Kedua maharesi itu masih menunggu di depan istana ratu, begitu Kebo Anabrang keluar dan memerintahkan para dayang masuk menemani ratu lagi, kedua maharesi itu menghampiri Kebo Anabrang.
“Apa gusti ratu benar-benar ingin melakukan pati obong?”
Kebo Anabrang mengangguk, kekecewaan jelas terpancar dari wajahnya.
“Bagaimana dengan jabang bayi yang ada dalam perutnya gusti patih?”
“Untuk saat ini aku rasa kita hanya bisa menunggu keajaiban. Aku ingin kalian berdua memimpin upacara doa!”
“Upacara doa?” tanya Maharesi Jalendra terkejut. “Lalu bagaimana dengan tubuh mendiang baginda raja, gusti?”
“Aku akan memerintahkan para dayang untuk menambahkan kapur sirih, tembakau serta daun bidara, mayat baginda raja harus bertahan lebih lama,” ujar Kebo Anabrang terpaksa. “Jika Gayatri benar ingin melakukan patio bong, maka jalan satu-satunya adalah menunggu anaknya lahir dengan selamat baru upacara pemakaman raja boleh dilakukan!”
****
Aroma kemenyan, dupa menguar di udara. Resi Aygasaki memimpin upacara doa yang dilakukan oleh Kebo Anabrang untuk keselamatan sang ratu. Mantra-mantra dari kitab suci terdengar hampir di seluruh pura, menggaung di udara dan terdengar hingga ke langit, ketempat kediaman para dewata.
****
Wirasesa berjalan sempoyongan. Akhirnya dia tiba di kompleks para selir, ada sepuluh selir yang berada di tempat ini. Kompleks para selir berada di area belakang istana raja dan berada di tempat yang agak tersembunyi namun kompleks ini sangat luas dan terdiri dari beberapa rumah-rumah besar dan posisi selir biasanya terlihat dari rumah yang ditinggalinya.
Dan begitulah dengan Hapsari, adik dari Wirasesa. Tempat ini benar-benar menunjukkan tingkat kasta seorang selir dan karena mereka berasal dari rakyat jelata, tidak memiliki keturunan bangsawan ataupun pendeta, maka Hapsari hanya diizinkan tinggal rumah paling ujung di kompleks selir ini. Apalagi, Hapsari bukan selir utama, dia bahkan cenderung dilupakan, jika saja tidak ada pangeran Kripala putranya maka kemungkinan besar Hapsari sudah tinggal di luar kompleks istana dan kembali menjadi jelata.
Melihat Wirasesa masuk ke dalam kompleks istana selir yang seluruh penghuninya adalah wanita membuat Raden Ayu Retno selir utama raja yang tengah berada di pendopo sambil bermain congklak bersama Ayu Ratri, selir raja termuda yang baru dikawininya dua hari setahun lalu itu, segera turun dari pendopo diikuti oleh dayang-dayang penggiringnya.