The Liar and His Flower

Sf_Anastasia
Chapter #23

# TLAHF 21 - Kembali ke Sekolah

***

Waktu begitu cepat berlalu. Meninggalkan berbagai kenangan baik maupun buruk yang akan membekas di dalam setiap ingatan semua makhluk hidup di dunia ini. Meskipun buruk, mereka akan mempercayai akan ada hal manis, menunggu di ujung sana.

Seperti dirinya, Ricky keluar dari mobil setelah berhasil memarkirkan dengan mulus tanpa menimbulkan suara terlalu bising sambil tersenyum manis kala sinar matahari menerpa tubuhnya. Hanya tiga hari tidak ada disini, namun berbagai macam kejadian manis sudah tercipta. Ia memang bukan manusia taat beribadah, tapi ia meyakini itu semua berkat campur tangan Tuhan. Ricky masih percaya, sesuatu telah disiapkan untuknya.

Terlalu pagi memang. Terlihat dari masih sepinya sekolah dan hanya ada segelintir siswa maupun siswi yang berlalu lalang menuju kelas masing-masing. Kakinya melangkah, membawa tubuh atletis ini menuju kantin yang sudah lumayan ramai. Lapar. Ia belum sarapan sama sekali.

"Mas Ricky," sapa salah satu penjual bubur ayam disini. "kok baru keliatan sih?" tanyanya saat Ricky baru saja mendaratkan bokong di kursi.

"Biasa, skors mang." Ricky mengangkat bahunya. "bubur satu biasa ya. Jangan pake kacang ye mang karena gue nggak suka dikacangin. Sambelnya agak banyakin biar melek ntar."

Mamang bubur ini tertawa pelan. "Siap atuh mas. Pesanan siap dibuatkan." Ricky terkekeh, lalu mengangkat sebelah jempolnya.

Melihat kejadian singkat itu, siswi yang ada di kantin menjadi riuh. Seorang Ricky tersenyum bahkan tertawa itu hal langka.

"Astaga Kak Ricky, jangan manis-manis amat napa!"

"WOY! GUE MELELEH!"

"TUHAN, GUE NGGA SANGGUP!"

"KAK RICKY, JADI PACAR AKU YA. 1x24 JAM AJA GAK APA-APA!"

Seorang gadis yang berani kini menghampirinya walaupun banyak siswi lain yang menggunjingkannya, meskipun Ricky malah sibuk membenarkan kancing bajunya yang ternyata tidak sempurna, lebih tepatnya terbuka di bagian atas.

"K--Kak Ricky."

Kepalanya menoleh, ditatapnya dingin seorang gadis cantik yang berdiri di sampingnya. Sungguh perubahan raut wajahnya membuat si gadis agak kikuk. "A--Aku Alena Kak. Ma--mau ngasih ini," sebelah tangannya menaruh sekotak cokelat berbentuk hati di atas meja. "Di-dimakan ya, Kak. Buatan Alena."

"Gue nggak suka cokelat," katanya ketus sambil memalingkan wajah ke arah lain. Gadis ini tidak buruk, cantik dan manis. Tapi letak masalahnya adalah ia tidak menyukai gadis lain sekarang. Eh, memangnya ia pernah menyukai seseorang dengan benar dahulu?

Alena cukup kecewa, namun tetap saja gadis ini tetap senang berhasil membuat Ricky melihatnya bahkan membalas ucapannya. "Oh. Buat temen-temen Kakak aja."

"Tap--"

Belum selesai ia bicara, gadis bernama Alena itu langsung buru-buru pergi sambil tersenyum-senyum. Agak aneh memang, bukankah harusnya dia sakit hati dengan ucapannya? Aneh ah. Ricky memlihat cokelat itu di meja. Kenapa bentuknya hati dengan hiasan warna pink di sekelilingnya? Astaga ia jadi bergidik sendiri. Pink bukan warna untuknya.

Tidak ingin terlalu lama berlarut, perhatian Ricky kini beralih ke benda pipih yang baru saja keluar dari saku celananya. Membuka bagian gallery dan potret gadis itu terpampang disana. Hanya saja nampak bagian belakang, karena Ricky memotret secara diam-diam. Ricky tersenyum kecil betapa lucunya dia, sampai tidak sadar ponsel itu di tarik paksa oleh seseorang.

"Woi anjir hape gue," omelnya sambil menggebrak meja pada. Ternyata Kevin yang merebut ponselnya secara paksa. Dia baru saja tiba dan saat melihat layar benda itu, matanya melebar tak percaya.

"Wah, anak satu ini bener-bener jatuh cinta. Asek." Ledekan Kevin membuat Ricky sedikit geram. Ya sedikit, bagaimanapun manusia satu ini adalah teman terbaiknya.

Ricky mendecak "Emang gue nggak boleh apa cinta ama orang?" Tangannya mencoba merebut ponsel dari Kevin tapi gagal. Cowok ini menyadari gerakan Ricky dan mundur selangkah. Mengakibatkan ia harus mendecak sebal, lagi.

"Boleh." Kevin mengangguk pelan. "cuman nggak nyangka aja gue, seorang Ricky Pratama Putra gitu tergila-gila sama satu cewek. Biasanya cuman mainin perasaan orang."

"Anjir, ngeledek bener."

Kevin mencoba menahan gelak tawanya.

"Pfft, gue ngomong sesuai fakta." Kemudian dia ikut duduk di depan Ricky dan meletakkan kembali benda pipih itu di meja. Mau tidak mau, ia juga ikut duduk. Sebelah tangannya segera menarik ponsel itu agar tidak lagi menjadi korban.

"Tumben lo sendirian. Mana Aldo ama Karina?" tanyanya.

"Mang, bubur satu juga ye. Samain kayak punya ini kunyuk!" seru Kevin pada Mamang bubur yang segera memberikan jempolnya. Ia mendelik dan menatap geram pada temannya ini. Bukannya meminta maaf, dia hanya tertawa geli. Lalu dia beralih pada Ricky. "udeh dateng kok. Aldo nganterin Karina ke kelas."

"Oh."

"Eh, cokelat dari siapa nih?" tanya Kevin yang menyadari adanya benda itu di meja. Diambilnya benda itu dan memperhatikannya sambil mencari tahu dari siapa kudapan manis ini. "Alena? Buset, Ky. Lo dikasih sama Alena? Yang cakep kebangetan itu?"

"Makan aja."

"Eh, kambing bandit," omel Kevin. "soal makan mah nggak usah di suruh. Tapi gue iri woy!"

"Elah, cokelat doang."

Tak butuh waktu lama sampai dua mangkuk bubur terhidang di hadapan mereka. Apalagi penjual disini baik, khusus untuk kerupuk disediakan di wadah terpisah dan diberikan lebih banyak daripada di tempat lain. Ricky segera melakukan ritual sarapan paginya dengan meraih bubuk lada dan sambal untuk kembali ditambahkan ke dalam makanannya. Bulu kuduk Kevin meremang melihat mangkuk yang kemerahan itu. Sarapan semangkuk sambal pakai topping bubur. Astaga!

"Awas perut lo bocor," kata Kevin memperingatkan. Tapi ia hanya melirik sebentar lalu melanjutkan aktivitasnya.

"Dikit doang kali," sanggahnya. Kemudian mengaduk sarapan paginya agar tercampur semua. Ricky memang tim aduk sedangkan Kevin tim tidak di aduk.

"Dih, kaga enak amat pake di campur begitu," kritik Kevin sambil memakan kerupuknya satu persatu.

Ricky memutar bola matanya dengan malas.

"Daripada punya lo. Nggak di aduk apa rasanya." Tangan cowok ini sampai menujuk-nunjuk ke arah mangkuk Kevin.

Belum sempat keduanya melanjutkan perdebatan tidak berfaedah ini, Aldo segera mengambil tempat di sebelah Ricky. Di datang tanpa di jemput dan diantar.

"Etdah ini berdua doang kayak orang pacaran aja, pagi-pagi udah berantem masalah bubur."

"Ini lagi kampret satu muncul." Ricky menelan satu suapan bubur dengan cepat. Lalu tangannya segera mendekatkan mangkuk kerupuk dengan mangkuk bubur miliknya. Menjauhkan dari predator semacam Aldo yang tidak ingat teman jika soal makanan gratis.

Aldo menyadari gerakan teman disebelahnya dan memasang wajah tak percaya. "Takut bener itu kerupuk abis ama gue."

Setelah cukup lama berpikir, Kevin juga buru-buru menjauhkan mangkuk kerupuknya dari jangkauan tangan Aldo." Iya. Lo mah kadang nggak inget kalo masih ada yang punya. Tau-tau abis gitu aja. Giliran ditanya kok abis, paling lo jawab itu kerupuknya minta lari ke lambung gue. Kan ngajak berantem. Mana ada makanan bisa request mau masuk ke perut siapa, " ujarnya panjang lebar sampai membuat Ricky dan Aldo otomatis tertawa bersamaan. Lelucon pagi hari ala Kevin selalu berhasil membuat keduanya mengocok perut. Tapi Kevin malah memandang heran pada dua temannya.

"Eh gembel berdua. Malah ngakak apalagi lo Ky, " omel Kevin sambil sesekali memakan buburnya. "bukannye dukung gue."

Ricky menghentikan tawanya sejenak. "lagian ngapain dukung lo? Emang kita mau pilkada." Lagi-lagi Ricky tertawa.

"Bahaha, bener itu bener," timpal Aldo mengamini perkataan Ricky.

"Serah lo pada. Bodo amat gue." Kevin mendengus sebal, lalu beralih untuk menghabiskan sarapan paginya daripada harus menjadi korban bullying kedua temannya ini.

Tak lama Aldo juga memesan hal yang sama dan mereka bertiga sarapan dengan tenang. Sesekali Kevin melucu kembali dan mereka tertawa bersama. Gadis-gadis disana tentu tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia mereka dapat menyaksikan tawa dan senyuman Ricky. Bagaimana tidak, setiap hari mereka hanya disuguhi wajah dan sorot mata dingin dari cowok itu.

"Eh, liat-liat Kak Ricky ketawa lagi."

"Gils, CAKEP BAT WOY!."

"ALLAHU AKBAR JANTUNG GUE APA KABAR!."

"KAK RICKY NENGOK SINI DONG!"

Kevin mendengar sayup-sayup suara latar di belakang mereka. Histeria gadis-gadis korban ketampanan Ricky. Padahal menurut Kevin, dirinya juga tidak terlalu buruk dan tidak kalah dengan Ricky.

"Ky, coba noleh ke belakang dah," suruh Kevin yang sudah selesai sarapan. Begitu juga dengan kedua temannya. Dengan polos Ricky menoleh dengan wajah datar mengikuti arahan Kevin. Dalam hitungan detik, gadis-gadis yang ada disana berteriak histeris.

"KAK KEVIN BAIK, MAKASIH!"

"KYAAAA, KAK RICKY NENGOK GAES."

"GUE NGGA BUTUH SARAPAN LAGI UDAA KENYANG!"

Ricky langsung menatap tajam Kevin yang sibuk tertawa geli. Aldo juga tak bisa menahan tawanya. "Bisa-bisanya lo ya, gue kira ada apaan taplak!" omel Ricky.

"Ya sekali-kali lah sapa fans. Nggak liat apa mereka pada kek hamil onlen gara-gara lo," celoteh Kevin sambil melempar jempol ke arah gadis-gadis tadi.

"Pea lo, Vin. Bilang aja lo mau salah satu cewek-cewek disitu," timpal Aldo.

"Woiya jelas, ngga kasian apa lo pada ama gue. Hampir jadi jomblo abadi nih." Wajah Kevin memelas hingga Aldo tak tahan untuk melemparkan bubuk lada ke arahnya. "Oy, lo kira gue ketiban setan."

Aldo tertawa kencang. "Siapa tau kan."

"Bege lo berdua," kata Ricky yang juga ikut tertawa Kemudian perhatiannya beralih ke ponsel karena notifikasi yang baru saja masuk, ternyata pesan whatsapp. Tentu saja dari gadis itu yang baru saja mengabari akan tiba di sekolah 5 menit lagi.

Senyumnya terkulum sempurna. Ricky segera merogoh dompet dan meletakkan selembar uang seratus ribu di meja. "Nih lo pada bayar ntar. Kembaliannya nggak usah diambil."

Kevin dan Aldo menoleh bersamaan.

"Mau kemana lo?" tanya keduanya dengan kompak.

"Jemput tuan Putri."

Lalu Ricky setengah berlari meninggalkan Aldo dan Kevin yang masih memasang wajah kebingungan.

"Lah, kan Ana pasti dateng ama Ivan, Ky." Kevin melihat pada Aldo lalu melihat lagi ke arah punggung Ricky yang sudah menjauh. Aldo juga melakukan hal yang sama.

"Buset, mau ngajak perang dia," kata Aldo yang susah payah menelah salivanya.

Bahkan Kevin sambil memijat pelipisnya yang berkedut. "Ah, gue nggak mau ikut campur dah."

Sebentar lagi, perang dunia... yang kesekian kalinya akan dimulai. Kevin dan Aldo segera berlari meninggalkan kantin menghindari amukan dan sesi baku hantam yang mungkin saja akan terjadi sebentar lagi. Namun...

"Oy, sia budak duaa! abis dahar malah kabur. Bayar dulu!"

Ya ampun.

***

Lihat selengkapnya