The Mirror

rudy
Chapter #1

Bab 1 Saigon

 

Ho chi minh, Vietnam.

 

Di sepetak lokasi yang tidak lebih besar dari lapangan udara. Beberapa blok jalan yang dipenuhi pedagang street food membuat jalanan yang sudah sempit itu semakin terasa sesak.

 

Kawasan lampu merah yang hanya terdiri dari beberapa blok itu penuh dengan turis asing dari mancanegara. Sorot lampu yang berwarna-warni tidak mampu menyembunyikan kelamnya sudut kota yang tidak terjangkau oleh hukum negara itu.

 

Piring beling berisi bubuk putih yang disedot melalui hidung terlihat di beberapa pojokan, hampir tanpa kamuflase. Kokain dijual bebas seolah itu adalah tepung terigu.

 

Ramai para gadis bahenol memamerkan diri di pinggir jalan, berusaha menukar dirinya dengan beberapa helai kertas. Lampu warna warni meliuk menuliskan nama tempat dan jenis usaha. Salon, pijat, bar, dan deretan kasino di sebuah jalan yang terlihat lebih megah. Konon, sepetak kecil bagian kota yang sesak dengan dosa itu merupakan roda penggerak perekonomian negara. Maka mereka membiarkannya begitu saja, walaupun harus dibayar dengan rusaknya generasi penerus. 

 

Kabuki Coins, begitu tulisan pada papan nama kasino yang paling megah di daerah sana. Tinggi dan menjulang, lampunya yang berwarna kuning menerangi seluruh sisi luar gedung, membuat gedung itu tampak menyala seperti terbuat dari emas murni.

 

Ribuan orang di lantai dasar, bergerombol di berbagai meja yang penuh dengan kartu dan dadu. Mesin jackpot, bola tangkas, lucky draw, berderet- deret tertata dengan rapi. Riuh rendah suara teriakan, tawa, lantunan musik dari berbagai mesin pengering dompet, hingga suara tepuk tangan saat dadu berhenti berputar. Semua suara campur aduk menjadi satu, tak terurai.

 

Seluruh hingar bingar itu menenggelamkan kegaduhan sesaat yang sedang terjadi di dalam sebuah ruangan, tidak terlalu jauh, hanya dua lantai di atas pesta pora yang sedang berlangsung di lantai dasar.

 

Seorang perempuan berdiri tenang, mengibaskan blazer putihnya, memeriksa ujung lengannya. Rambutnya hanya sebahu, terlihat sangat elegan dengan celana panjang putih, blazer putih, dan sebuah kacamata hitam menggantung di atas hidung.

 

Perempuan itu berjalan mendekati pria separuh baya yang sekarang duduk gemetar di belakang sebuah meja panjang. Meja berlapis kaca di hadapan pria itu memantulkan sinar putih dari sebuah lampu baca yang tangkainya melengkung, seperti bunga layu. Gemetar dan patah- patah, tangan si pria mematikan lampu baca yang menyilaukan matanya.

 

Sepuluh detik !!

 

Ya, tidak mungkin lebih.

 

Selusin pengawalnya, sebagian adalah mantan pengawal presiden, roboh malang melintang dengan leher berlubang. Hanya dalam waktu sesingkat itu. Bahkan dalam mimpinya yang paling buruk pun dia tidak akan membayangkan bahwa perempuan di depannya ini sanggup menerobos kedua belas pengawalnya dalam waktu sesingkat itu. Mudahnya seperti pisau membelah mentega.

 

Sekarang bau amis darah memenuhi ruangan itu.

 

Tiga puluh tahun malang melintang di dunia bawah tanah, yang penuh dengan pertempuran dan taruhan nyawa, tidak pernah ia merasa sedemikian tidak punya harapan untuk melihat matahari esok.

 

Lihat selengkapnya