***
Menjauh atau menghilang? Mungkin keduanya lebih baik. Aku tidak ingin selamanya berada di tempat yang membuat aliran napasku tercekat, seakan oksigen disana telah terserap habis oleh kegelapan dan tidak memberikan sedikitpun ruang untukku agar tetap hidup.
***
Tak seperti biasanya ia kembali ke rumah dalam keadaan riang gembira. Ia meletakkan helm yang dikenakan di atas motor lalu berjalan dengan senyum mengembang. Sesekali tertawa kecil dan mengigit bibir bawahnya dengan pelan, lalu tersenyum lagi, membuat Mbok Nah menatapnya dengan penuh tanda tanya. Dia terheran-heran dengan sikapnya saat ini, karena Dia terbiasa melihatnya pulang dalam keadaan wajah tertekuk, mengamuk, memecahkan berbagai barang yang dapat dijangkau olehnya, marah, lalu mengambil beberapa botol wine dari lemari penyimpanan dan meminumnya hingga tidak sadarkan diri di kamar.
"Let me show my love girl. You can be my girl friend. I just wanna talk to u don't be afraid. Let me see your face girl. You can be the one love. I just wanna love ya don't be shy, Love ya don't be shy." Ricky bersenandung riang menyanyikan penggalan lirik lagu Kun-You can be My Girlfriend sambil memutar tubuhnya seakan sedang berdansa dengan seseorang.
Senyum manis yang tersungging di bibirnya tidak lekas hilang hingga alis Mbok Nah terangkat. Dia keheranan menatap anak majikannya ini bersikap berbeda dari biasanya.
"Mas, sehat tah?" tegur Mbok Nah yang menggenggam sapu di tangannya, baru saja hendak meletakkan benda itu di salah satu sudut garasi.
Ricky terkesiap karena terkejut karena ternyata ia tidak sendiri ada di garasi, namun tidak lama tawanya meledak setelah mendengar pertanyaan itu. Mbok Nah seakan kembali ke masa lalu dimana tawa seperti ini selalu menghiasi rumah ini. Semuanya memang sudah berubah. Mbok Nah tidak bisa menyalahkan keadaan. Tetapi dia bersyukur dapat Ricky bisa tertawa kembali, walaupun mungkin tawa ini takkan bertahan lama.
"Sehat dong," cengiran khas Ricky muncul di bibirnya. "Malah sehat banget. Ricky baru aja punya pacar baru, hehe."
Mbok Nah mengejapkan matanya beberapa kali. "Lha, Mas Ricky mana pernah sih ngejomblo. Gonta-ganti pacar terus lho kayak ganti baju, sampe Mbok bingung kalo ada yang nelponin kerumah nyariin Mas."
"Ini pacar beneran, Mbok Nah. Serius Mbok, cantik deh pokoknya. Rasanya tuh ya, Ricky kayak lagi, wah gitu deh. Dah ah, mau naik," Ricky kemudian berlalu sambil melambaikan tangan ke Mbok Nah. Tak lupa ia melemparkan senyum manis dan satu kecupan.
Mbok Nah hanya bisa menatapnya sambil menggelengkan kepala.
"Dasar cah gemblung. Emangnya ada toh pacar bohongan. Cah gemblung, cah gemblung."
Getaran dan suara notifikasi yang terus terdengar membuatnya lekas mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Langkahnya terhenti saat ia baru saja tiba di ruang tamu. Matanya dibuat melebar sempurna saat melihat ratusan ribu likes dan komentar bermunculan dari Instagram yang terus bermunculan tiada henti. Bahkan diantaranya ada teman-temannya dan tentu komentar lainnya. Ada yang marah-marah, mencoba mencari tahu bahkan hal-hal absurd lainnya. Ia hanya terkikik geli melihatnya.
Sebenarnya Ricky adalah tipe manusia yang lebih senang mengupload foto-foto alam, keadaan sekitar dan tidak senang jika foto pribadinya ada di social media. Hanya ada beberapa, yang terpaksa ia post karena ancaman Kevin. Namun hari ini, ia memposting hal yang berbeda dan memancing semua orang untuk segera mencari tahu. Potret seorang gadis yang tengah menegadah menatap indahnya akuarium di depannya, termaram cahaya biru dari air dan lampu yang menerangi sekitarnya. Ana sungguh terlihat cantik meskipun ia memotret dari belakang, tanpa sepengetahuan gadis itu tentunya. Ricky tidak ingin kehilangan moment kencan pertamanya.
Tunggu, kencan? Ya, bisa dikatakan kencan sih.
Bibirnya menyunggingkan senyuman manis lagi yang dapat membuat setiap gadis akan histeris saat menatapnya. Perasaan seperti ini pertama kalinya ia rasakan. Ana, benar-benar menjadi pusat gravitasinya. Ketika dia bergerak, Ricky ikut melangkah. Saat ia menghirup udara, Ricky melakukan hal yang sama. Segalanya berubah indah saat Ana ada di sekelilingnya.
"Ana milikku. Benar-benar milikku," gumamnya.
Setelah cukup bergumam dan tersenyum sendiri tanpa henti, ia segera bergegas menuju kamarnya di lantai dua agar bisa berisitirahat dan melanjutkan membaca setiap komentar yang masuk. Namun, belum sempat kakinya menginjak anak tangga pertama, suara yang paling ia benci menggema cukup kencang, menyebabkan senyumannya pudar seketika.
"Dari mana aja kamu?"
Ricky mendecak kesal karena suara itu nyatanya menghancurkan mood yang telah membaik karena Ana. Dengan sangat terpaksa, ia melirik sedikit dengan ujung mata. Disana Papa sudah berdiri tidak jauh darinya. Sorot mata Papa sangat tidak bersahabat dan kelihatan sekali baru saja pulang dari kantor karena dia sama sekali belum melepas setelan jas berkelas yang dikenakannya. Mungkin, dia tiba lebih dahulu dari Ricky. Tapi, mengapa kejadian ini seakan deja vu?
"Sejak kapan Papa peduli sama keadaanku?" tanya Ricky sambil melihat ke arah Papa. "Tumben banget nyariin," lanjutnya dengan sinis seraya mengalihkan pandangannya ke arah lain. Napasnya memburu karena kesal. Pelan, ia coba mengaturnya agar rongga dadanya tidak merasakan sakit.
Namun telinganya menangkap suara langkah sepatu highells yang menghentak lantai dengan nyaring seakan tengah memamerkan keberadaannya. Tanpa peringatan, tiba-tiba saja tubuh atletisnya di rengkuh ke dalam pelukan seorang wanita yang menggunakan parfum dengan aroma khas mawar dengan kadar alkohol yang cukup tinggi, menyebabkan organ pernapasannya tercekat.
"Ricky sayang, nggak boleh ngomong kasar sama Papa lho. Mama nggak suka!" kata suara manja nan menjijikkan tepat di telinganya. Refleks, dengan kesadaran yang tinggi, ia mendorong kuat-kuat tubuh wanita itu hingga kehilangan keseimbangan. Hampir saja dia terjatuh karena kakinya sudah menginjak gaun merah menyala dengan potongan yang rendah dan mungkin terluka jika Papa tidak segera menangkap tubuhnya.
"Ngapain lo peluk gue? Wanita sialan!" umpatnya yang mundur beberapa langkah. Matanya menatap mereka penuh dengan rasa heran dan jijik. Bagaimana bisa kedua manusia ini seakan tidak tahu malu?
Papa menatap Ricky penuh amarah sambil memapah wanita yang dia cintai agar dapat berdiri disampingnya. "Kamu! Yang sopan sama Calon Mama kamu!" hardik Papa dengan suara tinggi. "Kamu nggak apa-apa, sayang?" tanyanya kepada wanita disampingnya. Wanita ini hanya menggeleng pelan dan meyakinkan dia tidak merasakan apapun.
"Tau nih. Mama kangen sama Ricky. Udah lama lho kita nggak ketemu," katanya lagi dengan manja setelah berhasil berdiri kembali. Dia menatap Papa dengan wajah sedih, kelihatan sekali dibuat-buat. Tidak natural.
Ricky tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat dan dengar. Adegan serta dialog yang terjadi beberapa saat lalu membuatnya ingin memuntahkan isi perutnya. Apa katanya tadi? Mama?