kembali ke masa lalu, masa kecilnya.
"Ada apa ini?" tanyanya sambil melihat pada dirinya yang terpantul di cermin.
Namun, tidak ada suara yang keluar. Sebelah tangannya menyentuh mulut dan lehernya. Ivan mencoba mengucapkan beberapa kata lagi tapi tidak berhasil, suaranya seakan terhenti. Hanya bibirnya saja yang bergerak. Ia menelan salivanya dengan susah payah, Apa yang terjadi?
Pandangannya mengedar mencari sesuatu ataupun seseorang yang dapat memberikan sebuah jawaban kepadanya. Ivan menyadari dirinya berada di hamparan padang rumput dengan suasana matahari yang bersinar sangat terang.