Nadhira berpikir keras. Ia bingung harus menyetujui atau menolaknya. Disisi lain ia sudah menganggap Daniel sebagai temannya.
"Sebagai imbalannya, lu mau apa? uang?" tanya Daniel.
Nadhira masih terdiam, ia masih menimbang-nimbang penawaran dari Daniel. "Gimana, Ra? Mau ya? Harus mau pokoknya," paksa Daniel dengan kedua tangan yang mengatup depan pertanda ia memohon kepada Nadhira.
"Kok maksa?" tanya Nadhira menyelidik.
"Eh nggak maksa, cuma ya ... Bantuin ya, Ra. please," mohon Daniel, ia sudah frustasi dengan kata-kata ayahnya yang akan menjodohkan dia dengan sahabat anaknya. "Gua akan ciptain bahagia lu deh, janji."
Sebenarnya tidak ada salahnya Nadhira menyetujui permintaan Daniel, toh, dia tidak rugi apapun. "Yaudah gua mau, tapi ada syaratnya."
"Apa? Sebutin aja sebutin?" Seru Daniel, akhirnya setelah menunggu keputusan Nadhira. Gadis itu mau menuruti permintaannya.
Nadhira tersenyum jahil. "Kata lu bahagia harus di ciptain, kan?"
"Iya-iya, terus?"
"Nah, lu harus ciptain kebahagiaan sama gua, mau?" tanya Nadhira hati-hati.
"Jadi ini syarat lu? Yailah gampang ini mah," santai Daniel sambil meminum minumannya yang sudah ada atas meja.
"Gua punya 10 permintaan," seru Nadhira dan tentun saja Daniel kaget, permintaan Nadhira nggak tanggung-tanggung langsung 10.
"Banyak amat 10," protes Daniel
"7?" tawar Nadhira.
"Ga," tolak Daniel.
"5 deh."
"Ga."
"5 atau perjanjian batal, " ancam Nadhira, membuat Daniel merasa ketar-ketir.
"Lu mah ngancam-ngancam. Tapi, kalau permintaan lu berat untuk dikabulin oleh gua akan dibatalin ... Deal?" tawar Daniel, mengulurkan tangannya untuk berjabat.
Nadhira menimbang-nimbang sebentar. "Deal" Nadhira menerima jabatan Daniel.
"Yaudah lu apa? uang? Berapa? Sebutin aja."