"Gue percaya kalo gak ada yang kebetulan di dunia ini. Karna yang ada itu cuma takdir."
-Gilang Edlardo.
***
Seluruh siswa/i berhamburan keluar dari gerbang sekolah. Termasuk salah satu cewek berambut poni menutupi seluruh dahi, kulit putih, dan tas gendong berwarna merah yang kini talinya tengah dipegang erat oleh cewek itu. Panggil aja dia Adel.
Adel kini tengah berjalan menuju gerbang bersama ketiga temannya.
"Duh, kiamat udah deket kali yak. Bumi panas banget gini, astaga!" perkataan itu keluar dari bibir Katty yang kini sibuk mengipasi wajahnya dengan kipas kecil.
Bintang memukul pelan mulut sahabatnya itu. "Omongan lo."
"Ya abis panas gila gini!" belanya pada diri sendiri.
Rara mendongak menatap langit. "Awannya hampir gak ada," komentarnya.
Adel ikut mendongak. Benar. Awannya sangat sedikit. Adel menghela napas. Ia paling tidak bisa panas seperti ini. Itulah sebabnya dari tadi ia terus memayungi dirinya sendiri dengan satu buku. "Em, malesin nih kalo panas ngejreng gini. Gak bisa lama-lama di bawah matahari gue."
Katty melebarkan matanya kemudian memukulkan kipasnya pelan pada bahu Adel. "Em, mantul!"
Rara melirik kedua temannya itu sambil mengernyit heran. "Kenapa emang? Kalian ada penyakit-penyakit gitu?"
Adel tertawa pelan. "Yakali, amit-amit dew! Gue gak bisa Lama-lama di bawah sinar matahari karna kulit gue ini gak dipakein sunscreen tadi! Gue lupa." Adel nyengir.
Bintang yang mendengar itu hanya bisa mendengus pelan. "Kalo emang putih mah gak bakalan item mendadak kali."
Katty memicingkan mata menatap bintang tak suka. "Ih, biar gak belang tau! Terus biar kulit kita tetep bening, gak kusam!" Adel mengangguk setuju pada perkataan Katty.
Bintang hanya berdeham malas. Ia paling tidak paham soal skincare. Malas ribet.
"Adel!"
Adel dan teman-temannya sontak mendongak. Kedua bola mata berlensa itu seketika membulat melihat sosok yang tengah menyebrang jalan. Adel segera berjalan cepat demi menghindari sosok yang sangat mengganggu hidupnya hampir setahun ini.
"Del!"
"Lepasin!" Adel langsung menghempaskan tangan Reo—mantan pacarnya 8 bulan lalu—dengan kasar.
"Oke!" Reo mengangkat kedua tangannya. Sedangkan Adel bersedekap dada menatap Reo kesal.
"Lo ngapain sih ke sekolah gue lagi? Gak ada kerjaan lu, ya?" Adel sudah sangat kesal sekarang. Orang di depannya ini sudah sangat mengganggu.
"Gue mau jemput lo, Del. Ayolah Del kita balik kayak dulu lagi. Masa iya kita putus cuma karn–"
"Karna lo yang bilang putus!" teriak Adel membuat Reo kini mengerang sambil mengacak rambutnya.
"Gue gak maksud gitu, Del," ucap Reo dengan wajah memohon mencoba menarik sebelah tangan Adel.
Belum sempat Reo menyentuh tangan itu, Adel langsung menjauhkan tangannya ke belakang tubuhnya dengan dagu sedikit terangkat. "Terus maksudnya apa kalo bukan putus? Lo kira gue bego sama tuli apa? Gue masih inget jelas sama kejadian waktu itu. Dan sekarang l-"
"GUE KELEPASAN DEL!"
"MAKANYA SEBELUM BICARA TUH PIKIRIN DULU REO! SEKARANG APA? LO MAU KITA BALIKAN? NGGAK! SATU KALI PUTUS GAK ADA BALIKAN!" Balas Adel berteriak. Wajah cewek sudah memerah dengan kedua pipi mengembung. Adel sekarang sedang emosi dan kalau Adel emosi, otomatis dia akan menangis. Tapi untuk kali ini, Adel tidak mau menjatuhkan air matanya di depan mantannya ini. Adel tidak mau dianggap lemah.
Reo menggeleng pelan. Kedua mata cowok itu memerah. Reo pun sedang menahan emosi dan tangisnya. Reo, masih menyayangi Adel.
"Gue masih sayang sama lo, Del," kata Reo pelan menatap lurus kedua mata milik Adel.
"Waktu lo bilang putus, lo gak ngejar gue lagi. Apa itu yang namanya sayang? Apa itu yang namanya kelepasan?" balas cewek.
"Gue gak ngejar lo karna gue lagi emosi."
Katty dan Bintang berlari mendekati Adel dan Reo yang kini tengah menjadi pusat perhatian. Rara sudah pulang tadi karna sudah dijemput.
Bintang berdiri di depan Adel sedangkan Katty mengusap bahu Adel penuh sayang. Adel sudah tak kuat. Air matanya luruh begitu saja.
Tidak, ia menangis bukan karna masih sayang pada Reo. Tapi memang begitu. Adel cengeng dan Adel enggan mengakui itu.
Bintang menatap Reo kesal. "Lo gak punya urat malu, ya? Di mana harga diri lo sebagai cowok? Maksa-maksa balikan hampir tiap hari. Adel itu udah capek sama kelakuan lo!" tegas Bintang dengan suara lantang.
Reo menatap Bintang tajam. "Gue gak ada urusan sama lo!"
Bintang tetap memandang angkuh pada Reo. "Adel itu sahabat gue. Setiap masalahnya dia ya masalah gue juga."
Reo maju selangkah tetap menatap tajam pada Bintang. "Sekali lagi gue bilang, minggir!"
Bintang balas menatap Reo tajam. "Enggak!"
"GUE BILANG MINGGIR!"
Reo langsung mendorong Bintang ke samping sampai cewek itu jatuh ke bawah dengan dan telapak tangan yang terluka lecet. Adel dan Katty yang melihat itu sontak berjongkok membangunkan Bintang yang meringis.
Sementara Katty membantu Bintang berdiri, Adel yang emosinya memuncak berdiri dan maju mendekati Reo.
Kemudian,
Plak.
"ini yang paling gue gak suka dari lo, Yo! Lo jadi cowok terlalu kasar. Gue gak suka cowok kasar dan lo tau itu dari dulu."
Reo menarik lengan Adel kasar. "Lo harus balikan sama gue, Del!"
Adel berusaha melepaskan tangannya. "Enggak!"
"Gue gak terima penolakan!"
"Reo sakit! Lo gila, ya?!"
"Del-"
"Anak SMAN2 ngapain kasar-kasarin cewek SMAN1? Mau ngajak berantem?"
Adel sontak menoleh pada asal suara tepat di sampingnya. Adel tau siapa cowok itu. Ya, siapa yang gak akan kenal sama Gilang? Sang pentolan sekolah SMAN1, terkenal dengan friendly dan kocaknya dia. But, dia akan berubah dingin dan galak jika berhadapan dengan musuh. Dan, musuh abadi SMAN1 adalah SMAN2.
Gilang menarik lengan Adel cukup keras meninggalkan dua bekas merah, bekas cengkraman tangan Reo. Dan satunya lagi bekas tangan Gilang yang menarik lengannya tadi.
Adel sontak mengaduh kesakitan. Detik berikutnya ia merasakan sinar mentari yang semula menyinarinya kini sudah tidak lagi. Adel mendongak. Tubuh Gilang tepat berdiri di depannya.
Reo mengepalkan tangan. "Ini masalah pribadi gue. Gak ada sangkut pautnya dengan lo," ucap Reo tajam.
Gilang hanya menatap Reo santai sambil menaikkan sebelah alisnya. "Persetan urusan pribadi lo atau bukan. Cewek di belakang gue ini adalah siswi resmi SMAN1. Cewek yang tadi lo kasarin. Jadi jangan larang gue buat ikut campur."
Reo hendak maju selangkah namun suara Gilang menghentikan niat Reo yang hendak menghajarnya habis-habisan. "Lo ke sini dateng sendiri. Temen-temen gue ada di belakang gue. Kalo lo cari mati ya ayo. Cuma gue lagi baik hati aja ngebuka pintu selebar-lebarnya buat lo kabur dari nasib yang akan bawa lo berhari-hari di rumah sakit."
Reo mendengus dan tetap menatap tajam pada Gilang. Adel yang tetap berdiri di belakang Gilang mengintip. Kedua mata Adel dan Reo bertemu. Namun dengan cepat Adel membuang tatapannya.