***
Apakah menurutmu berbohong itu baik? Bagiku tidak. Aku tak ingin dia tahu, tentang segalanya, tentang sesuatu yang mungkin akan menyakitinya dan juga menyakitiku
***
Dia benar-benar datang.
Mata bulatnya melebar kaget kala ia melihat cowok itu menunggunya di depan gerbang SMA Nusantara. Tidak menggunakan motor besar dan aneh yang kerap Ana lihat, kali ini dia membawa sebuah mobil dengan gaya futuristik berwarna putih. Otaknya mencoba untuk menaksir harga kendaraan itu, tapi hal itu membuat Ana pusing. Pasti angka nolnya sangat banyak, memanjang layaknya antrian salah satu minuman boba yang sedang terkenal itu, ya Xikutang.
Suasana jam pulang sore ini lebih riuh ketika para siswi SMU Nusantara melewati gerbang besar sekolah ini, pasalnya mereka tidak bisa menyembunyikan rasa kagum bercampur halu saat melihat cowok itu ada disana.
"Ganteng, nengok sini dong!"
"Allahu Akbar! Kyaaa, pacar aku nungguin."
"Ky, aku disini!"
Sang empunya nama tidak sama sekali tidak menoleh ketika suara-suara itu riuh memanggilnya. Bahkan beberapa siswi sibuk mengabadikan momen seperti fansite, sampai saling sikut hanya demi mendapatkan foto-foto terbaik.
Ricky bersandar pada mobilnya sembari melihat pada benda pipih dalam genggaman tangannya, masih belum menyadari jika ia sudah berdiri cukup lama bersama Clara di sampingnya dan mengacuhkan para siswi yang kurang kerjaan. Rambut yang rapi dan mengenakan jaket bomber hitam, menambah kesan cool. Dari jauh, Ana masih bisa melihat plester masih memenuhi buku-buku tangan Ricky dan juga wajahnya. Ia tidak tahu apa yang terjadi padanya hingga terluka. Rasanya, hal ini tak asing. Seperti menonton seorang pemeran utama dalam film action, lalu dia terlibat semacam pertempuran. Apa Ricky melakukan hal yang sama?
"Wah, sumpah ya, itu cowok sekaya apa sih," gumam Clara dengan suara keras. Tentu Ana terkejut sampai tubuhnya bergeser sedikit.
"Dia anak orang berada, Ra?" tanyanya dengan polos. Clara mendelik heran.
"Lo hidup dimana sih, Na? Ricky seterkenal itu masa lo nggak tau?"
Ana menggeleng pelan. "Nggak. Nggak sama sekali."
Temannya ini menepuk dahinya sendiri karena mendengar jawaban tak terduga dari bibirnya. "Na, lo tinggal di goa mana dah? Jangan bilang lo tinggal sama si buta dari goa hantu lagi,"
"Siapa lagi tuh? Sodara kamu?" tanyanya bingung.
"Au amat, Na. Lo ini ya selain polos, nggak tau apa-apa soal dunia luar. Gue yang khawatir tau nggak, katanya gusar.
Ia hanya terkekeh pelan. "Ya maaf, Ra," balas Ana sambil menepuk bahu temannya ini.
"Tapi sumpah ya, gue masih tetep nggak nyangka juga itu cowok bisa serius sama cewek," katanya lebih serius sambil menatap Ana lekat-lekat. "Terlebih sama lo lagi."
Kedua bola mata bulatnya mengerjap. Ana tidak berusaha bertanya dan membiarkan temannya yang bercerita.
"Selama yang gue tau ya, dia sering pacaran terus putus gitu aja ama cewek. Mantannya banyak lagi. Udah gitu dia tau-tau berubah pas ketemu kita di kantin dan tau lo adeknya Kak Ivan, tapi cuek aja masih terus deketin lo. Eh, gue belon cerita ya pas dia minta nomor lo ke gue?"
Kepalanya menggeleng pelan.
"Nah itu awalnya gue nggak mau ngasih. Tapi gue liat dia kayak beda, beda gimana ya jelasinnya, pokoknya beda gitu deh. Keliatan banget kalo dia mau serius. Jadilah gue kasih nomor lo ke dia. Sorry ya."
"Nggak masalah kok. Soalnya Ana udah duga pasti dia dapet nomorku dari Clara."
Clara teringat sesuatu, lalu segera menatap mata Ana dengan serius. "Ngomong-ngomong soal kaya nih, gue lupa itu orang tuanya kerja dimana, tapi seinget gue pernah di bahas sama anak-anak cewek di kelas waktu masih baru masuk, sampe heboh. Itu cowok bukan orang biasa aja pokoknya. Terus juga yang sering kesini kalo dia kena masalah tuh kakaknya, Kak Rini, bukan orang tuanya," terang Clara sembari mengingat.
Sebelah alisnya terangkat. "Kak Rini?"
"Kakak ceweknya. Sumpah deh cantik pake banget. Itu bokap ama nyokapnya juga pasti nggak kalah cakep. Lah anaknya bisa cakep begitu. Mana warna mata Ricky bagus bat. Ngiri gue," keluh Clara yang disambut gelak tawa Ana. Bisa-bisanya Clara iri dengan warna bola mata cowok di seberangnya itu?
Tapi jika di perhatikan, warna abu-abu itu terlihat indah dan seperti menyimpan rahasia. Ana tidak bisa membayangkan apa yang disimpan oleh cowok itu. Jujur saja, Ana belum mengenal latar belakang Ricky. Ada keraguan saat hendak bertanya. Mungkin, lain kali harus ia tanyakan.
Ana kembali memandang Ricky yang ternyata sudah melihat ke arahnya dan tersenyum nakal sambil merapatkan jaket hitam yang dia kenakan. Buru-buru ia bersembunyi di belakang Clara saat cowok itu bergegas untuk menghampirinya.
"Eh kok lo ngumpet? Pangeran ganteng mau kesini juga!" omel Clara yang berusaha melirik ke arahnya. Agak susah memang. Sampai Clara harus mengangkat lengan tangannya.
"Ssst! Clara berisik ah!" bisik Ana seraya mendekatkan jari telunjuk ke bibirnya. Tapi itu semua tidak berhasil. Karena suara derap langkah kaki itu sudah berhenti di depan mereka.
Ana sedikit mengintip dari balik badan Clara. Cowok itu sudah berdiri tegap di hadapan temannya dengan kedua tangan ada di dalam saku celana, menatap Clara dan dirinya secara bergantian.
"Boleh pinjem temanmu yang lagi ngumpet di belakang?" tanya Ricky pada Clara sambil menunjuk ke arah Ana.
Tubuh Clara terasa kaku mendadak saat cowok ini berbicara. Bisa di bilang ini adalah kali keduanya bisa bicara dengan Ricky. Sebelumnya memang mereka pernah bertemu secara tidak sengaja dan berakhir dengan cowok ini yang meminta nomor Ana. Dia gusar karena teman yang sedang bersembunyi di balik punggungnya sama sekali tidak menghubungi.
"A-anu, si-silahkan." Clara menggeser badan namun Ana mengikuti kemana kakinya melangkah. Tentu dia memandang dengan aneh. Anak ini, kenapa malah masih bersembunyi?
"Ana, keluar oy," bisiknya pada Ana yang menggelengkan kepala tanda tak mau. Clara hanya bisa melirik Ricky dengan senyum kecut. Berharap cowok ini tidak menelannya bulat-bulat.
Ricky menggigit bibir bawahnya, membuat Clara semakin kaku. Siswi mana yang bisa tahan berhadapan dengan cowok ini?
"Ana manis, aku nggak mau ada sedikit kekerasan di sini. Jadi, tolong keluar sekarang. Jangan bersembunyi kayak aku mau menerkamu."
Seluruh pasang mata menatap Ricky dengan keheranan. Cowok dingin yang biasanya bermain-main dengan para gadis malah memohon kepada seorang Ana yang merupakan siswi baru. Tidak terkenal apalagi populer seperti Citra yang kebetulan adalah salah satu anggota inti klub dance.
"Ana emang mau di makan kan?" ucap Ana dari balik punggung Clara tanpa keluar dari sana. Tiba-tiba saja ia terkesiap. Ricky menarik tangannya paksa.
Terkejut, Ana memekik dengan cukup kencang hingga akhirnya mereka bertemu pandang. Dengan tangan yang masih di genggam erat cowok ini, mulut Ana tidak henti-hentinya menyebut nama Tuhan dan segala doa.
"Ya Allah, lindungi Ana dari godaan makhluk halus," pintanya sambil memejamkan mata karena takut dengan Ricky. Tapi suara tawa Clara terdengar jelas sampai ke telinganya.
"Makhluk Tuhan paling ganteng kali," seru Clara yang langsung mendapatkan lirikan tajam Ana. Bibir temannya itu sampai maju beberapa senti. Tetap saja Clara tidak dapat menahan gelak tawanya.
Ricky menatap gemas gadis ini. Sebelah tangannya yang bebas segera menarik dagu Ana dan tentu mata bulatnya melebar lagi. Suara riuh ramai siswa dan siswi semakin kencang. Clara sampai mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan momen ini. Dari yang cemburu, senang bahkan kesal bercampur rasa iri.
"Ricky, ap-,"
Belum selesai Ana berbicara, Ricky sudah memotong ucapannya yang mungkin akan penuh umpatan.
"Aku kan udah bilang jangan nolak. Masih aja ya. Aku nggak suka terima penolakan. Jadi, ayo pergi sekarang!" segera tangannya di tarik untuk segera menjauh dari tempat ini. Ia tidak bisa melakukan hal lain. Kaki-kakinya bahkan hanya bisa mengikuti langkah Ricky yang cepat dan besar-besar.
"Tu-tunggu. Ana mau ngomong," pintanya yang tidak mendapat respon apapun dari cowok ini. Kepala Ana menoleh ke belakang, meminta pertolongan dari Clara. Tapi temannya ini hanya melambaikan tangan dan mengatakan hal yang membuatnya ingin menenggelamkan Clara ke dalam gunung berapi yang sedang meletus.
"Semoga berhasil kencannya!" teriak Clara sambil berjingkat-jingkat riang.
What?
Oh astaga, kali ini Clara berubah menjadi menyebalkan. Ia tidak bisa mengatakan apapun lagi karena cowok ini terus menggenggam erat tangannya sampai mereka tiba di mobil Ricky.
"Masuk," perintah Ricky yang sudah membukakan pintu di sebrang kursi kemudi.
Ana mematung sesaat. Jika ia masuk kejadian seperti kemarin akan terulang. Tetapi Jika memutuskan untuk kabur, bagaimana kalau cowok ini melakukan hal-hal di luar akal sehat?
Tidak.