Rumah sebesar ini membuat Louisa bingung harus mulai dari mana membersihkannya, meski dia sudah membuat agendanya untuk memulai dari ruangan depan, tetapi dia akhirnya mengubah rencana, dia akan mulai dari dapur saja. Meri sudah mengatakan jika kompor dan berapa peralatan lain seperti kulkas, dan microwave sudah diganti satu bulan lalu, saat pengurus rumah lama mengeluh tidak bisa menggunakan semua benda-benda itu. Rumah ini jauh dari peradaban, jelas sekali dia kesulitan untuk berbelanja. Meri menyiapkan sebuah sepeda, butuh sekitar tiga empat puluh lima menit bagi Louisa mengayuh bolak-balik. Dia berbelanja banyak bahan makanan sekaligus, agar tidak perlu keluar lagi selama satu minggu.
Louisa tidak bisa melihat warna lantai dapur sebenarnya dengan lapisan debu yang amat tebal. Aneh, jika memang hanya ditinggalkan selama satu bulan, sebenarnya dari mana kotoran pekat menyesakkan ini berasal? rumah ini pasti sebenarnya sudah ditinggalkan bertahun-tahun lamanya
Lemari-lemari di atas tempat memasak, berwarna hijau tua. Lapisan tebal jaring laba-laba menempel dimana-mana, ruangan ini seolah bersalju.
Gumpalan putih jalinan laba-laba hitam di langit-langit harus disingkirkan terlebih dahulu. Louisa mencari-cari ruangan lain di sekitar dapur dan menemukan gudang penyimpanan barang-barang. Ada kursi rusak, cup lampu tua, tumpukan kardus dan sebuah sapu tua. Gagangnya pendek, dan tampak rapuh dimakan rayap.
Sapu bergagang rapuh itu menjelaskan pada Louisa, berdiri di atas meja dapur untuk mengapai langit-langit akan menjadi bencana, dia tidak akan tahu seberapa kuat meja menahan berat tubuhnya.
“Pikir, pikir, pikir, pikir!” Dia bolak-balik di depan pintu dapur. “Ah, itu dia!” gagasan hebat melintas di kepala. Dia masuk kembali ke dalam rumah, menurunkan besi penggantung tirai jendela ruangan tengah. Satu-satunya jendela mungil di sana. Setelahnya, dia menggabungkan sapu dan besi. Mengantisipasi laba-laba jatuh dan menyengatnya, Louisa menggunakan pakaian khusus, baju yang dia dapatkan dari Bibi Lassly saat membantu memanen lebah, bahkan topi penutup wajah.
Dugaannya benar, baru saja sapu terangkat menembus gumpalan putih mengkilap tertimpa cahaya matahari, isinya tumpah ruah menghujani Louisa, segerombolan laba-laba hitam mungil, menggelikan.
Louisa berlari ke luar, menuntun lautan mahluk berkaki enam itu ke luar.
“Should I give up?” Napasnya kembali tersengal di luar. “Tidak! Belum waktunya!”
“Hey laba-laba, aku tidak akan menyerah pada kalian!” teriakan Louisa menggema di dapur. Dia menengadah ke langit-langit dapur, siap bertarung untuk ronde kedua.
“Ap … apa?” seketika tergagap. Langit-langit dapur dalam keadaan normal tanpa sehelai benang putih pun. “Keajaiban ... atau aku yang gila?”
Lagi-lagi, dia tidak mau merepotkan kepala dengan berpikir. Langkah selanjutnya, menggunakan skop kecil, memindahkan debu tebal di lantai ke dalam ember lalu membuangnya ke luar.
Baru setelah debu menipis, dia menyelakan vacum cleaner.
Louisa mulai menyedot debu dari pojok dapur, dua kali dari kanan ke kiri agar benar bersih. Mendadak, vacum berhenti bekerja, diikuti suara seperti orang batuk dari tempat penampungan.
“Sekarang apa?” Tepukan lembut Louisa pada vacum itu sama sekali tidak membantu. Waktunya menghubungi Nyonya besar dan melakukan pemesanan barang baru. Pesan terkirim. Sembari menunggu, dia menggunakan metode lama, kain dan air.
Perlengkapan makan terletak di dalam lemari. Louisa segera menebak mereknya. Dari cangkir dengan motif bunga peony, piring dan mangkuk, semua sama. Benda-benda tersebut membawanya pulang.
Louisa melihat jam di dinding, menujukan waktu hampir makan siang pukul ajaib semua jam klasik di dalam rumah bekerja. Louisa membuat satu mangkok besar salad dan menghamparkan buah apel di atas meja.
Kelelahan mengurangi selera makan, dia hanya bisa menelan beberapa suap, lalu menutup mangkok, membiarkan di atas meja.
“Tulangku retak!” keluh Louisa begitu berdiri dari kursi kayu yang dia duduki. Pakaian panen madunya, sudah tanggal, kini hanya menggunakan baju kaus putih dan celana pendek. Dia harus segera bergerak lagi. Dia bukan pencinta kebersihan sebenarnya, kamar sendiri dari dulu super berantakan. Namun, debu di rumah ini bahkan jauh lebih buruk dari kandang kuda Mrs. Thomas tetangga jauh mereka.
Satu hal menyenangkan saat memiliki daftar pekerjaan adalah mencoret kertas begitu selesai. Daftar tugas paling atas sudah tercoret, memerikan sedikit semangat baru untuk kembali bekerja di ruangan selanjutnya. Kali ini dia akan mulai dari pintu masuk. Dia mulai melakukan hal serupa seperti di dapur tadi. Tanpa topi pelindung, debu menyerang masuk ke dalam hidung dan mulut, dia terus batuk dan ke luar masuk dari rumah hingga mata hari mulai berpamitan di luar.