Persediaan makanan dirumah memang masih banyak, berkat paket bantuan sembako dari Bu Dwi kemaren akan bisa bertahan selama beberapa minggu ke depan. Akan tetapi, beberapa jenis sayuran dan bumbu lainnya terasa masih kurang untuk melengkapi menu makan malam. Nenek Sumiyati ingin membuatkan berbagai hasil masakan yang lebih spesial daripada sebelumnya. Ketika banyak pilihan bahan makanan yang tersedia di rumah. Kapan lagi dia bisa memasak banyak makanan lezat dan super kenyang untuk dua cucu kesayangannya? Setelah pulang kerja sebagai pemetik teh, Nenek langsung bergegas pergi ke pasar. Saat di jalan hampir sampai menuju pasar, Nenek bertemu dengan Bu Rini, Ibunya Hadi.
“Eh Nek Sumiyati. Mau kemana?” sapanya berbasa basi dengan wajah dibuat ramah, lalu segera turun dari motornya
“Ya, kalau lewat jalan sini tentu saja mau ke pasar. Masa mau ke gunung?”
Bu Rini tersenyum tipis “Bagaimana kabar Fajar dan adiknya sekarang?”
“Baik-baik saja. Jam segini mungkin mereka berdua sedang pulang sekolah ”
“Pasti Fajar masih tetap di sekolah yang sama di tempat itu kan? Kalau Hadi sekarang tentu saja semua pada tahu. Sudah melanjutkan sekolahnya ke luar negeri. Di sekolah terbaik dan paling terfavorit di Australia sana itu.”
“Begitu ya? Pantas saja Hadi sudah tidak pernah terlihat main ke rumah lagi” jawab Nenek tak tertarik sama sekali. Dalam pikirannya terbayang untuk memilah milih beberapa sayuran dan bumbu masakan yang akan segera dibeli.
Bu Rini sedikit mengangkat dagunya “Hadi sudah sangat berbeda hidupnya sekarang. Tahu sendirilah IQ anak saya itu jauh diatas rata-rata murid lainnya. Apalagi presatasinya di sekolah sudah begitu banyak. Saya sebagai Ibu kandungnya saja tidak bisa menghitungnya lagi. Semenjak berhasil mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah diluar negeri, kualitas belajar dan pergaulannya sudah terlihat jauh lebih baik. Begitu berbeda sekali bagaimana sekolah disini dan diluar negeri sana. Tempat dan lingkungan sekolahnya bersih dan nyaman sekali. Semua fasilitas belajarnya sangat lengkap dan mewah. Pastilah Hadi akan sangat betah sekolah disana. Masa depannya juga akan jauh lebih maju dan terjamin kalau lulusan dari sekolah terbaik di luar negeri. Akan sangat berbeda lah kalau lulusan yang dari sekolah disini kan?”
Nenek hanya bisa memutar mata ketika Bu Rini terus terusan menyombongkan anak tunggal kesayangannya yang telah berhasil melanjutkan sekolah diluar negeri. Sedikit menyindir dan membandingkan kehidupan dan sekolah anaknya yang sekarang dengan Fajar yang tidak ada prestasi yang bisa dibanggakan. Nenek ingin segera pergi dari situasi yang serba tak nyaman, tapi tak kuasa untuk memotong pembicaraan Bu Rini yang sejak tadi terus saja cerewet panjang lebar tanpa henti.
Nenek terpaksa terus berdiri sambil menatap Bu Rini dengan wajah datar. Sampai kapan omong kosong ini akan berakhir? Ia tak peduli tentang bagaimana nasib teman Fajar itu, yang terpenting saat ini adalah bagaimana kedua cucunya nanti akan makan enak dan kenyang.
“Oh, ya. Kalau ingin lebih tahu dan penasaran bagaimana situasi dan kondisi cara belajar dan sekolah Hadi disana. Ya, bisa dijadikan contoh yang baik untuk Fajar juga kan? Mulai kemaren sudah bisa dilihat di akun youtube channelnya Hadi and Best Education. Bisa segera ditonton dan jangan lupa di-subscribe di-like di-comment ya. Semua isi konten youtubenya tentang bagaimana dia belajar dan bersekolah sehari-hari disana. Banyak hal yang bisa jadi inspirasi untuk para siswa lainnya dimanapun berada, termasuk Fajar. Mungkin setelah menjadi salah satu subscriber dan menonton youtubenya Hadi nanti. Fajar bisa lebih termotivasi untuk lebih rajin belajar dan mencetak prestasi membanggakan di sekolah kan? ”
Dalam hatinya Nenek tidak begitu mengerti dengan apa itu akun youtube, subribe, lake, komen? Kalau dia bertanya kemungkinan perbincangan ini akan jadi lebih lama dan semakin tak terhentikan lagi. Pastilah dia akan diledek kalau bertanya dan tidak tahu apa itu youtube? Pasti kedua cucunya juga akan ikut ditertawakan kalau punya Nenek yang ketinggalan zaman begini? Bagaimanpun juga Nenek tetap merasa bangga dengan kedua cucunya. Mereka adalah orang yang baik dan sopan, yang selalu menghormati dan menghargainya. Tidak pernah membuat masalah dan selalu membantunya setiap diperlukan. Nenek mengharapkan suatu saat, kelak dua cucunya itu akan menjadi karyawan di sebuah perusahaan besar atau menjadi PNS, dengan gaji yang tetap dan uang pensiun untuk jaminan mereka dihari tua. Tidak perlu lagi seperti dirinya yang terus memaksakan diri untuk bekerja diusia tuanya.
“Fajar dan Kanara adalah dua cucu terbaik di dunia. Mereka hanya perlu menjadi diri sendiri saja. Tidak perlu mencontoh dan meniru bagaimana kehidupannya orang lain yang belum tentu sesuai dengan diri mereka.”
Mulut Bu Rini akan segera membantah jawaban Nenek dengan wajah sinisnya. Tapi, ponselnya tiba – tiba berbunyi. Terdengar jelas suara suaminya sedang berteriak menyuruhnya agar segera pulang. Nenek merasa sangat lega untuk tidak perlu lagi melanjutkan pembicaraan yang membuang waktunya. Tidak ada kata pamit yang terucap dari Bu Rini yang wajahnya telah berubah menjadi cemas dan langsung pergi begitu saja dengan motor matiknya. Dan Nenek bisa kembali melanjutkan perjalanannya sampai kepasar. Memilah milih sayuran dan beberapa bahan makanan pelengkap lainnya dengan cekatan.
Dari kejauhan seketika terlihat mobil mewah mengkilap berwarna putih dengan bagian atapnya sengaja dibiarkan terbuka datang melewati jalanan sempit dipasar tradisional. Beberapa motor dan pejalan kaki yang berada di jalan yang sama terpaksa menghindar dulu karena lebar mobil tersebut menghambat jalan. Bu Evi datang kepasar mengenderai mobil mewahnya sendiri dengan memakai kacamata hitam. Setelah berhasil memarkir mobil didepan toko yang tertutup dan bebas parkir. Ia segera keluar dengan menampakkan sikap tak bersahabat. Memakai baju bercorak bunga berwarna cerah menyala, dengan kalung emas berkilauan bermata biru menjuntai panjang hampir sampai keperutnya, cincin emas dan perak dengan berbagai bentuk dan tipe memenuhi hampir setiap jari-jari tangannya dan gelang berwarna warni berbaris rapat di kedua tangannya. Berjalan dengan angkuh dan elegant sambil menenteng tas belanjaan designer ternama datang ke tukang sayur
“Berapa harga sayur yang ini Pak” tanyanya dengan nada suara dingin seraya menunjuk ke arah tumpukan sayur brokoli.
“Lima ribu rupiah saja Bu” jawab pedagang dengan ramahnya “Silahkan dipilih mana yang mau diambil”
“Kenapa mahal sekali? Biasanya harga sayuran hanya dua ribu rupiah saja” protes Bu Evi tak terima
“Ini beda Bu, kebetulan sekarang diikat dengan porsi yang jauh lebih banyak sayurnya. Jadi bisa lebih hemat dan praktis saja. Kalau mau yang dua ribu, nanti bisa saya ambilkan”