Soobin terbangun, dan menyadari dirinya telah berada di rumah sakit. Ia memandangi sekeliling. Tempat tidur di kanan-kirinya kosong. Tidak ada tanda-tanda teman-temannya berada di sana. Yang ada hanya Madam Pomfrey yang merapikan tempat tidur di ujung ruangan.
"Kau sudah bangun Choi?" tanya Madam Pomfrey begitu melihat Soobin menjauhi tempat tidurnya.
"Uhm...dimana teman-teman saya?"
"Oh mereka sudah kembali ke asrama. Kau juga bisa kembali kalau kau mau."
Ia mengangguk kemudian melangkah keluar menuju kantor kepala sekolah. Gargoyle menghadang jalannya, namun kemudian menyingkir begitu Profesor McGonagall keluar.
"Aku tahu apa yang membawamu kemari. Masuklah." Profesor McGonagall memimpin langkah mereka kemudian mengambil Pensieve, baskom batu tempat dituangkannya ingatan untuk dilihat dari sudut pandang orang ketiga. "Mr. Kim memberikan ini padaku. Dia bilang ini ada dalam genggamanmu."
"Kim?"
"Kim Namjoon."
Seketika itu juga Soobin teringat Umji. "Umji. Dementor tidak membawanya kan?"
"Tidak. Umji ada di St. Mungo sekarang. Ingatannya harus dimodifikasi sedikit agar tidak ada trauma berkepanjangan. Untungnya kau sudah mendapat ingatannya."
"Jadi apakah Igor Karkaroff akan ditangkap?"
"Igor? Apa? Apa maksudmu?"
"Bukankah dia orang di balik semua kejadian ini?"
"Jangan sembarang menuduh orang nak."
"Tidak. Dia pelahap maut, punya tanda kegelapan. Seseorang melihat tanda kegelapan di langit beberapa waktu lalu. Kutukan pembunuh, sectumsempra, saya yakin hanya pelahap maut yang akan melakukannya."
"Igor karkaroff memang pernah menjadi pelahap maut, tapi sekarang tidak. Tidak mungkin dia membuat tanda kegelapan di langit atau merapalkan kutukan pembunuh karena kementrian mengawasi setiap mantra yang ia lontarkan. Daripada kau terus-terusan menuduh Karkaroff, lebih baik kau lihat ini." Profesor McGonagall menunjuk Pensieve di hadapannya.
Dengan langkah ragu, Soobin mendekati Pensieve, kemudian menenggelamkan wajahnya ke baskom batu itu. Pemandangan tidak asing kini terlihat di sekitarnya. Ya, itu adalah koridor terlarang. Ia berdiri di samping Umji yang mematung di hadapan seorang pria lusuh. Umji ketakutan melihat tongkatnya berada di tangan pria itu.
"Apa yang harus kulakukan padamu? Menghapus ingatanmu? Membuatmu gila?" Pria itu menyibak rambut Umji dengan tongkat. Kemudian tiba-tiba tertawa. "Aku tahu apa yang harus kulakukan padamu. Kau, kau harus membantuku. Dengan begitu kau bisa mendapatkan tongkatmu lagi, sepenuhnya. Imperio!" Soobin terlonjak. Seketika itu juga diliriknya Umji yang kini tampak baik-baik saja. "Siapapun yang dekat-dekat dengan ruangan ini, jangan pernah biarkan dia hidup."
Segalanya kini berputar. Sosok Umji dan pria itu menghilang. Kali ini Soobin berdiri di sebuah lorong, masih di samping Umji. Ia bisa melihat dirinya sendiri di sana, dengan Lia. Ia ingat sekarang. Itu adalah hari saat Lia diserang. Diliriknya pria yang sedang bersembunyi di sudut lain itu. Awalnya dia mengisyaratkan agar Umji yang menyerang. Namun karena tidak sabaran, pria itu merampas tongkat Umji dan mengarahkan tongkat itu pada Soobin yang masih bersama Lia.
"Sectumsempra!" bisiknya. Lia menjerit dan terjatuh, merintih. Soobin melihat dirinya berlari menghampiri Lia yang darahnya terus keluar. Luka sayatan juga terus muncul seakan ia tengah disayat dengan pedang tak kasat mata. "Ah sial. Kenapa gadis itu harus menghalangi jalanku."
Hal yang sama terulang kembali. Kali ini sekitarnya berputar dan berhenti lagi. Umji mengikuti seseorang secara diam-diam. Gadis yang Umji ikuti sesekali menoleh ke belakang, ketakutan.
"Yuna?" bisik Soobin. "Noona, kau tidak akan membunuhnya kan?" percuma, Umji tidak akan mendengar suara Soobin.
Ketika berbelok, Yuna menabrak seorang gadis. Soobin mengenali gadis itu, dia adalah siswi Beauxbatons.
"Pergi dari sini!" ucap Yuna.
"Avada Kedavra!" bisik Umji, mengarahkan tongkatnya pada Yuna. Dan kilatan cahaya menyentuh tubuh Yuna yang kemudian tersungkur. Siswi Beauxbatons itu menjerit. Umji menyelinap pergi dengan air matanya yang terus mengalir, sementara Soobin kini menatap dirinya sendiri yang baru datang ketika gadis itu telah terduduk dengan kedua tangan menutupi wajahnya, menangis.
Soobin dibawa ke waktu dan tempat lain. Ia berdiri di samping Igor Karkaroff yang tengah menatap Umji dengan tatapan mengintimidasi, sementara gadis itu hanya menangis.
"Kau tahu kekacauan apa yang sudah kau lakukan? Kau terlibat atas hilangnya piala api. Aku tidak ingin membuat Hogwarts merasa malu, jadi selesaikan ini dengan baik-baik. Berurusan dengan pelahap maut, kau benar-benar melakukan kesalahan yang besar." Umji kembali terisak. "Pembunuhan, harusnya aku sudah melaporkanmu."
"Tidak, tolong." Umji mengerang kesakitan.
"Imperius dan Cruciatus? Dia menyerangmu dengan dua kutukan tak termaafkan? Kau harus memberitahu seseorang tentang hal ini."
"Tidak. Dia akan membunuhku."
Segalanya kembali berputar. Kali ini Umji tengah berlari, iapun segera menyusulnya, dan baru sadar beberapa saat kemudian kalau Yeonjun berlari dibelakangnya.
Yeonjun menarik tongkat dari jubahnya. "Stupe-"
"Expelliarmus." Tongkat Yeonjun meluncur dari tangannya, terlempar ke sosok yang berdiri beberapa meter darinya.
"Ha-Hagrid?"