Suara geraman di sudut kamar sepadan dengan suara omelan dari lukisan di dekat pintu. Lukisan seorang wanita berambut pendek itu sedari tadi mengomel karena ia tidak bisa tidur. Bukan hal yang aneh jika sebuah lukisan bisa bicara, bergerak, ataupun pindah ke lukisannya yang lain. Kecuali jika kau hidup di dunia muggle (kaum non sihir), mungkin kau akan mengira dirimu gila.
Buku Pemeliharaan Satwa Gaib di sudut kamar tak kunjung diam, bahkan sekarang buku itu telah membuka kedua matanya dan menggertakkan gigi-giginya.
"Soobin, aku ingin istirahat. Siapa professor konyol yang menyuruhmu membeli buku monster itu," gerutu wanita dalam lukisan.
"Nenek, aku pun tidak tahu harus kuapakan buku itu. Kalau memang ingin istirahat kenapa tidak ke lukisanmu di ruang tengah saja? Atau ke lukisanmu di rumah anak-anakmu yang lain," Soobin yang sedari tadi menata bukunya pun hanya melirik lukisan neneknya sebentar.
"Kau berani kurang ajar pada nenekmu, hah? Aku tidak bisa ke lukisanku di rumah yang lain. Mereka menutup lukisanku. Dasar anak-anak durhaka."
Sementara Soobin dan lukisan neneknya masih adu mulut, Mrs. Choi yang sedang mengawasi piring-yang-mencuci-sendiri itu langsung menoleh ke arah perapian. Kobaran api yang semula kecil kini perlahan membesar sampai berubah warna menjadi hijau, dan keluarlah seseorang dari dalam perapian.
"Oh, Mrs. Choi, maaf mengagetkan anda."
"Oh tidak nak. Soobin sudah memberitahuku kalau akan ada yang datang. Hanya kau?"
"Tidak, Hyuka akan segera tiba." Dan benar saja. Setelah nyala api membesar lagi, keluar lah seorang lagi dari sana.
"Jadi, sukses untuk pertama kalinya, Beomgyu?" Tanya Hyuka.
"Yah, lumayan."
"Kalian sudah sarapan?" Tanya Mrs. Choi.
"Belum," jawab keduanya.
"Baiklah bawa ini, dan makanlah di atas dengan Soobin. Dia juga belum sarapan." Mrs. Choi menyodorkan nampan berisi kue-kue dan jus apel. Keduanya pun segera menuju ke kamar Soobin, yang langsung disambut jeritan nenek Soobin.
"Hah! Berani-beraninya darah lumpur menginjakkan kaki di rumah anakku," jeritnya.
"Nenek, berhenti memanggilnya darah lumpur. Itu keterlaluan," protes Soobin.
"Darah lumpur?" bisik Beomgyu.