
🎵 “Kadang, hal paling indah datang dari gangguan kecil yang tak kita rencanakan.”
Farel nggak pernah menyangka kalau hari paling absurd dalam hidupnya bakal dimulai dari sesuatu sesederhana Wi-Fi lemot.
Dia cuma mau ngerjain tugas di lab komputer sekolah. Nggak ada niat buat nyari keajaiban, apalagi mendengar suara perempuan misterius dari earphone rusak yang bahkan udah kehilangan satu karetnya.
“Bro, Wi-Fi sekolah lemot banget,” gerutunya sambil menatap layar laptop dengan tampilan loading yang muter-muter kayak nasib.
Dita, si sahabat sekaligus partner logika, melirik dari kursi sebelah. Rambutnya dikuncir asal tapi rapi banget buat ukuran cewek yang sering bilang “gue nggak peduli penampilan”.
“Lo yakin itu Wi-Fi, Rel? Bukan laptop lo yang minta pensiun dini?”
“Ha ha,” Farel mendengus. “Lucu banget. Gue install ulang Windows dua kali, lo pikir masih salah gue?”
Bowo, yang lagi ngedit video di komputer pojok, tiba-tiba nyeletuk tanpa nengok.
“Coba lo tiup aja kayak kaset PS1. Biasanya manjur tuh.”
“Lucu banget, Bow. Gimana kalau lo aja yang gue tiup biar lancar ngomongnya?” balas Farel ketus.
Tapi di tengah kekesalan kecil itu, ada satu hal yang bikin suasana berubah.
Di meja pojok lab, di antara kabel kusut dan tumpukan mouse rusak, Farel nemu satu earphone lama. Kabelnya udah ngelupas, tapi salah satu sisi masih bisa nyala. Ada label kecil di kabelnya, tulisan spidol samar: “Lost & Found, 2022.”Iseng, Farel colok earphone itu ke laptop.
Klik.
Nggak ada suara. Hanya dengungan statis samar dari speaker kanan.
Tapi tiba-tiba —
“Hallo? Lo denger gue?”
Suara itu halus. Perempuan. Tapi jelas banget, seolah dia ngomong dari dalam kepala Farel.
Farel langsung copot earphone-nya. “Siapa tadi?!”
Dita menoleh. “Apaan?”
“Lo nggak denger?”
“Denger apaan? Dari tadi lo ngomel.”
Farel nunduk lagi ke layar. Volume laptopnya naik turun sendiri. Ada ikon speaker yang berkedip cepat.
Dia pasang earphone lagi.
“Hallo?”
Suara itu muncul lagi, kali ini lebih pelan.“Jangan panik. Lo bisa denger gue, kan?”
“Siapa lo?” bisik Farel, nadanya setengah gugup, setengah nggak percaya.
“Nama gue... nanti aja deh. Lo nyolok earphone itu, kan?”
“Ya.”
“Berarti frekuensinya masih nyala.”
“frekuensi apaan?”
Perempuan itu diam sejenak.
“Lo bakal ngerti nanti. Tapi buat sekarang... tolong jangan cabut earphone-nya.”
Farel nahan napas. Dia melirik kanan-kiri, takut Dita atau Bowo notice kelakuannya yang mendadak aneh. Tapi dua temannya sibuk sendiri—Bowo lagi ketawa ngedit video meme, Dita fokus di Excel kayak mau ujian CPA.
Farel kembali menatap layar.
“Apa ini prank? Lo dari lab lain ya?”
Suara itu tertawa kecil. “Kalau ini prank, gue udah terkenal dari dulu.”
Farel mengernyit. “Lo manusia?”
“Lo juga manusia, kan? Jadi kita impas.”
Dan entah kenapa, nada suaranya ringan banget—kayak senyum yang bisa didengar.