The Lover's Enigma

Raihana Rihil M
Chapter #1

Nyatakah Debaran Ini?

RASANYA seperti terbangun dari tidur yang amat panjang. Tubuhku lemah, bahkan untuk membuka mata sekalipun rasanya begitu berat. Kehadiran sosok itu menjadi satu-satunya alasan bagiku untuk tidak kembali menutup mata.

"Kala?!" Lelaki itu memanggil namaku dengan kedua mata membulat. Langkahnya lebar menyeberangi ruangan, sementara bouquet bunga mawar merah di tangannya kini tercampakkan begitu saja di atas lantai.

"Kala ...." Lelaki itu kembali memanggil namaku. Kali ini dengan nada yang lebih lembut dan sebelah tangan dinginnya mengusap sisi wajahku.

Lelaki ini ...

Dewa. Seolah mulut ini sudah begitu lama membisu, kata itu bahkan tidak dapat keluar dari mulutku. Tetapi ... kenapa harus dia? Di antara sedikitnya kerabat dan orang yang ku kenal, kenapa harus dia yang pertama kali ku lihat begitu membuka mata? Sebenarnya apa yang telah terjadi padaku hingga bisa berakhir di tempat ini?

***

Sepanjang dua puluh dua tahun usiaku—ralat, ternyata sekarang dua puluh tiga tahun usiaku—tidak pernah terpikirkan sama sekali bahwa aku akan mengalami kecelakaan begitu hebat bahkan hingga membuatku terbaring koma selama tiga bulan lamanya. Belum sampai di situ, aku bahkan tidak mengingat sama sekali kejadian saat kecelakaan itu terjadi, termasuk seluruh peristiwa yang terjadi sekitar tiga bulan sebelum kecelakaan itu terjadi.

Kurang lebih, butuh waktu satu minggu untuk menerima kenyataan, bahwa setelah mengalami hal sebesar itu pun tak ada satu pun kerabat yang berkunjung, termasuk Tante Mala. Aku merindukan wanita yang sudah ku anggap seperti ibu kandungku sendiri itu. Aku merindukan pelukannya yang selalu mampu membuarku merasa tenang. Aku juga merindukan Mara—sepupu yang selama ini menjadi sahabat terdekatku. Hanya mereka berdua keluarga yang ku punya. Seharusnya merekalah yang menemaniku di sini. Kenapa tidak sekali pun mereka mengunjungiku?

"Kenapa?"

Aku menoleh pada Dewa yang baru saja masuk ke ruang rawat. Kehadiran lelaki ini justru lebih janggal dibandingkan ketidakhadiran Tante Mala dan Mara. Untuk apa kekasih Mara, sekaligus Kakak dari sahabatku ini yang selama seminggu penuh menjagaku? Lebih masuk akal jika Nakula sahabatku yang saat ini mejagaku, bukannya Sadewa.

"Kangen," ucapku pelan. Dokter bilang, karena koma cukup lama, aku butuh berlatih untuk bicara, berjalan, dan menggenggam barang lagi. Tubuhku yang lemah harus mulai dilatih lagi agar dapat hidup normal seperti sedia kala.

"Sama aku?" tanya Dewa.

Seketika aku cemberut. Orang itu pasti bercanda. Dia jelas tahu bukan dia yang aku rindukan saat ini.

Dewa malah tersenyum. Senyum tipis yang amatlah mahal karena seingatku dia nyaris tidak pernah berekspresi. Berbanding terbalik dengan Nakula—kembarannya.

"Kangen Tante Mala, Mara, dan Nakula," jawabku pelan.

Dewa tampak mendengus pelan. "Padahal aku yang selama ini jagain kamu," ucapnya.

Aku tidak begitu menanggapi perkataan Dewa karena aku bahkan tidak tahu alasan mengapa orang sesibuk dan secuek dia yang malah menemaniku di sini. Aku yang haus berusaha meraih gelas susu di meja samping ranjang pasienku. Tapi sulit. Tenagaku belum cukup kuat untuk menggapai dan mengangkat berat gelas yang terisi penuh itu.

Tidak disangka, Dewa justru mengambilkan gelas itu dan menyodorkannya tepat di depan mulutku. Aku sampai membulatkan mata karena rasanya Sadewa yang ada di hadapanku ini bukanlah Sadewa yang ku kenal.

Lihat selengkapnya