***
Suara deras hujan yang turun di luar sana menjadi alarm baginya untuk terbangun dari tidur lelapnya semalam. Hawa dingin begitu menusuk kulit ketika tangannya menyibak selimut dan duduk di ujung ranjang. Tidak bisa dikatakan jika ia tidur nyenyak, karena nyatanya baru sekitar jam dua pagi rasa kantuk menyerang. Dan ia harus terbangun kembali sekitar jam lima pagi.
Sunyi dan senyap menemani hari-harinya. Tidak ada orang lain disini. Rumah ini memang tidak begitu besar, namun nyaman dan sepi karena hanya ia seorang yang menempati. Sesekali Aldo, Karina dan Kevin berkunjung. Tapi tak selalu setiap waktu.
Setelah cukup lama duduk, ia memutuskan berjalan menuju kamar mandi untuk sekedar membasuh wajah. Ia menghela napas sembari menatap sosok dirinya dalam cermin.
Lelah, tergambar jelas disana. Banyak hal yang dipikirkan dan sangat sulit di cerna. Di saat seperti ini ia sangat membutuhkan Mama untuk tempat bersandar dan bercerita.
Namun, Mama telah lama tiada.
Deru kendaraan roda empat dan mengeluarkan suara klakson menyadarkannya kembali ke dunia nyata. Dengan agak terburu-buru ia berjalan ke arah pintu. Benar saja, Aldo dan Kevin ada disana.
"Oi, buruan bukain," teriak Kevin dari balik kursi kemudi dan kaca mobil yang terbuka saat ia berjalan untuk membukakan gerbang. Tidak peduli dengan derasnya hujan yang turun, ia tetap melangkah mantap.
"Ky, pake payung napa," sahut Aldo. Tapi Ricky hanya mendengus.
"Males."
Kevin mendecak sebal, terpaksa tangannya meraih payung yang memang sudah sengaja disiapkannya tadi. Setelah mobil terparkir sempurna, Kevin turun lalu bergegas memayungi Aldo.
Ricky?
Lihat dia malah meninggalkan mereka berdua setelah berbasah-basah ria, seakan berada dalam serial bollywood. Beruntung Ricky tidak menari sambil berlari. Jika hal itu terjadi dapat menyebabkan rasa mual yang tiada tara.
"Emang kutu kupret manusia satu ini," keluh Kevin sambil berjalan masuk. Dia meletakkan payungnya di ujung teras.
Baru saja Aldo mendaratkan bokong di sofa, suara teriakan Ricky menggema dari kamar mandi. "Tumben Karina nggak ikut, do."
Tangan Aldo meraih remote televisi yang ada di meja." Oh, itu anak dianter bokap," balasnya.
Kevin berjalan ke arah dapur, menuju kulkas. Sempat ia melihat beberapa botol kosong berisi wine di tempat sampah. Tapi tidak terlalu dipikirkan olehnya. Kevin mengambil sebotol air mineral dan meminumnya sambil berjalan ke tempat Aldo sekarang.
Tidak berapa lama sampai Ricky keluar dari kamar mandi lengkap dengan baju seragamnya. Tangannya masih sibuk mengeringkan rambut dengan handuk kecil.
"Lo berdua ngapain kemari?"
Kevin segera memeluk Ricky erat. "Gue kangen lo kampret."
Ia sendiri merasa takut dengan sikap Kevin sampai bulu kuduknya meremang.
"Lo ngehomo jangan sama gue!" omel Ricky sambil mendorong-dorong tubuh temannya ini. Aldo hanya tertawa kencang melihat kebodohan di depannya.
"Somplak, malah ngakak." Ricky melemparkan handuk basah tepat mengenai wajah Aldo dan mengundang gelak tawa dirinya dan Kevin yang sudah melepaskan pelukannya.
Aldo melempar handuk basah itu ke sembarang tempat.
"Wah lo, Ky. Ngegas ye." Tangannya sampai menunjuk ke arah Ricky yang duduk bersandar pada sofa di depannya.
"Yaelah kalem." Ricky kemudian berjalan ke arah rak sepatu. "eh, gue nebeng ya," sahutnya sembari mengenakan sepatu.
"Iye. Lo di bagasi aja!" seru Aldo sebal. Tangannya menata kembali rambut yang sempat berantakan sedikit tadi.
Kevin tertawa geli. "Yaelah lo mah, baru di lempar handuk aja udah ngambek kek cewek pms."
"Itu mulut kadang ye, kaga ada remnya."
"Ya namanya juga udah blong, Do. Pake di komen," sahut Ricky. Ia sudah selesai mengenakan sepatu dan siap berangkat. "cabs nyok."
"Yok, tinggalin aja ini cewek pms," timpal Kevin sambil berjalan keluar. Aldo hanya kembali mendengus sebal.
Hujan mulai sedikit mereda, menyisakan rintik-rintik yang masih turun.
Kevin menoleh pada Ricky yang mengikutinya di belakang. "Ky, kepagian nggak nih?"
Ia menggeleng. Meskipun ia melihat langit dalam keadaan sendu.
"Kali-kali. Rekor lho daripada kita dateng mepet."
Aldo berjalan ke arah mereka dengan senyum lebar. "Lo yang dateng mepet mah. Gue selalu pagi bareng ayang Karina."
"Ah, somplak. Inget gue napa, Do. Masih jomblo dari dalam kandungan ini," protes Kevin yang lagi-lagi mengundang gelak tawa keduanya.
"Ini lagi lo, Ky. Mentang-mentang udah sah ye ama Ana malah ngetawain gue!"
Ricky menepuk pundak Kevin pelan. "Kalo udah sah, Ana tinggal disini ama gue."
"Lah kemaren gue kira nggak masuk ke KUA lo," ledek Kevin.
"Udah. Halamannya doang. Itung-itung latihan. Puas lo?" Ricky mendecak sebal.
"Emang dasar Dilan KW lo!" ujar Kevin bersungut-sungut.
Ketiganya berlari kecil memasuki mobil Kevin dan segera melenggang pergi dari rumah Ricky. Semakin menjauh, rintik hujan yang turun semakin menghilang meskipun matahari belum ada pertanda akan nampak.
Keheningan menghiasi, Aldo sibuk dengan ponselnya, Kevin fokus mengemudi dan sedangkan dirinya memilih memandang keluar jendela. Memperhatikan setiap sendi-sendi kehidupan yang mulai menggeliat.
Ricky kembali mengingat mengenai kejadian semalam. Selepas mengantar Ana walaupun hanya setengah jalan, ia terpaksa datang ke Redline. Bertemu Ganes dan menghajarnya. Dugaannya tepat, yang membuntuti ia di rumah sakit memang benar Ganes.
Tapi. Siapa yang membuntuti rumahnya kemarin malam?
Mungkin Ganes, namun ia tak yakin untuk apa dia ada disana. Ah, semalam Ricky juga tidak terlalu memperhatikan ketika Boss White Wolfgang datang dan memulai rapat internal bersama Redline. Hanya saja di akhir, Boss menghampiri dan mengatakan "Saya percaya dengan kesetiaanmu, nak."
Kesetiaan?
Sudahlah.
Ricky sempat melirik ke arah kedua temannya yang ada di kursi paling depan. Mereka tidak mengetahui jika ia bergabung dalam White Wolfgang, kelompok yang sangat ditakuti di seluruh kota, bahkan negeri.
White Wolfgang kelompok underground yang besar. Berada dalam naungan salah satu petinggi negara dan beberapa petinggi perusahaan besar, menjadi salah satu kaki tangan tersembunyi, berada di balik layar.
Masalah keuangan, selain mendapatkan kucuran dana dari petinggi, White Wolfgang menguasai sebagian besar tempat hiburan malam yang menjadi sumber dana mereka.
Tugas anggota mereka bermacam-macam. Mulai dari hal ringan seperti transaksi gelap, barang haram, penjualan senjata api di black market, sampai menghilangkan nyawa seseorang, tanpa jejak dan mengecohkan pihak kepolisian.
Sampai saat ini, Ricky tidak pernah dilibatkan pada hal semacam itu. Terakhir, ia ikut serta dalam penyerangan terhadap Redline untuk memperebutkan wilayah kekuasaan dan berakhir dengan aliansi diantara keduanya. Boss tidak ingin ia melakukan tindakan berbahaya selain bertarung. Menurut Boss, belum saatnya.