Yona mengejapkan mata berulang kali. Di mana ini?
Sekelilingnya agak remang, tubuhnya sedikit mengayun mengikuti hentakan tempat duduknya. Dia merasa tubuhnya lemas, seperti baru bangun tidur. Perlahan dia mulai teringat, dia tadi diculik. Rasa takut itu kembali menghinggapi, dengan panik dia menegakkan tubuh. Dia membuka mata lebih lebar dan menyadari, dia berada di jok belakang sebuah mobil.
Matanya menyapu seluruh ruang, dan melihat wajahnya sendiri di sebelah kanannya. Mata bening yang agak dingin, dengan senyum tipis di bibir menyadarkan Yona bahwa dia tidak sedang menatap cermin.
“Bagaimana? Sudah segar?” Tanya Moye. Dia memperhatikan Yona yang wajahnya masih layu seperti orang baru bangun tidur.
“Kenapa aku bisa bersama kamu? Di mana ini? Bukankah aku tadi diculik?” Tanya Yona kebingungan.
“Betul. Tapi sekarang kau aman bersamaku.”
Aman? Yona mengerutkan kening. Bagaimana mau merasa aman kalau dia bahkan tidak tahu akan dibawa ke mana oleh orang yang baru ia kenal satu hari? Apa yang telah terjadi sebenarnya? Kenapa tiba-tiba dia bisa bersama Moye di mobil ini?
Yona memiliki puluhan pertanyaan berseliweran di dalam kepala, namun ada satu pikiran yang menyingkirkan seluruh pertanyaan itu.
“Ibu. Aku harus pulang. Moye, aku harus pulang. Tolong, aku mohon, antarkan aku pulang. Tidak ada yang mengurus Ibuku. Dia sakit.” Mata Yona terbelalak cemas.
Moye tertegun memperhatikan Yona. Setelah semua kejadian menegangkan yang baru saja dialami, yang teringat oleh Yona setelah siuman adalah Ibunya.